ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI BENTUK
AKHLAK
Disusun Oleh :
HASAN KHUBILLAH
ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI BENTUK AKHLAK
(INSTING, POLA DASAR BAWAAN, LINGKUNGAN, KEBIASAAN, KHENDAK DAN PENDIDIKAN)
Pendahulaun
Sebagai umat
manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan
menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang
olehnya; di abad 21 ini, mungkin banyak diantara kita yang
masih berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa
Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping
mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba
terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah
sebaik-baiknya manusia.
Namun, pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui
berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus
dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut
akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah
dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada sesama mahluk ciptaan
Allah.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten.
A. Definisi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian
dengan perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti
kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang berarti
pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang berani
yang diciptakan.
Ibnu Athir
menjelaskan bahwa:
Hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa
dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
Imam
al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dahulu).
Dr. M.
Abdulah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak
adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal
akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari
beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah
tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam
jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
B. Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil
usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia
termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati
nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang
tepat.
Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena
akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini
cendrung kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat
juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan
pandangan seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa
bentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga
bahwa akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan
batin.
C. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
A.
Insting dan Naluri
Aneka corak
refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak
yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah).[1][4] Insting merupakan seperangkat tabi”at
yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut james insting adalah suatau alat yang
dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih
dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu. Para
psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator
pengerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, antara lain:
1)
Naluri makan
Begitu
manusia lahir telah memiliki hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain.
Buktinya , begitu bayi lahir ia dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu
ibunya tanpa diajari lagi.
2)
Naluri berjodoh
Laki – laki
menginginkan wanita, dan wanita menginginkan laki – laki.dalam Al- Qur’an
diterangkan:
Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
(QS. Ali Imran : 14 )
3)
Naluri keibubapakan
Ta’biat
kecintaan orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
4)
Naluri berjuang
Ta’biat
manusia yang selalu mempertahankan dirinya, dari gangguan dan tantangan, jika
seseorang diserang oleh musuh, maka ia akan membela dirinya.
5)
Naluri ber-Tuhan
Ta’biat
manusia yang merindukan Penciptanya yang memberikan rahmat kepadanya. Naluri
ini disalurkan dalam naluri beragama.
Selain kelima insting tersebut, masih banyak lagi insting yang sering
dikemukakan oleh para ahli psikologi, misalnya insting ingin tahu dan
memberitahu, insting suka bergaul, insting suka meniru, insting takut, dan
lain- lain. Insting merasa takut berpakar para manusia, mengikutinya mulai masa
kanak-kanak sampai masuk liang kubur. Antar insting ini dengan insting lainnya
saling berdesak-desakan. Seperti marah, suka mencipta, suka mengetahui, dan
bercumbu-cunbuan,. Sehingga menghambat untuk lahirnya insting takut atau
menjadikan sebab akan keragu-raguan.
Dengan
potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak perilaku sesuai
pula dengan corak instingnya. Prilaku seseorang akan mencerminkan akhlaknya,
jika prilaku baik maka akhlaknya juga baik.
B. Pola Dasar
Bawaan
Secara individu kepribadian Muslim
mencerminkan cirri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut diperolah berdasarkan
potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi (pembawaan) akan dijumpai adanya
perbedaan kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Namun
perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki, berdasarkan
factor pembawaan masing-masing meliputi aspek jasmani dan rohani. Pada aspek
jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik
lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat
kecerdasan, maupun sikap emosi.
Sebaliknya dari aspek roh, ciri-ciri
itu menyatu dalam kesatuan fitrah untuk mengabdi kepada penciptannya. Latar
belakang penciptaan manusia menunjukkan bahwa secara fitrah manusia memiliki
roh sebagai bahan baku yang sama. Menurut Hasan Langgulung, pernyataan tersebut
mengandung makna antara lain, bahwa Tuhan memberikan manusia beberapa potensi yang
sejalan dengan sifat-sifatnya. Kepibadian secara utuh hanya mungkin dibentuk
melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju
dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang
mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab
Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang
mukmin yang paling baik akhlaknya.
Disini terlihat ada dua sisi penting
dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap
sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang
tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi
abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon
akhlak mulia.
Menurut Abdullah al-Darraz,
pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai
pengisi nilai-nilai keislaman. Dengan adanya cermin dari nilai yang dimaksud
dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah kepribadiannya sebagai
muslim. Muhammad Darraz menilai materi akhlak merupakan bagian dari nilai-nilai
yang harus dipelajari dan dilaksanakan, hingga terbentuk kecendrungan sikap
yang menjadi ciri kepribadian Muslim.
Usaha yang dimaksud menurut Al-Darraz dapat dilakukan
melalui cara memberi materi pendidikan akhlak berupa :
·
Pensucian
jiwa
·
Kejujuran
dan benar
·
Menguasai
hawa nafsu
·
Sifat lemah
lembut dan rendah hati
·
Berhati-hati
dalam mengambil keputusan
·
Menjauhi
buruk sangka
·
Mantap dan
sabar
·
Menjadi
teladan yang baik
·
Beramal
saleh dan berlomba-lomba berbuat baik
·
Menjaga diri
(iffah)
·
Ikhlas
·
Hidup
sederhana
·
Pintar
mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik)
Pembentukan kepribadian muslim pada
dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap kearah kecendrungan pada
nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan.
Semua berlajan dalam sautu proses yang panjang dan berkesinambungan. Diantara
proses tersebut digambarkan oleh danya hubungan dengan obyek, wawasan,
peristiwa atau ide(attitude have referent), dan perubahan sikap harus
dipelajari (attitude are learned), menurut Al-Ashqar. Ada hubungan timbale
balik antara individu dengan lingkungannya.
Selanjutnya kata Al-Ashqar, jika
secara konsekwen tuntutan akhlak seperti yang dipedomankan pada Al-Qur’an dapat
direalisasikan dalam kehidupan sehar-hari, maka akan terlihat ciri-cirinya. Ia
memberikan rincian ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:
·
Selalu
menepuh jalan hidup yang didasarkan didikan ketuhanan dengan melaksanakan
ibadah dalam arti luas.
·
Senantiasa
berpedoman kepada petunjuk Allah untuk memperolah bashirah (pemahaman batin)
dan furqan (kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk).
·
Mereka
memperoleh kekuatan untuk menyerukan dan berbuat benar, dan selalu menyampaikan
kebenaran kepada orang lain.
·
Memiliki
keteguhan hati untuk berpegang kepada agamanya.
·
Memiliki
kemampuan yang kuat dan tegas dalam menghadapi kebatilan.
·
Tetap tabah
dalam kebenaran dalam segala kondisi.
·
Memiliki
kelapangan dan ketentraman hati serta kepuasan batin hingga sabar menerima
cobaan.
·
Mengetahui
tujuan hidup dan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih baik.
·
Kembali
kepada kebenaran dengan melakukan tobat dari segala kesalahan yang pernah
dibuat sebelumnya.
Dalam hal ini Islam juga mengajarkan
bahwa factor genetika (keturunan) ikut berfungsi dalam pembentukan kepribadian
Muslim. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman dalam
pendidikan Prenatal (sebelum lahir), Pembuahan suami atau istri sebaiknya
memperhatikan latarbelakang keturunan masing-masing pilihan (tempat yang
sesuai) karena keturunan akan membekas (akhlak bapak akan menurun pada anak).
Kemudian dalam proses berikutnya,
secara bertahap sejalan dengan tahapperkembangan usianya, pedoman mengenai
pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat
tauhid mulai diperdengarkan azan ketelingan anak yang baru lahir. Kenyataan
menunjukkan dari hasil penelitian ilmu jiwa bahwa bayi sudah dapat menerima
rangsangan bunyi semasa masih dalam kandungan. Atas dasar kepentingan itu, maka
menggemakan azan ketelingan bayi, pada hakikatnya bertujuan memperdengarkan
kalimat tauhid diawak kehidupannya didalam dunia.
Pada usia selanjutnya, yaitu usia
tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat, dan perintah itu mulai
diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun. Pendidikan akhlak dalam pembentukan
pembiasaan kepada hal-hal yang baik dan terpuji dimulai sejak dini. Pendidikan
usia dini akan cepat tertanam pada diri anak. Tuntunan yang telah diberikan
berdasarkan nilai-nilai keislaman ditujukkan untuk membina kepribadian akan
menjadi muslim. Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masa bayi,
diharapkan agar anak dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal
mereka hadapi kelak. Kemampuan untuk menyesuikan diri dengan lingkungan tanpa
harus mengorbankan diri yang memiliki ciri khas sebagai Muslim, setidaknya merupakan
hal yang berat.
Dengan demikian pembentukan
kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang
baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah. Untuk itu setiap Muslim
diajurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik)
hingga diakhir hayat. Pembentukan kepribadian Muslim secara menyeluruh adalah
pembentukan yang meliputi berbagai aspek, yaitu:
·
Aspek idiil
(dasar), dari landasan pemikiran yang bersumber dari ajaran wahyu.
·
Aspek
materiil (bahan), berupa pedoman dan materi ajaran yang terangkum dalam materi
bagi pembentukan akhlak al-karimah.
·
Aspek
sosial, menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama makhluk,
khususnya sesama manusia.
·
Aspek teologi,
pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan nilai-nilai tauhid
sebagai upaya untuk menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang
setia.
·
Aspek
teologis (tujuan), pembentukan kepribadian Muslim mempunyai tujuan yang jelas.
·
Aspek
duratife (waktu), pembentukan kepribadian Muslim dilakukan sejak lahir hingga
meninggal dunia.
·
Aspek
dimensional, pembentukan kepribadian Muslim yang didasarkan atas penghargaan
terhadap factor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan individu).
·
Aspek fitrah
manusia, yaitu pembentukan kepribadian Muslim meliputi bimbingan terhadap
peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh.
Pembentukan kepribadian muslim
merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh, terarah dan berimbang.
Konsep ini cenderung dijadikan alasan untuk memberi peluang bagi tuduhan bahwa
filsafat pendidikan Islam bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri).
Penyebabnya antara lain adalah ruang lingkupnya terlalu luas, tujuan yang akan
dicapai terlampau jauh, hingga dinilai sulit untuk diterapakn dalam suatu
sistem pendidikan.
C. Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang
melingkupi tubuh yang hidup. Lingkungan manusia merupakan apa yang
melingkunginya dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada
dua macam yaitu:
a.
Lingkungan
alam
Lingkungan alam telah menjadi
perhatian para ahli-ahli sejak zaman Plato sehingga sekarang ini.dengan
memberi penjelasan- penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh. Ibnu
Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup
tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan yang ia
hidup didalamnya.
Kalau lingkungan tidak cocok kepada
tubuh, maka tubuh tersebut akan mati. Udara , cahaya, dan apa yang ada di
sungai, serta di lautan sangat mempengaruhi dalam kesehatan penduduk dan
keadaan mereka yang mengenai akal dan akhlak.
Demikian juga akal, yakni
saling mempengaruhi antara akal dengan lingkungan, dan antara apa yang
melingkunginya. Akal tidak tetap atau meningkat ke atas kecuali dengan mempergunakan
pikirannya dalam keadaan di kanan – kirinya dan mengambil paedah dari
lingkungan yang berada disekitarnya.
b.
Lingkungan
pergaulan
Lingkungan pergaulan meliputi
manusia, seperti rumah, sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal,
keyakinan, pikiran – pikiran, adat istiadat, pendapat umum, bahasa,
kesusastraan, kesenian, pengetahuan dan akhlak. Pendeknya apa yang dihasilkan
oleh kemajuan manusia.
Manusia pada umumya lebih banyak
terpengaruh pada “lingkungan alam”. Apabila ia telah mendapat sedikit kemajuan,
“lingkungan pergaulan”lah yang menguasainya, sehingga ia dapat mengubah
lingkungan atau menyesuaikan diri kepadanya. Contohnya ketika udara panas ia
mengunakan pakaian tipis dan putih, agar dapat menolak hawa panas, dan membangun
rumahnya menurut aturan tertentu dan dapat menyejukkan.[4][8]
Walaupun manusia terpengaruh oleh
lingkungan alam atau lingkungan pergaulan namun dengan akal ia dapat membatasi
dan menentukan lingkungan yang cocok untuknya.
D. Kebiasaan
Adat / kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan
secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat
kebiasaan, tidak cukup hanya di ulang-ulang saja, tetapi harus disertai
kesukaan dan kecendrungan hati terhadapnya.
Segala perbuatan, baik atau buruk, akan menjadi adat kebiasaan karna dua
faktor: “ kesukaan hati kepada sesuatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu
dengan melahirkan sesuatu perbuatan, dan dengan di ulang- ulang secukupnya”.
Adapun berulangnya sesuatu perbuatan saja, (yakni mengerakkan anggota tubuh
dengan perbuatan), tidak ada gunanya dalam pembentukan adat kebiasaan. Seperti
seseorang yang sakit yang berulang-ulang menelan obat yang sangat pahit yang
tidak di sukainya, mengharap lekas sembuh supaya tidak menelannya lagi, baginya
penelanan obat itu tidak menjadi adat kebiasaan. Seperti seorang murid
yang malas pergi ke sekolah, dia pergi kesekolah hanya karna tekanan orang tua,
sehingga apabila tidak ada tekanan orang tua tersebut ia tidak mau pergi ke
sekolah. Akan tetapi kita melihat peminum minuman keras yang di ulang- ulangi
meminum minuman keras tersebut.
Alasan dalam contoh ini adalah, bahwa orang yang sakit itu hatinya tidak suka
minum obat, padahal ia ingin sehat kembali. Maka karna kesukaan hati dalam
suatu perbuatan dan mengulanginya tidak nyata ada, sehingga tidak menjadi adat
kebiasaan. Demikian juga seorang murid yang hatinya tidak suka pergi kesekolah,
dimana ia hanya pergi karna tekanan orang tua, hal itu tidak dikatakan
kebiasaan. Ada pun peminum minuman keras yang suka meminum minuman keras dan
kesukaan ini diualng - ulanginya, maka hal inilah yang menjadi adat kebiasaan.
Mengulangi sesuatu hal, dengan kesukaan hati saja tidak cukup dikatakan suatu
kebiasaan. Barang siapa yang ingin berulang kali ingin meminum minuman keras,
akan tetapi tidak mengulangi maka hal itu tidak menjadi kebiasaan. Dengan
demikian suatu hal yang akan menjadi suatu adat kebisaan karna keinginan hati
dan dilakukannya, serta di ulang - ulanginya.
Fungsi kebiasaan adalah:
a. Memudahkan
perbuatan
Seperti percakapan yang kita lakukan, yang menghabiskan beberapa tahun untuk
mempelajarinya, dan mempergunakan kerongkongan, lidah, langit - langit, dan
bibir. Dan terkadang untuk mengucapkan sepatah kata mempergunakan semua anggota
tersebut. Anak kecil berangsur - angsur dari mengucapkan beberapa huruf yang
mudah kepada yang sukar, sehingga terbentuk adat kebiasaan, dan dapat berbicara
dengan tidak terasa sukar sedikitpun.
b. Menghemat waktu dan
perhatian
Perbuatan yang diulang - ulang dan menjadi kebiasaan,
maka seseorang dapat melakukan dalam waktu yang lebih singkat dan tidak
menghajatkan kepada perhatian yang banyak. Contohnya kita menulis, yang
membutuhkan beberapa waktu dan perhatian yang sempurna dan mempersiapkan
segala pikiran yang ada, akan tetapi setelah menjadi kebiasaan dapatlah seseorang
menulis beberapa halaman dalam waktu yang sama ketika ia menulis satu baris,
dan dapat pula sambil menulis pikirannya melayang ke lain jurusan. Maka
kehidupan kita bertambah - tambah ratusan kali karna kebiasaan.
Contoh lain yaitu, perbandingan antara tangan kanan dan tangan kiri merupakan
kebiasaan yang menjadikan tangan kanan lebih tangkis, lebih cepat
mempelajarinya, dan apabila tangan kanannya hilang, orang dapat mengerjakan
dengan tangan kirinya, apa yang dikerjakan tangan kanannya, bahkan banyak orang
yang hilang kedua tangannya, lalu bisa mengerjakan dengan kedua kakinya apa
yang dahulu dikerjakan dengan kedua tangannya.
Ada beberapa cara untuk dapat merubah kebiasaan yang
buruk, yaitu:
a)
Berniat sungguh - sungguh.
Niat tersebut tidak ada perasaan ragu - ragu. Kita harus mau meletakkan diri
ketempat yang cocok dengan kebiasaan yang baik. Kemudian mengikat lawan adat
kebiasaan yang buruk. Janganlah mengulangi perbuatan yang buruk lagi.kerjakan
niat tersebut dengan kekuatan yang besar.
b)
Menghindari kebiasaan yang buruk, sekaligus meninggalkannya
c) Carilah waktu yang baik untuk
memperbaiki niatmu, kemudian ikutilah segala gerak jiwa yang menolong perbaiki
niat tersebut.
d) Jagalah pada dirimu kekuatan
penolak dan peliharalah agar selalu hidup dalam jiwamu, dengan mendarmakan
perbuatan yang kecil-kecil tiap hari, untuk mengekang hawa nafsumu, karna yang
demikian itu dapat menolong engkau untuk menghadapi segala penderitaan kalau
datang waktunya.
E. Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku,
dan akhlak seseorang. Bebagai ilmu diperkenalkan agar siswa memahaminya dan
dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Begitu pula apabila, siswa diberi
pelajaran “AKHLAK”, maka memberi tahu bagaimana seharusnya manusia itu
bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya, dan pernciptanya(Tuhan).
Dengan demikian , strategis sekali dikalangan
pendidiakn dijadikan pusat perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju
keperilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk
bisa dijadikan agent perubahan sikap dan perilaku manusia.
Dari tenaga pendidik (pengajar) perlu memiki kemampuan
profesionallitas dalam bidangnya. Dia harus mampu memberikan wawasan, materi,
mengarahkan dan membimbing anak didiknya, ke hal yang baik. Dengan penuh
perhatian, sabar, ulet, tekun, dan berusaha terus menerus, pengajar hendaknya
melakukan pendekatan psikologis.
Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi
pengajaran. Apabila materi pengajaran yang disampaikan oleh pendidik menyimpang
dan mengarah ke perubahan perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan
dalam pendidikan. Tetapi sebaliknya, apabila materinya baik dan benar setidaknya
siswa akan terkesan dalam sanubari pribadinya. Bekasan materi itu akan
memotivasi bagaimana harus bertindak yang baik dan benar. Penguasaan
metodologis pengajaran yang dilakukan pendidik juga akan berperan aktif dalam
mempengaruhi akhlak siswa.
Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan
tempat bertemunya semua watak. Perilaku dari masing – masing anak yang
berlainan. Ada anak yang nakal, berprilaku baik dan sopan dalam bahasanya,
beringas sifatnya, lancar pembicarannya, pandai pemikirannya dan sebagainya.
Kondisi kepribadian anak yang sedemikian rupa, dalam interaksi antara anak
satu, dengan anak lainnya akan saling mempengaruhi juga pada kerpribadian anak.
Dengan demikian lingkungan pendidikan sangat
memengaruhi jiwa anak didik. Dan akan diarahkan kemana anak didik dan
perkembangan kepribadiannya. Jika lingkungan pendidikan anak itu baik maka
akhlaknya juga baik.
DAFTAR PUSTAKA
Zahrudin, Pengantar Studi Akhlak, ( Jakarta: PT. Radja Grafindo
Persada , 2004 ) h. 93
Deswita,
Akhlak Tasawuf, (Batusangkar : STAIN Batusangkar Press,
2010) h. 93
Ahmad
Amin, Etika Ilmu Akhlak, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1952) h.
21
Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS, 2005)
Moh. Amin, Drs. Pengantar Ilmu Akhlaq
(Surabaya: EXPRESS, 1987)
Mustofa. A. Drs. H. Akhlak Tasawuf (Bandung CV.
Pustaka Setia, 1999)
Jalaludin, Teologi
Pendidikan.Raja Gafindo Persada .Jakarta: 2002
-----------, Teologi Pendidikan Islam. (Edisi Revisi) Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2003
-----------, Teologi Pendidikan Islam. (Edisi Revisi) Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2003
Zahrudin, Pengantar Studi Akhlak, ( Jakarta: PT. Radja
Grafindo Persada , 2004 ) h. 93
Deswita . op. cit. h. 92
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1952) h. 21