HUBUNGAN
ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU DENGAN EFEKTIVITAS PROSES BELAJAR
MENGAJAR
DI
MTs MAMBAUL HUDA TEGALSARI BANYUWANGI
TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
OLEH
ALFI
MAGHFIROH
NIM : 2008390102468
NIMKO : 2008.4.039.0001.1.02198
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) IBRAHIMY
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
GENTENG
BANYUWANGI
2012
Skripsi oleh Alfi Maghfiroh ini telah dibimbing
serta diperiksa dan disetujui untuk diuji di hadapan dewan penguji
Genteng,
Juli 2012
Pembimbing I
Drs.
H. Moh. Hasyim, M.M., M.Pd
Genteng,
Juli 2012
Pembimbing II
Drs. H. Hanafi,
M.Pd
MOTTO
مسند
الشهاب القضاعي - (ج 4 / ص 365)
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« خَيْرُ
النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ »
"Sebaik-baik orang ialah yang
bermanfa’at bagi orang lain"·
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. dengan
tidak bosannya memberikan curahan Taufiq dan Hidayah-Nya, sehingga penelitian
dan penyusunan skripsi ini bisa terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW selaku figur utama yang pantas dan patut
untuk diajdikan teladan dan panutan sepanjang zaman, dan atas sahabat-sahabat
beliau yang setia menemani beliau dikala suka maupun duka serta para keluarganya
yang seiman.
Sungguh merupakan anugerah yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,
sebuah usaha- dari seorang insan yang tak pernah puas manyelami lautan ilmu-
yang berbentuk karya tulis ini akhirnya rampung juga, walaupun masih
meninggalkan ruang untuk dikoreksi dan dikritisi. Dan semoga tulisan ini bisa
memberikan manfaat bagi para pembaca secara umum dan bagi khususnya bagi
peneliti sendiri.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesainya penulisan skripsi ini, antara lain kepada :
1. Bapak Drs. Moh. Hasyim, M.M,
M.Pd selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Ibrahimy, dan selaku dosen pembimbing I
2. Bapak Drs. H. Hanafi, M.Pd
selaku dosen pembimbing II.
4. Seluruh dosen dan staf Sekolah
Tinggi Agama Islam Ibrahimy.
5. Bapak Kepala Sekolah dan Jajaran
pengurs MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi.
Semoga Allah memberikan balasan atas semua bantuan
dan kebaikan yang diberikan, amin ya robbal ‘aalamin.
Banyuwangi,
Juli 2012
Penulis
Alfi
Maghfiroh
ABSTRAK
Alfi Maghfiroh. 2012. Hubungan antara
latar belakang pendidikan guru dengan efektivitas proses belajar mengajar siswa
di Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi. Pembimbing: (I)
Drs. H. Moh. Hasyim, M.M., M.Pd, (II) Drs. H. Hanafi, M.Pd
Kata Kunci : latar belakang pendidikan guru, efektivitas
proses belajar mengajar
Masih
banyak para guru yang mengajar belum sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya,
bahkan lebih ekstrim lagi tidak sesuai dengan kemampuan mengajarnya. Oleh
karena itu berpijak terhadap temuan awal di lapangan, dimana penelitian ini
dilakukan, bahwa memang masih terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan
disiplin ilmunya, akan tetapi kondisi proses belajar mengajar berjalan efektif.
Oleh karena itu, dari fenomena ini, penting rasanya untuk dilakukan penelitian,
yang tertuang dalam sebuah judul “Hubungan antara latar belakang pendidikan
guru dengan efektivitas proses belajar mengajar di MTs Mambaul Huda Tegalsari
Banyuwangi 2011/2012.
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah: Adakah
hubungan antara latar belakang pendidikan guru terhadap efektivitas proses
belajar mengajar di MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi 2011/2012?.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
ilmu pengetahuan bagi guru berkaitan dengan bidang tugas profesinya sebagai
pendidik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan, khususnya bagi calon pendidik.
Serta dapat dijadikan acuan pengambilan kebijakan bagi lembaga yang diteliti.
Desain penelitian ini adalah desain penelirtian
kuantitatif, yang mana bertujuan untuk mencari pengaruh dari suatu variabel
terhadap variabel yang lain. Dengan menggunakan metode statistik Chi Kwadrat,
dan tehnik proporsional random sampling sebagai metode penentuan responden.
Nilai (X2) = 0,12
ternyata lebih kecil dari pada X2 harga kritik baik pada taraf
signifikansi 5% = 3,84 maupun 1% = 6,63. Hal ini berarti tidak signifikansi,
sehingga hipotesis yang diajukan berbunyi : "Ada hubungan antara latar
belakang pendidikan guru dengan efektivitas proses belajar mengajar di MTs
Mambaul Huda Tegalsari " ditolak. Dan hipotesis nihil minor berbunyi:
"Tidak ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan
efektivitas proses belajar mengajar di MTs Mambaul Huda Tegalsari "
diterima.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ………………………………………………………………. i
Halaman
Persetujuan ……………………………………………………….. ii
Halaman
Pengesahan ……………………………………………………….. iii
Halaman
Motto ……………………………………………………………… iv
Halaman
Persembahan ………………………………………………………. v
Kata
Pengantar ……………………………………………………………… vi
Abstrak ……………………………………………………………………… vii
Daftar
Isi …………………………………………………………………….. viii
Daftar
Tabel …………………………………………………………………. x
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 5
E. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….. 6
F. Definisi Konsep dan Definisi
Operasional …………………….. 6
BAB
II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Latar Belakang Pendidikan Guru …………. 9
B. Tinjauan Tentang Efektivitas
Proses Belajar Mengajar ………. 29
C. Kajian Tentang Hubungan
Antara Latar Belakang
Pendidikan Guru dengan
Efektivitas
Proses Belajar Mengajar ………………………………………. 49
D. Hipotesis ………… ……………………………………………. 50
BAB
III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian …………………………………………….. 51
B. Populasi dan Sampel ………………………………………… 54
C. Pengumpulan Data ………………………………………….. 56
D. Analisis Data …………………………………………………. 62
BAB
IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Obyek
Penelitian …………………………….. 65
B. Penyajian Data ………………………………………………… 71
C. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis………………………… 86
D. Diskusi dan Interpretasi ………………………………………. 90
BAB
V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 92
B. Saran-saran ……………………………………………………. 92
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
· Musnad
al-Syihab al-Qodo’i, jld. 4, hal. 365.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia di muka bumi
sebagai khalifah yang mengembangkan tugas sangat berat yaitu menjaga
keseimbangan ekosistem serta mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan
makhluk di muka bumi. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah : 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ (30) [البقرة/30]
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhan-Mu
berfirman kepada para malaikat. "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau" Tuhan berfirman: "sesunggunya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui" (Depag RI, 2000:13)
Manusia sebagai khalifah mempunyai dua
dimensi tugas yaitu dimensi ilahi yang bararti sarana dan alat untuk
memperbaiki kehidupan sosial masyarakat.
Namun manusia memiliki
kecenderungan-kecenderungan untuk keluar dari rel kekhalifahan yang mengarah
pada hal-hal yang tidak manusiawi. Dengan pendidikan manusia secara bertahap
dapat dimanusiakan sebagai hamba Allah yang mampu memikul tugas kekhalifahan.
Pendidikan merupakan usaha manusia yang
fundamental untuk mengantarkan manusia kepada harkat dan martabat yang
sebenarnya.
Pendidikan juga sebagai alat untuk
membimbing anak dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, sehingga pada gilirannya dapat merubah tingkah laku dari tidak baik
menjadi baik dan yang baik menjadi lebih baik dalam rangka pencapaian
kematangan. Dalam pencapaian kematangan harus menyeluruh pada tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini merupakan usaha untuk mencetak manusia
yang berkwalitas, bertanggung jawab dalam artian tidak hanya mengajar lahiriyah
saja atau batiniah semata melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara
keduanya, yaitu antara kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa
pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam rangka
pencapaian kesempurnaan hidup, sehingga mencerminkan manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT. Hal ini erat sekali dengan tujuan pendidikan
nasional yang termaktub dalam Undang-undang RI tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab
II Pasal 3 yang berfungsi sebagai berikut:
"Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab"
(Fokus Media, 2003:6).
Peran guru sangat besar dalam pencapaian
tujuan pendidikan, karena guru yang bersinggungan langsung dengan siswa serta
mengarahkan siswa terhadap tujuan pendidikan yang diharapkan. Guru memegang
peranan sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya pada gurulah tugas dan
tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sistem pendidikan guru sebagai suatu
sistem pendidikan nasional merupakan faktor kunci dan memiliki peran yang
strategis dalam pengadaan guru yang berkompetensi. Pada hakikatnya,
penyelenggaraan proses pendidikan pada semua jenjang dan semua satuan
pendidikan ditentukan oleh faktor guru, disamping perlunya unsur-unsur penunjang
lainnya. Kwalitas kemampuan guru yang rendah akan berdampak pada rendahnya mutu
pendidikan. Sedangkan derajat kemampuan guru sejak semula disiapkan pada suatu
lembaga pendidikan guru, baik secara berjenjang maupun secara keseluruhan.
Pada lembaga-lembaga pendidikan masih
banyak terdapat guru-guru yang bukan lulusan pendidikan keguruan, sehingga
kemampuannya diragukan minimnya jumlah lulusan keguruan di suatu daerah.
Keraguan atas kemampuan guru yang bukan lulusan pendidikan keguruan merupakan
hal yang wajar, karena tidak melalui proses pendidikan keguruan.
Kompetensi (kemampuan) guru sangatlah
berpengaruh terhadap efektivitas proses belajar mengajar. Semakin baik kualitas
kompetensi guru maka semakin baik kualitas pengaruhnya pada proses belajar mengajar
yang ia lakukan. Rendahnya kompetensi guru berdampak pada rendahnya efektivitas
proses belajar mengajar.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada kaitannya latar belakang pendidikan guru terhadap
kompetensi guru sehingga mempengaruhi efektivitas proses belajar mengajar. Agar
terciptanya guru yang berkompeten, seorang guru harus melalui pendidikan
keguruan. Kompetensi guru merupakan hal yang sangat urgen dalam rangka
efektivitas proses belajar mengajar. Secara tidak langsung latar belakang
pendidikan guru berpengaruh terhadap efektivitas proses belajar mengajar.
Sebab masih banyak para guru yang mengajar
belum sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, bahkan lebih ekstrim lagi
tidak sesuai dengan kemampuan mengajarnya. Oleh karena itu berpijak terhadap
temuan awal di lapangan, dimana penelitian ini dilakukan, bahwa memang masih
terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmunya, akan tetapi
kondisi proses belajar mengajar berjalan efektif. Oleh karena itu, dari
fenomena ini, penting rasanya untuk dilakukan penelitian, yang tertuang dalam
sebuah judul “Hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan efektivitas
proses belajar mengajar siswa MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi Tahun
Pelajaran 2011/2012.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di
atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
“Adakah hubungan antara latar belakang
pendidikan guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar siswa MTs Mambaul
Huda Tegalsari Banyuwangi Tahun Pelajaran 2011/2012?”
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
Ingin mengetahui ada tidaknya
hubungan antara latar belakang pendidikan guru terhadap efektivitas proses
belajar mengajar siswa MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi Tahun
Pelajaran 2011/2012.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang hubungan antara latar
belakang pendidikan guru dengan efektivitas proses belajar mengajar memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi
guru berkaitan dengan bidang tugas profesinya sebagai pendidik dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan, khususnya bagi calon pendidik.
2. Dapat dijadikan acuan pengambilan
kebijakan bagi lembaga yang diteliti
3. Sebagai masukan bagi peneliti lebih lanjut
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya bagi calon pendidik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk memberikan
batasan-batasan mengenai persoalan yang dibahas dalam penelitian ini. Adapun
ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel; 1) latar
belakang belakang pendidikan guru (independent/bebas) yang memiliki indikator;
keguruan dan non keguruan. 2) variabel efektivitas proses belajar mengajar
(dependent/terikat) dengan indikator; persiapan mengajar, penguasaan bahan
pengajaran, pemilihan metode, menggunakan media dan alat peraga, pengadaan
evaluasi.
2. Populasi/Subyek Penelitian
Populasi atau subyek dari penelitian ini adalah seluruh
siswa MTs Mambaul Huda
Tegalsari Banyuwangi Tahun Pelajaran 2011/2012.
3. Lokasi/tempat Penelitian
Sesuai dengan populasi yang ada, maka lokasi penelitian
ini adalah di MTs Mambaul
Huda Tegalsari.
F.
Definisi Konsep dan Definisi Operasional
1.
Definisi Konsep
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam
pengertian yang dimaksud dalam judul di atas, maka penulis memberikan
penjelasan masalah yang terdapat dalam judul skripsi sebagai berikut:
a. Latar Belakang Pendidikan Guru
Pengertian latar belakang pendidikan guru
dalam penelitian ini adalah pendidikan keguruan atau non keguruan yang telah
ditempuh guru yang mempengaruhi terhadap kompetensi guru.
Yang dimaksud oleh penulis adalah guru di MTs
Mambaul Huda Tegalsari.
b. Efektivitas Proses Belajar Mengajar
Menurut Moh. Uzer Usman, proses belajar mengajar adalah suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu
(Suryasubroto, 1997:19).
Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan efektivitas
proses belajar mengajar adalah ketepatan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif sehingga tercapai tujuan pendidikan.
Efektivitas proses belajar mengajar yang dimaksud dalam penelitian ini
ialah efektivitas proses belajar mengajar di MTs Mambaul Huda Tegalsari.
2.
Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel; 1) latar
belakang belakang pendidikan guru sebagai variabel independent atau bebas,
dimana variabel ini dpat ditinjau dari seorang guru mempunyai pendidikan
keguruan dan non keguruan. 2) variabel efektivitas proses belajar mengajar
sebagai variabel dependent atau terikat, yang dapat dilihat dari bagaimana guru
dalam persiapan mengajar, penguasaan bahan pengajaran, pemilihan metode,
menggunakan media dan alat peraga, pengadaan evaluasi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Latar Belakang Pendidikan Guru
1. Pengertian Latar Belakang Pendidikan Guru
Yang
dimaksud latar belakang pendidikan guru adalah pendidikan yang telah ditempuh
sebelum menjadi guru yang berupa pendidikan keguruan (SPG, PGA, SGO, FKIP, F.
Tarbiyah, PGSD/MI, PGTK/RA) maupun pendidikan non keguruan (SMA, SMK dan
pendidikan tinggi non keguruan), sehingga mempengaruhi kompetensi guru.
2. Syarat-syarat Menjadi Guru
Guru
merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia sumber
yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika
semua orang mempermasalahkan dunia pendidikan,
figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan, terutama yang
menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat
disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia pendidikan guru.
Sebagian besar waktu guru adalah di sekolah, sisanya ada di rumah dan di
masyarakat (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:1)
Tugas guru
tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik, maka untuk melaksanakan tugas
sebagai guru, tidak semua orang dapat melaksanakannya.
Menurut M.
Ngalim Purwanto (2004:50), ada lima syarat yang harus dimiliki oleh guru :
a. Berijazah
Ijazah
sebagai syarat untuk menjadi guru. Ijazah bukanlah semata-mata sebagai sehelai
kertas saja, ijazah adalah surat bukti yang menunjukkan bahwa seseorang telah
mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan-kesanggupan yang tertentu yang
diperlukan untuk suatu jabatan atau pekerjaan.
b. Sehat jasmani dan rohani
Kesehatan jasmani
dan rohani adalah suatu syarat yang penting bagi tiap-tiap pekerjaan. Orang
tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik jika badannya selalu diserang oleh
suatu penyakit.
c. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berkelakuan baik
Dalam
Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan : "Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berima dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab" (Fokus media, 2003:6)
Allah SWT
menganjurkan untuk bertakwa kepada-Nya, sebagaimana dijelaskan di dalam
Al-Qur'an :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ
تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (100) [آل عمران/100]
Artinya: "Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu mengikuti dari orang-orang yang diberi al-Kitab, niscaya
mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman".
(QS. Al-Imron:100) (Depag RI, 2000:13)
d. Bertanggung Jawab
Di dalam
pasal 3 dinyatakan bahwa, tujuan pendidikan selain membentuk manusia susila
yang cakap, juga manusia yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
dan tanah air. Hal ini berarti bahwa guru harus berusaha mendidik anak-anak
menjadi warga negara yang baik, warga negara yang menginsyafi tugasnya sebagai
warga negara.
e. Berjiwa Besar
Untuk
menanamkan jiwa nasional, memerlukan orang yang berjiwa nasional pula. Dalam
hal menanamkan perasaan nasional itu, guru hendaknya selalu menjaga agar jangan
sampai timbul cauvinisme, yaitu perasaan kebangsaan yang sangat
berlebih-lebihan. Salah satu alat yang utama untuk menanamkan perasaan kenasionalan
adalah bahasa (Ngalim Purwanto, 2004:142)
3. Sifat-sifat yang Harus Dimiliki Guru
Menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi yang
dikutip oleh Hj. Nur Uhbiyati (1998:50) berpendapat bahwa guru harus memiliki
sifat-sifat tertentu agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, yaitu:
a. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan
materi, dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata
b. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh
dari dosa besar, sifat ria' (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan
dan lain-lain, sifat yang tercela. Sebagiamana dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Turmudzi:
لاَتُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ ِلاَخِيْكَ فَيَرْحَمَهُ اللهَ وَيَبْتَلِيْكَ
Artinya: "Janganlah engkau
menampakkan celaan kepada saudaramu, karena Allah akan belas kasih kepadanya
dan akan mengujimu" (Jamal Abdurrahman, 2003:183)
c. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan
kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah
suksesnya tugas dan sukses murid-muridnya.
d. Seorang guru harus bersifat pamaaf
terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati,
banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil. Berkepribadian
dan mempunyai harga diri.
e. Seorang guru harus mengetahui tabiat,
pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak
keliru dalam mendidik murid-muridnya.
f. Seorang guru harus menguasai mata
pelajaran yang akan diberikan, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu
sehingga mata pelajaran itu tidak akan bersifat dangkal. Misalnya sikap
menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata
pelajaran (Nur Uhbiyati, 1998:77)
4. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses
belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan
dan kompetensi guru yang kompeten akan lebih mamu menciptakan lingkungan
belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil
belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Peranan dan
kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana
yang dikemukakan oleh Adam dan Decer dalam Baca Princple of Students Taching,
antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencanaan, supervisor, motivator, dan
konselor yang dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan
dan diklasifikasikan sebagai berikut (Moh. Uzer Usman, 2004:9)
a. Guru sebagai demonstrator
Dalam
interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami. Apalagi anak
didik hanya memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar
dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara
memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga yang guru inginkan
sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi salah pengertian antara guru
dan anak didik. Tujuan pengajaran pun dapat tercapai secara efektif dan efisien
(Syaiful Bahri Djamarah, 2000:47-49)
b. Guru sebagai pengelola kelas
Sebagai
menejer guru bertanggng jawab memelihara lingkungan fisik kelas agar senantiasa
menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses
intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru tidak hanya
memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan bekerja dan
belajar secara efektif di kalangan siswa.
c. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai
mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antara manusia. Untuk
keperluan itu guru harus trampil mempergunakan bagaimana orang berinteraksi dan
berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas
lingkungan yang intraktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat
dilakukan guru, yaitu berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik,
mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif
dengan siswa.
Sebagai
fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna
serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang
berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
d. Guru Sebagai Evaluator
Dalam
fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti
hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang
diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik terhadap proses belajar
mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses
belajar mengajar akan terus menurus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang
optimal (Moh. Uzer Usman, 2004:10-12)
5. Kode Etik Guru
Berbicara
mengenai "kode etik guru" berarti kita membicarakan di negara kita.
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres
PGRI XII pada tanggal 21 sampai dengan 25 November 1973 di Jakarta, terdiri
dari sembilan item, yaitu :
a. Guru berbakti membimbing anak didik
seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam
menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam
memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari bentuk
penyalah gunaan.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah
dan memelihara hubungan dengan orang tua anak didik dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan anak didik.
e. Guru memilihara hubungan baik dengan
masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
f. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya
g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan
antar sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
h. Guru secara hukum bersama-sama memelihara,
membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana
pengabdiannya.
i.
Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:49-50)
6. Pantangan Seorang Guru
Ketika
bicara tentang guru ingatan kita langsung pada sosok manusia yang memiliki budi
pekerti luhur, adap asor, sopan santun, punya kepedulian dan perhatian pada
sesama dan sejumlah sifat positif lainnya. Guru adalah profesi yang adiluhur,
tak heran orang begitu terpengaruh manakala ada oknum guru tindak asusila.
Disamping
ada sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdapat pula
sejumlah pantangan yang tabu sekali dilakukan. Beberapa diantara nya dapat
penulis sajikan di bawah ini :
a. Melakukan Molimo
Bagi seorang
guru pantangan sekali melakukan molimo (maen, madon, madat, maling, minum).
Jangankan melakukan kelimanya, satu saja sudah dapat merusak citranya sebagai
seorang guru. Dan jangankan berbuat, mendekati saja sudah haram hukumnya.
Molimo benar-benar harus dijauhi karena tidak ada kebaikan padanya, kecuali
maksiat.
b. Bersikap Arogan
Arogan
atau sombong juga bukan termasuk akhlak yang mulia. Seorang guru sejati sudah
pasti harus menjauhkan dirinya dari sifat yang sombong. Kesombongan tidak patut
dilakukan oleh seorang guru, karena memang tidak ada alasan baginya untuk
sombong.
Rasanya
juga tidak etis ketika di tengah-tengah masyarakat yang beradap kedapatan ada
guru yang sombong, kontradiksi sekali, jangankan orang lain muridnya pun akan
mencela.
Allah
melarang manusia besikap sombong, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ (18) [لقمان/18]
Artinya : "Dan janganlah kamu
memalingkah mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri". (QS. Luqman: 18) (Depag RI, 2000:655).
c. Korupsi Waktu
Korupsi
bukan persoalan biasa, walaupun biasa dilakukan orang. Namanya saja korupsi
biarpun yang dikorupsi waktu tetap saja korupsi. Mungkin ada yang berkata,
"ala wong cuma setengah jam". Setengah jam itu bukan sekedar
"Cuma" tetapi waktu yang terbuang.
d. Melakukan KKN
Kalau
korupsi waktu saja harus kita hindari jauh-jauh, apalagi KKN. Seorang guru
memiliki tugas dan kewajiban memberikan pendidikan kepada murid-murid. Guru
adalah teladan yang baik, bukan figur yang serat dengan penyelewengan (Suejitno
Inmim, tt:177-186)
7. Kompetensi yang Harus Dimiliki Guru
Menurut Nana
Sudjana (1995:18), kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yakni :
a. Kompetensi bidang kognitif, artinya
kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai
cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar, dan tingkah laku individu,
pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi
kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan
tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
b. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan
dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan
profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki
perasaan-perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap
toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk
meningkatkan hasil pekerjaan.
c. Kompetensi prilaku/performance, artinya
kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/berperilaku, seperti keterampilan
mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau
berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para
siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan
melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain. Perbedaan dengan kompetensi
kognitif terletak dalam sifatnya. Kalau kompetensi kognitif berkenaan dengan
aspek teori atau pengetahuannya, pada kompetensi prilaku yang diutamakan adalah
praktek/keterampilan melaksanakannya.
Untuk
keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau
kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan
hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni a) merencanakan
program belajar mengajar, b) melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar
mengajar, c) menilai kemajuan proses belajar mengajar, d) menguasai bahan
pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang
dipegangnya/ dibinanya (Nana Sudjana, 1995:19)
8. Pendidikan Keguruan
Masalah
guru adalah masalah yang penting. Penting oleh sebab mutu guru turut menentukan
mutu pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan akan menentukan mutu generasi muda,
sebagai calon warga negara dan masyarakat. Masalah mutu guru sangat bergantung
pada sistem pendidikan guru (Oemar Hamalik, 2004:19)
Program
pendidikan guru terdiri dari:
a. SO1 (Diploma guru TK/RA dan
SD/MI) -80 kredit (2 tahun)
b. SO2 (Diploma guru SLTP) -100
kredit (3 tahun)
c. S1 (Sarjana) -140 kredit (4
tahun) (Oemar Hamalik, 2004:13)
Proses
kegiatan pendidikan keguruan sebagai berikut:
a. Proses pendidikan dalam kelas. Mengikuti
kegiatan akademis sebagaimana mestinya seperti mengikuti kuliah, membuat
tugas-tugas karangan atau laboratorium, menempuh ujian tengah semester dan
ujian akhir semester, diskusi dan lain-lain.
b. Proses pendidikan ekstrakurikuler. Lembaga
perlu memprogram kegiatan-kegiatan ekstra, seperti keolahragaan, kependidikan,
kesenian, keterampilan dan sebagainya
c. Proses pendidikan praktek keguruan.
Praktek di Micro Teaching dan selanjutnya di program intensif di sekolah yang
ditentukan.
d. Proses pendidikan luar sekolah. Mengikuti
kegiatan KKN, Bimas pendidikan pemberantasan buta huruf dan sebagainya.
e. Proses akhir pendidikan. Menempuh ujian
akhir program dan proses penempatan. Direncanakan calon guru sudah akan
ditempatkan 6 bulan sebelum yang bersangkutan menempuh ujian akhir dengan rekomendasi
dari Dekan atau Rektor (Oemar Hamalik, 2004:14-15)
9. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Sehubungan
dengan peningkatan profesi, guru memang dituntut untuk selalu mengembangkan
dirinya baik mengenai materi pelajaran dari bidang studi yang menjadi
wewenangnya maupun keterampilan guru. Tanpa belajar lagi kemungkinan resiko
yang terjadi ialah tidak tepatnya materi yang diajarkan dan metodologi mengajar
yang digunakan (Suryasubroto, 2004:190)
Menurut
buku "Manajemen Pendidikan di Sekolah" yang dikutip oleh B. Suryasubroto
(2004:191-192), bahwa bentuk-bentuk peningkatan profesi keguruan, sebagai
berikut:
a. Peningkatan profesi secara individual
1) Peningkatan profesi melalui penataran
a) Penataran melalui radio (siaran radio
pendidikan)
b) Penataran yang diselenggarakan oleh proyek
pelita departemen pendidikan dan kebudayaan.
c) Penataran tertulis seperti yang
diselenggarakan oleh pusat pengembangan-pengembangan penataran guru tertulis.
2) Peningkatan profesi melalui belajar
sendiri
Dalam hal ini guru memilih sendiri
buku-buku yang dibutuhkan yang sesuai bagi kepentingannya untuk dipelajari
sendiri.
3) Peningkatan profesi melalui media massa
Media massa seperti televisi, surat kabar
dan majalah kadang-kadang menyiarkan artikel-artikel pengetahuan atau
keterampilan yang penting untuk dipelajari.
b. Peningkatan profesi melalui organisasi
keguruan
1) Diskusi kelompok
Dalam diskusi kelompok beberapa orang
membahas suatu masalah yang sudah ditulis (disiapkan terlebih dahulu). Dengan
diskusi semacam ini merangsang para anggota untuk belajar lebih lanjut.
2) Ceramah ilmiah
Ceramah ilmiah dapat diselenggarakan
secara periodik, judul atau masalah yang disiapkan dapat ditentukan oleh
pimpinan organisasi atau atas usulan anggotanya.
3) Karyawisata
Organisasi dapat memecahkan dan
menyelenggarakan karyawisata ke suatu objek pendidikan tertentu yang mengandung
masalah dan mampu menambah informasi pengetahuan kepada guru. Disamping itu
obyek-obyek lain yang menunjang materi pelajaran dapat pula menjadi obyek
karyawisata.
4) Buletin organisasi
Biasanya suatu organisasi profesi
menerbitkan buletin secara periodik untuk disebarkan kepada para anggota.
Buletin organisasi perlu diisi berbagai macam artikel pengetahuan yang mampu
mendukung perkembangan profesi.
B. Tinjauan Tentang Efektivitas Proses
Belajar Mengajar
1. Pengertian Efektivitas Proses Belajar
Mengajar
Menurut
Moh. Uzer Usman, proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu
(Suryasubroto, 1997:19)
Dari
ungkapan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan efektivitas peroses
belajar mengajar adalah ketepatan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif sehingga tercapai tujuan pendidikan.
2. Perencanaan Program Belajar
a. Program jangka agak panjang
Pada
dasarnya yang menjadi isi dari program semester adalah apa yang tercantum dalam
GBPP, tetapi beberapa pengaturan kembali serta peluasan dan kelengkapan
sehingga membentuk suatu program kerja pengajaran. Adapun unsur-unsur yang
biasanya terkandung dalam program satuan semester tertentu meliputi :
1) Tujuan
Tujuan yang
dicantumkan dalam program semester adalah tujuan-tujuan yang masih bersifat
umum yang diangkat dari GBPP, yaitu tujuan kurikuler dan instruksional umum.
2) Pokok/satuan bahasan
Pokok/satuan
bahasan menunjukkan judul materi pelajaran yang akan dipelajari/diajarkan dalam
satu semester yang bersangkutan. Pokok/satuan bahasan tersebut diambil dari
GBPP tanpa/dengan penyesuaian dan pengaturan kembali oleh guru yang
bersangkutan.
3) Metode mengajar
Sekalipun
masih bersifat tentatif atau sementara, dalam program semester hendaknya
dicantumkan pula metode-metode mengajar yang direncanakan akan digunakan dalam
mengajar setiap pokok/satuan behasan yang telah ditetapkan.
4) Media dan sumber
Disamping
metode mengajar, untuk tiap pokok/satuan bahasan dicantumkan pula media/alat
bantu dan buku sumber yang digunakan. Pencantuman buku sumber meliputi nama
penulis, judul buku, tahun dan penerbit, dan juga bagian atau hak yang diacu
dalam pengajaran pokok/satuan bahasan yang bersangkutan.
5) Evaluasi pengajaran
Dalam
program semester tersebut hendaknya terlihat pula kegiatan-kegiatan evaluasi
yang dilaksanakan di luar masing-masing pokok/satuan bahasan, seperti
evaluasi/tes sumatif dan evaluasi/tes subsumatif.
6) Waktu
Untuk setiap
pokok/satuan bahasan dan kegiatan evaluasi dalam sumber yang bersangkutan,
perlu dicantumkan pula jumlah waktu yang dialokasikan, sehingga sejak awal
sudah dapat diketahui apakah program semester yang dibuat itu dapat
diselesaikan pada waktunya. Jika melebihi waktu yang tersedia, maka perlu
diadakan penyesuaian-penyesuaian dalam materi ataupun alokasi waktu.
7) Lain-lain
Pada bagian
awal formal program, hendaknya ditulis judul program, semester keberapa, kelas
dan nama sekolah serta nama mata pelajaran (Kandiri Masyrif, 2003:43-44)
b. Program jangka pendek
Komponen-komponen
isi dari satuan-satuan pelajaran tidak banyak berbeda dengan program semester.
Perbedaannya adalah pada satuan pelajaran tujuan dan bahan ajaran disusun lebih
rinci dan spesifik, metode mengajar dilaksanakan dalam bentuk yang lebih
kongkrit berupa proses bagaimana guru menyampaikan pelajaran/mendorong siswa
belajar dan bagaiman siswa belajar. Pada evaluasi, alat evaluasinya sudah
tersusun
Bentuk
satuan pelajaran yang dikembangkan pada berbagai daerah atau sekolah mungkin
berbeda-beda, tetapi isinya pada prinsipnya sama. Unsur-unsur pokok yang
terkandung dalam satuan pelajaran meluputi:
1) Tujuan pengajaran atau tujuan
instruksional yang akan dicapai
2) Pokok materi yang disajikan
3) Kegiatan belajar mengajar yang akan
dilaksanakan dirinci menurut kegiatan guru dan kegiatan siswa
4) Media/alat pelajaran dan sumber bahan yang
akan digunakan
5) Cara evaluasi yang akan ditempuh,
dilengkapi dengan alat evaluasi hasil belajar (Kandiri Masyrif, 2003:45)
Sehubungan
dengan penyusunan satuan pelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Karakteristik dan kemampuan awal siswa
Karakteristik
dan kemampuan awal siswa adalah pengetahuan dan keterampilan yang relevan
termasuk latar belakang karakteristik yang dimiliki siswa pada saat akan mulai
mengikuti suatu program pengajaran
2) Tujuan instruksional khusus (TIK)
Tujuan
instruksional khusus adalah kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus
dimiliki oleh siswa manakala ia telah selesai mengikuti suatu program pelajaran
3) Bahan pelajaran
Bahan
pelajaran atau materi pelajaran adalah gabungan antara pengetahuan (fakta,
informasi yang terperinci), keterampilan (langkah, prosedur, keadaan dan
syarat-syarat) dan faktor sikap.
4) Metode mengajar
5) Sarana dan alat pendidikan.
Sarana atau
alat pendidikan adalah alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Lebih lanjut Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa sarana
pendidikan terdiri dari alat pengajaran, alat peraga dan alat pendidikan.
6) Strategi evaluasi (Suryasubroto,
1997:31-35
3. Penentuan Materi Pelajaran
Materi
pelajaran merupakan sesuatu yang disajikan guru untuk diolah dan kemudian
dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan instruksional yang
telah dicapai. Dengan kata lain, materi pelajaran merupakan salah satu unsur
atau komponen yang penting artinya untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran
materi pelajaran terdiri dari fakta-fakta, generalisasi, konsep, hukum/aturan
dan sebagainya, yang terkandung dalam mata pelajaran (Kandiri Masyrif,
2003:140)
a. Pengertian materi pelajaran
Bahan
pelajaran atau materi pelajaran adalah gabungan antara pengetahuan (fakta,
informasi yang terperinci), keterampilan (langkah, prosedur dan syarat-syarat)
dan faktor sikap (Suryasubroto, 1997:32)
b. Persyaratan materi
Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran antara lain :
1) Materi pelajaran hendaknya sesuai
dengan/menunjang tercapainya tujuan instruksional
2) Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan
tingkat pendidikan
3) Materi pelajaran hendaknya terorganisir
secara sistematik dan berkesinambungan.
4) Materi pelajaran hendaknya mencakup
hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual (Kandiri Masyrif, 2003:141)
c. Cara pemilihan materi
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih/ menetapkan materi pelajaran
1) Tujuan pengajaran
Materi pelajaran hendaknya ditetapkan
dengan mengacu pada tujuan-tujuan instruksional yang ingin dicapai
2) Pentingnya bahan
Materi yang diberikan hendaknya merupakan
bahan yang betul-betul penting, baik dilihat dari tujuan yang ingin dicapai
maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.
3) Nilai praktis
Materi yang dipilih hendaknya bermakna
bagi para siswa, dalam arti mengandung nilai praktis/bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari.
4) Tingkat perkembangan peserta didik
Kedalaman materi yang dipilih hendaknya
ditetapkan dengan memperhitungkan tingkat perkembangan berfikir siswa yang
bersangkutan, dalam hal ini biasanya telah dipertimbangkan dalam kurikulum
sekolah yang bersangkuta
5) Tata urutan
Materi yang diberikan hendaknya ditata
dalam uraian yang memudahkan dipelajari keseluruhan materi oleh peserta didik
atau siswa (Kandiri Masyrif, 2003:143)
4. Pemilihan dan Penggunaan Metode Mengajar
a. Pengertian metode mengajar
Metode
mengajar adalah kesatuan langkah kerja yang dikembangkan oleh guru berdasarkan
pertimbangan rasional tertentu, masing-masing jenisnya bercorak khas dan
kesemuanya berguna untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Suryasubroto,
1997:33)
b. Pemilihan metode mengajar
Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan oleh guru dalam memilih metode, yaitu:
1) Anak didik
Perbedaan individual anak didik pada aspek
biologis, intelektual dan psikologis mempengaruhi pemilihan dan penentuan
metode yang mana sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kreatif dalam sekon yang relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang
telah dirumuskan secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak
didik yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
2) Tujuan
Perumusan tujuan instruksional khusus akan
mempengaruhi kemampuan yang bagaimana yang terjadi pada diri anak didik. Proses
pengajaranpun dipengaruhinya. Demikian juga penyelesaian metode yang harus guru
gunakan di kelas. Metode yang dipilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang
hendak diisi ke dalam diri setiap anak didik. Artinya, metodelah yang harus
tunduk kepada kehendak tujuan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang
bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
3) Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang
guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh
jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di
luar ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang
sesuai dengan situasi yang diciptakan itu.
4) Fasilitas
Fasilitas merupakan yang mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang
menunjang belajar anak didik di sekolah lengkap tidaknya fasilitas belajar akan
mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
5) Guru
Kepribadian, latar belakang pendidikan dan
pengalaman mengajar adalah perencanaan intern guru yang dapat mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode mengajar (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:87-93)
c. Macam-macam Metode Mengajar
Ada beberapa
metode yang biasa dalam kegiatan mengajar, antara lain :
1) Metode proyek
Metode proyek atau unit adalah cara
penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas
dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan
dan bermakna.
2) Metode eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara
penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
3) Metode tugas dan resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode
penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar.
4) Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian
pelajaran, di mana siswa-siswi dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa
pernyataan yang bersifat problematik atau dibahas dan dipecahkan bersama.
5) Metode sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat
dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilih gantikan.
Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya
dengan masalah sosial.
6) Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian
bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu
proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya
ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan.
7) Metode problem solving
Metode problem solving (metode pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu
metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode
lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai dengan menarik kesimpulan.
8) Metode karyawisata
Metode karyawisata adalah cara mengajar
yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat objek tertentu di luar
sekolah untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu,
perkebunan, museum dan sebagainya.
9) Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada
siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru
10) Metode latihan
Metode latihan yang disebut juga metode
training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu.
11) Metode ceramah
Metode ceramah adalah cara penyajian
pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara
langsung terhadap siswa (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:94-110)
d. Penggunaan Metode Mengajar
Dalam
prakteknya, metode mengajar tidak digunakan sendiri-sendiri, tetapi merupakan
kombinasi dari beberapa metode mengajar. Berikut akan dikemukakan kemungkinan
kombinasi mengajar.
1)
Ceramah,
tanya jawab dan tugas
Metode
ceramah harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain. Oleh
sebab itu, setelah guru selesai memberikan ceramah, dipandang perlu untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengadakan tanya jawab. Tanya jawab
diperlukan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan
oleh guru melalui metode ceramah.
Untuk
lebih memantapkan penguasaan terhadap materi yang telah disampaikan, pada tahap
selanjutnya siswa diberi tugas,
misalnya membuat kesimpulan atau generalisasi dari hasil ceramah,
mengerjakan pekerjaan rumah, diskusi, dan lain-lain
2)
Ceramah,
diskusi dan tugas
Ceramah
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan atau informasi mengenai bahan yang akan
atau dibahas dalam diskusi sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada akhir kegiatan diskusi, siswa diberi
tugas yang harus dikerjakan saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil
yang dicapai siswa melalui diskusi tersebut.
3)
Ceramah,
demonstrasi, eksperimen
Tekanan
dari kombinasi ketiga metode mengajar ini ada pada metode eksperimen yang
didahului oleh demonstrasi. Sedangkan metode ceramah digunakan dalam upaya
menjelaskan hakikat bahan pelajaran (sebagai pengantar) sebelum melakukan
demonstrasi dan eksperimen. Demonstrasi dan eksperimen pada dasarnya
menjelaskan proses atau terjadinya suatu kejadian yang dapat diamati oleh
pancaindera, misalnya demonstrasi terjadinya permainan benda.
4)
Ceramah,
sosiodrama dan diskusi
Sebelum
metode sosiodrama digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan
guru tentang situasi sosial yang akan didramakan oleh para pelaku. Tanpa
diberikan penjelasan tersebut, siswa tidak akan dapat perannya dengan baik.
Sosiodrama
akan lebih manarik bila pada situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan.
Selanjutnya diadakan diskusi bagaimana jalan cerita seterusnya atau pemecahan
masalah selanjutnya.
5)
Ceramah,
problem solving dan tugas
Pada saat
guru memberikan pelajaran kepada siswa, ada kalanya timbul persoalan yang tidak
dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk
itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah atau problem solving
sebagai jalan keluar. Kemudian akhiri
dengan tugas-tugas, baik tugas individu maupun tugas kelompok, sehingga siswa
melakukan tukar pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
6)
Ceramah,
demonstrasi dan latihan
Metode
latihan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau
keterampilan dari bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu, metode ceramah dapat
digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan ceramah adalah untuk
memberi penjelasan kepada siswa mengenai bentuk keterampilan tertentu yang
hendak dilakukan. Sedangkan demonstrasi di sini dimaksudkan untuk memperagakan
atau mempertunjukkan suatu keterampilan yang akan dipelajari siswa, misalnya akan
belajar jaipong.
7)
Simulasi
(bermain peran)
Simulasi
adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja. Simulasi dapat
digunakan untuk melakukan proses tingkah laku secara imitasi ataupun bermain
peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan
sebenarnya (Nana Sudjana, 1996:58-63)
5. Peranan Media Sumber Belajar Dalam Proses
Belajar Mengajar
a. Pengertian media
Sebelum
uraian ini sampai pada penggunaan media oleh guru dalam proses belajar
mengajar, ada baiknya dipahami apa yang dimaksud media itu sebenarnya. Kata
media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium,
yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dapat dipahami bahwa
media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan
guna mencapai tujuan pengajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:136-137).
b. Fungsi dan manfaat media
Manfaat media pengajaran dalam proses
belajar siswa antara lain :
1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya
sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai
tujuan pengajaran lebih baik
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi,
tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata guru, sehingga
siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apa lagi bila guru mengajar
untuk setiap jam pelajaran.
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan
belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain
seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan dan lain-lain (Nana Sudjana, 2002:2)
c. Macam-macam Media
Pada
dasarnya jenis media dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu media
auditif, media visual dan media audiovisual.
1) Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya
mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, casette recorder, piring
hitam.
2) Media visual
Media visual adalah media yang hanya
mengandalkan indra penglihatan. Media visual ada yang menampilkan seperti film
strip (film rangkai), slides (film bingkai), foto, gambar atau lukisan,
cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang
bergerak seperti film bisu, film kartun.
3) Media audiovisual
Media audiovisual adalah media yang
mempunyai unsur suara dan gambar. Media ini dibagi lagi ke dalam :
a)
Audiovisual
diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai
suara, film rangkai suara, cetak suara
b)
Audiovisual
gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak
seperti film suara dan radio-cassette (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:140-141)
d. Pemilihan media
Kriteria
pemilihan media sumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem
instruksional secara keseluruhan. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang patut
diperhatikan dalam memilih media:
1)
Sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan
instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu
dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
2)
Tepat
untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau
generalisasi. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media
harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampun
mental siswa.
3)
Praktis,
halus dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan
kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan
dan dibawa ke mana-mana.
4)
Guru
terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun media
itu guru harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat
media amat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.
5)
Pengelompokan
sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya
jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk
jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil dan perorangan.
6)
Mutu
teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi
persyaratan tertentu (Azhar Arsyad, 2004:75-76)
e. Pengunaan Media
Pemanfaatan
media pengajaran tidak asal-asalan menurut keinginan guru, baik terencana dan
sistematis. Guru harus memanfaatkannya menurut langkah-langkah tertentu, dengan
perencanaan yang sistematik. Ada enam langkah yang biasa ditempuh guru pada
waktu ia mengajar, dengan mempergunakan media. Langkah-langkah itu adalah :
1)
Merumuskan
tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media
2)
Persiapan
guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media mana yang akan
dimanfaatkan guna mencapai tujuan
3)
Persiapan
kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan, sebelum mereka
menerima pelajaran tentang menggunakan media. Guru harus dapat memotivasi
mereka agar dapat menilai, menganalisis, menghayati pelajaran dengan
menggunakan media pengajaran
4)
Langkah
penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. Pada fase ini penyajian bahan
pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran. Media diperbantukan oleh guru
untuk membantunya menjelaskan bahan pelajaran. Media dikembangkan penggunaannya
untuk keefektifan dan efisiensi pencapaian tujuan
5)
Langkah
kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media
pengajaran. Pemanfaatan media di sini bisa siswa sendiri yang memperolehkannya
ataupun guru langsung memanfaatkannya, baik di kelas atau di luar kelas.
6)
Langkah
evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi, sampai
sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat menilai sejauh
mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses
belajar siswa (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:154-155)
6. Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan
a. Pengertian evaluasi
Secara
harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia
berarti penilaian. Sedangkan pengertian evaluasi pendidikan adalah kegiatan
atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau
hasilnya (Anas Sudijono, 2003:2)
b. Fungsi evaluasi
Evaluasi
tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengajaran, maka bagi guru mutlak harus
mengetahui dan mengenal fungsi evaluasi. Sehingga mudah menerapkannya untuk
menilai keberhasilan pengajaran. Secara garis besar fungsi evaluasi dapat
dilihat dari segi anak didik secara individual dan dari segi program
pengajaran.
1) Dilihat dari segi anak didik secara
individual, evaluasi berfungsi:
a) Mengetahui tingkat pencapaian anak didik
dalam suatu proses belajar mengajar
b) Menetapkan keefektifan pengajaran dan
rencana kegiatan
c) Memberi basis laporan kemajuan anak didik
d) Menghilangkan halangan-halangan atau
memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek.
2) Dilihat dari segi program pengajaran,
evaluasi berfungsi :
a) Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan
promosi anak didik
b) Memberi dasar penyusunan dan penempatan
kelompok anak didik yang homogen
c) Diagnosis dan remedial pekerjaan anak
didik
d) Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan
e) Dasar pemberian angka dan rapor bagi
kemajuan anak didik
f) Memotivasi anak didik
g) Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan
anak didik
h) Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam
masyarakat
i)
Mengadministrasi
sekolah
j)
Mengembangkan
kurikulum
k) Mempersiapkan penelitian pendidikan di
sekolah (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:210-211)
c. Tujuan evaluasi
1) Tujuan umum
Secara
umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua yaitu:
a) Tujuan menghimpun bahan-bahan keterangan
yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf
kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b) Tujuan umum yang kedua dari evaluasi
pendidikan adalah untuk mengukur dan menilai sampai dimanakah yang telah
diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidikan, serta kegiatan belajar yang
dilaksanakan oleh peserta didik.
2) Tujuan khusus
Adapun
yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan
adalah :
a) Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin
timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasinya masing-masing
b) Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor
penyebab keberhasilan dan ketidak berhasilan peserta didik dalam mengikuti
program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cara perbaikannya (Anas Sudijono, 2003:16-17)
d. Prinsip evaluasi pendidikan
Evaluasi
hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegangan pada tiga prinsip dasar berikut ini :
1) Prinsip keseluruhan
Dengan prinsip komprehensif dimaksudkan di
sini bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik
apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh dan menyeluruh.
2) Prinsip kesinambungan
Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan
di sini bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar
yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke waktu
3) Prinsip objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahw
evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila
dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif (Anas Sudijono,
2003:31-33)
e. Jenis-jenis evaluasi
1) Evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah penilaian yang
dilaksanakan setiap hari selesai mempelajari suatu unit pelajaran tertentu.
2) Evaluasi subsumatif/sumatif
Evaluasi subsistem adalah penilaian yang
dilaksanakan setelah beberapa satuan pelajaran diselesaikan, dilakukan pada
perempat atau tengah semester. Sedangkan evaluasi sumatif adalah penilaian yang
dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran
tertentu.
3) Evaluasi kokurikuler
Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang
dilakukan di luar jam pelajaran yang telah dijatahkan dalam struktur program,
berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan rumah yang menjadi pasangan kegiatan
intrakurikuler (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:214-216)
f. Alat evaluasi
Dalam
pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah
seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Dengan
pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu
mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang
dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator merupakan cara atau
tehnik dan oleh karena itu dikenal dengan tehnik evaluasi (Suharsimi Arikunto,
2001:25-26)
Pada
umumnya alat evaluasi dibedakan dua jenis, yaitu tes dan non tes.
1) Tes
Tes
digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan dan
keterampilan sebagai hasil kegiatan belajar mengajar. Ditinjau dari segi
pelaksanaannya, tes terdiri dari:
a) Tes tulis
Tes tulis merupakan alat penilaian yang
dijawab oleh siswa, meliputi:
(1) Tes bentuk uraian, yaitu semua bentuk tes
yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian
(2) Tes bentuk objektif, yaitu semua bentuk
tes yang mengharuskan siswa memilih diantara kemungkinan-kemungkinan jawaban
yang telah disediakan.
b) Tes lisan
Tes lisan merupakan alat penilaian yang
pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung untuk
mengetahui kemampuan-kemampuan berupa proses berpikir siswa dalam memecahkan
suatu masalah, mempertanggung jawabkan pendapat, penggunaan bahasa, dan
penguasaan materi pelajaran.
c) Tes perbuatan
Tes perbuatan adalah tes yang diberikan
dalam bentuk-bentuk tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau
perbuatan, misalnya praktek olahraga, praktek laboratorium dan lain-lain.
2) Nontes
Untuk
menilai aspek tingkah laku, jenis nontes lebih sesuai digunakan sebagai alat
evaluasi. Ditinjau dari pelaksanannya, nontes berupa:
a) Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung
antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
b) Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu cara yang tepat
untuk menilai prilaku observasi dapat dilaksanakan secara sistematik, yaitu
dengan menggunakan pedoman observasi dan bisa pula tidak atau tanpa pedoman.
c) Studi kasus
Studi kasus ialah mempelajari individu
dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya.
Misalnya untuk melihat sikap siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru di
sekolah selama satu semester.
d) Skala penilaian
Skala penilaian merupakan salah satu alat
penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif
sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala tersebut penilai tinggal
membubuhkan tanca cek saja (ü).
e) Inventory
Inventory merupakan alat penilaian yang
menggunakan daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak punya pendapat (TPP), tidak setuju (TS), sangat tidak
setuju (STS). Jawaban yang demikian menyangkut masalah sikap seorang anak
(Syaiful Bahri Djamarah, 2000:218-228)
C. Kajian Tentang Hubungan Antara Latar
Belakang Pendidikan Guru dengan Efektivitas Proses Belajar Mengajar
Dari uraian kedua variabel di atas,
dipahami bahwa latar belakang pendidikan guru dapat mempengaruhi terhadap
efektivitas belajar mengajar, karena profesionalisme guru sangat menentukan
keefektifan sebuah proses belajar mengajar, sementara profesionalisme guru
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya.
Untuk itu seorang guru harus pernah
mengenyam pendidikan keguruan, sehingga mampu menjalankan perannya secara
efektif terutama dalam proses belajar mengajar. Namun peningkatan
profesionalisme guru tidak hanya terpaku pada lembaga keguruan, tetapi juga
melalui organisasi keguruan dan pengalaman mengajar.
Dengan demikian alan lebih tercipta
keefektifan sebuah proses belajar mengajar apabila disampaikan oleh guru yang
pernah mengenyam pendidikan kaguruan.
D. Hipotesis
Adapun
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
Ada hubungan antara latar belakang
pendidikan guru dengan efektivitas proses belajar mengajar siswa MTs Mambaul
Huda Tegalsari tahun pelajaran 2011/2012
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Setiap
penelitian harus direncanakan. Untuk itu diperlukan suatu desain penelitian.
Hal ini dimaksudkan agar penelitian mempunyai rancangan tentang cara
mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis
serta serasi dengan tujuan penelitian.
Seperti
yang dijelaskan oleh Nasution (2003:23) tentang kegunaan desain penelitian,
secara terperinci adalah sebagai berikut:
1. Desain memberikan pegangan yang lebih
jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitiannya.
2. Desain menentukan batas-batas penelitian
yang bertalian dengan tujuan penelitian.
3. Desan penelitian memberikan gambaran
tentang macam-macam kesulitan yang akan dihadapi yang mungkin juga telah
dihadapi oleh para peneliti lain.
Dalam
bukunya “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; STAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi”, Tim
Penyusun STAI Ibrahimy (2006:28) menjelaskan bahwa “Desain penelitian dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penelitian eksperimental, dan non
eksperimental”.
Dalam
penelitian ini, penulis akan meneliti tentang ada tidaknya hubungan antara
latar belakang pendidikan guru dengan efektivitas proses belajar mengajar Siswa
MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi Tahun Pelajaran 2011/2012.
Desain
penelitian ini adalah desain penelitian survey yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara
mewawancarai sejumlah kecil dari populasi itu (Nasution, 2003:25).
Dikemukakan
oleh Narbuko dan Achmadi (2003:44), bahwa penelitian survey bisa disebut juga
dengan penelitian deskriptif, yang mempunyai tujuan memecahkan masalah secara
sistematis dan factual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi. Adapun
ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Pada umumnya bersifat menyajikan potret
keadaan yang bisa mengajukan hipotesis atau tidak.
2. Merancang cara pendekatannya hal ini
meliputi macam datanya, penentuan sampelnya, penentuan metode pengumpulan
datanya, melatih tenaga lapangan dan sebagainya.
3. Mengumpulkan data
4. Menyusun laporan
Sedangkan
Nasution (2003:26) menjelaskan tentang beberapa kebaikan dan kelemahan desain
survey, sebagai berikut:
Kebaikan
desain survey, antara lain:
1. Dalam survey biasanya dilibatkan sejumlah
besar orang untuk mencapai generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum yang
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Dalam survey dapat dipergunakan beberapa
tehnik pengumpulan data, seperti angket, wawancara, dan observasi menurut
pilihan si peneliti.
3. Dalam survey sering timbul masalah-masalah
yang sebelumhya tidak diketahui atau diduga, sehingga sekaligus bersifat
eksploratoris.
4. Dengan survey, peneliti dapat membenarkan
atau menolak teori tertentu.
5. Biaya survey relatif murah bila ditinjau
dari besarnya jumlah orang yang memberi informasi.
Kelemahan
desain survey, antara lain:
1. Survey biasanya meneliti pendapat atau perasaan
populasi yang tidak mendalam, apalagi bila digunakan angket.
2. Pendapat populasi yang disurvey biasanya
bersifat berubah-ubah.
3. Tidak ada jaminan bahwa angket dijawab
oleh seluruh sampel. Besar kemungkinan ada perbedaan antara mereka yang
menjawab dan yang tidak menjawab.
Dalam
penelitian non eksperimental yang bersifat survey ini, harus ada penjelasan
dari tiap-tiap variabel dan sifat hubungan dari variabel-variabel tersebut (Tim
Penyusun STAI Ibrahimy, 2006:28). Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah:
1. Latar Belakang Pendidikan Guru
Pengertian latar belakang pendidikan guru dalam
penelitian ini adalah pendidikan keguruan atau non keguruan yang telah ditempuh
guru yang mempengaruhi terhadap kompetensi guru.
Yang dimaksud oleh penulis adalah guru di MTs
Mambaul Huda Tegalsari.
2. Efektivitas
Proses Belajar Mengajar
Menurut Moh. Uzer Usman, proses belajar mengajar
adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu (Suryasubroto, 1997:19).
Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan efektivitas proses belajar mengajar adalah ketepatan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif sehingga tercapai tujuan
pendidikan.
Dari
penjelasan variabel di atas, bisa disimpulkan bahwa keduanya mempunyai
keterkaitan, dan ada indikator salah satu variabel mempengaruhi dengan variabel
yang lain. Dengan pendidikan akhlak yang dimiliki, akan berpengaruh dengan
perilaku hubungan seseorang. Karena suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan
seseorang akan senantiasa dibawa dan senantiasa mempengaruhi dalam hubungannya
melakukan aktivitas dengan yang lain.
B. Populasi dan Sampel
Dalam
penelitian ini tidak akan meneliti seluruh populasi yang ada, tetapi penelitian
dikenakan kepada sampel. Dasar pijakan yang digunakan adalah sesuai dengan
pendapat Arikunto (2002:109) yang menyatakan bahwa “sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti”.
Sedangkan
menurut Margono (2004:118), populasi adalah:
Keseluruhan
obyek peelitian yang terdiri dari manusia, benda-sebagai sumber data populasi
adalah: seluruh data yang mejadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan
waktu yang kita tentukan; sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa populasi
benda hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau
peristiwa-peristiwa yang memilki karakteristik tertentu di dalam suatu
penelitian (Nawawi, 1983:141).
Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah semua siswa MTs Mambaul Huda Tegalsari Banyuwangi Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Selanjutnya dalam menentukan jumlah sampel menggunakan tehnik proportional
random sampling.
Setelah
diketahui perimbangan populasinya lalu dipergunakan tehnik random sampling untuk mengetahui atau menentukan jumlah
populasi yang dijadikan responden. Tehnik random sampling adalah “tehnik
pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel” (Narbuko dan Achmadi, 2003:111).
Jadi
penggunaan tehnik tersebut dimaksudkan agar setiap individu yang terdapat dalam
sub-sub populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih dan ditetapkan
sebagai sampel penelitian. Adapun random sampling yang digunakan adalah dengan
prosedur undian.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dimaksudkan sebagai sarana atau alat untuk mejawab
permasalahan-permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian yang
diajukan.Oleh karena itu terkumpulnya data secara lengkap mutlak diperlukan
dala kerja penelitian.
Adapaun
metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Observasi
Metode
observasi diantara para ahli anyak yang memberi pengertian berbeda secara
harfiyah, tetapi bila direnungkan pada prinsipnya sama.
Observasi
adalah “pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang
diteliti” (Sutrisno Hadi, 2004:151).
Sedangkan
menurut Djarwanto (tt: 10) observasi adalah “usaha untuk mendapatkan suatu
gambaran secara kasar (igolongkan kedalam preliminary surve)”.
Dari dua
pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
salah satu alat pengumpulan data dengan jalan pengamatan da pencatatan secara
sistematis terhadap kejadian atau fenomena yang dimiliki yang langsung
ditangkap pada waktu kejadia itu terjadi.
Menurut
Narbuko dan Achmadi (2003:72), jenis observasi didalam penelitian yang lazim
digunakan untuk alat pengumpulan data ialah
a. Observasi partisipan
Observasi
ini sering digunakan dalam penelitian eksploratif. Yang dimaksud observasi
partisipan ialah apabila observasi (orang yang melakukan observasi) turut ambil
bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observees).
Apabila observasi partisipan, tetapi jika unsur partisipan sama sekali ada
observeer dalam kegiatannya maka disebut observasi non partisipan.
b. Observasi
sistematik
Ciri pokok
observasi sistematik adalah adanya kerangka yang memuat faktor-faktor yang
telah diatur kategorinya karenanya sering disebut observasi kerangka/observasi
berstruktur. Adapun sistematik pencatatan itu adalah meliputi :
1) Materi
2) Cara-cara mencatat
3) Hubungan observasi dengan observees
c. Observasi eksperimental
Observasi
eksperimental adalah observasi yang dilakukan dimana ada observeer mengadakan
pengendalian unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi
itu dapat diatur sesuai dengan tujuan penelitian dan dapat dikendalikan untuk
menghindari atau mengurangi timbulnya faktor-faktor yang secara tak diharapkan
mempengaruhi situasi itu.
Adapun
observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi sistematik non
partisipan, yaitu observasi dengan cara membuat kerangka atau
pedoman yang berisi hal-hal yang diobservasikan dan peneliti tidak terlibat
langsung dalam kegiatan responden, tetapi boleh dikata peneliti hanya sebagai
pengamat saja.
Dengan
menggunakan metode observasi akan diperoleh data antara lain sebagai berikut
a. Keadaan siswa MTs Mambaul Huda Tegalsari
b. Keadaan guru dan karyawan MTs Mambaul Huda
Tegalsari
c. Sarana
dan prasarana kegiatan sekolah
2. Metode Angket
Metode angket juga disebut questionaiere
yang dimaksud ialah suatu metode pengumpulan data menggunakan sejumlah daftar
pertanyaan dalam item-item. Kaitannya dengan metode angket, Nasution (2003:128)
memberikan pengertian sebagai berikut
“angket adalah daftar pertanyaan yang didistribusikan melalui pos
untuk diisi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab dibawah pengawasan
peneliti”. Marzuki (2000:65) juga menjelaskan bahwa “ angket disebut juga mail
survei atau cara surat-menyurat karena hubungan dengan responden dilakukan
melalui daftar pertanyaan yang dikirimkan kepadanya”.
Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa metode angket (kuesioner) adalah suatu daftar yang berisikan
rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti
(Narbuko dan Achmadi, 2003: 76).
Berdasarkan
pendapat tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan metode angket adalah daftar
pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti, untuk diisi
dan kemudian dikembalikan kepada peneliti.
Marzuki (2000:65) membedakan
angket menjadi dua jenis , yaitu:
a. Angket langsung
Daftar pertanyaan dikirim
kepada orang yang dimintai keterangan tentang dirinya (bagaimana keadaan,
pendapat, dan keyakinannya).
b. Angket tidak langsung
Daftar pertanyaan dikirim
kepada seseorang yang dimintai untuk menceritakan tentang keadaan diri orang
lain.
Dalam penelitian ini, untuk
angket yang digunakan adalah angket langsung, karena jawaban telah disediakan,
sehingga responden dalam hal ini siswa MTs Mambaul Huda Tegalsari tinggal salah satu jawaban dari a, b,
dan c yang sesuai dengan kondisi dirinya. Bersifat langsung maksudnya
pertanyaan-pertanyaan pada angket tersebut langsung mengenai diri siswa dan
dijawab sendiri.
Sedangkan data yang ingin
diraih dengan metode ini adalah data tentang latar belakang pendidikan guru dan
efektivitas proses belajar mengajar MTs Mambaul Huda Tegalsari tahun pelajaran
2011/2012.
3. Metode Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview
adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan
memperoleh informasi (Nasution, 2003:113)
Sedangkan menurut Narbuko dan
Ahmadi (2003:83) wawancara adalah “proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan”.
Berdasarkan pendapat tersebut
diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa metode wawancara adalah suatu metode
yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan sejumlah informasi dari
subjek dengan cara tanya jawab, langsung berhadapan muka antara penyelidik
dengan subjek.
Metode ini
digunakan sebagai pelengkap kemudian dalam pelaksanaan menggunakan wawancara
bebas terpimpin, artinya proses wawancara yang dilakukan bebas tetapi
pewawancara tetap berpedoman kepada tujuan yang ingin dicapai dari hasil
wawancara tersebut. Dalam interview bebas terpimpin ini penginterview
membawa kerangka pertanyaan-pertanyaan untuk dijadikan pedoman, tetapi
bagaimana cara pertanyaan itu diajukan dan irama interview irama
interview sama sekali diserahkan kepada kebijaksanaan penginterview.
Dalam kerangka pertanyaan-pertanyaan itu mempunyai kebebasan untuk menggali
alasan-alasan dan dorongan-dorongan.
Adapun
jenis-jenis wawancara menurut Usman dan Akbar (2003:59) adalah :
a. Wawancara tak terpimpin
Wawancara
tak terpimpin ialah wawancara yang tidak terarah. Keelemahannya adalah tidak
efisien waktu, biaya dan tenaga. Keuntungannya ialah cocok untuk penelitian
pendahuluan, tidak memerlukan keterampilan bertanya, dan dapat memelihara
kewajaran suasana.
b. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin adalah
tanya jawab yang terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan saja.
Kelemahan tehnik ini ialah; kesan-kesan seperti angket yang diucapkan, suasana
jadi kaku dan formal. Sedangkan keuntungan dari tehnik ini adalah pertanyaan
sistematis, sehingga mudah diolah kembali, pemecahan masalah lebih mudah,
memungkinkan analisa kuantitatif, dan kesimpulan yang diperoleh lebih reliabel.
4. Metode Dokumenter
Metode dokumenter atu
dokumentasi adalah tehnik pencarian data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda, dan sebagainya. (Arikunto, 2002:206)
Jadi berdasarkan pengertian
tersebut metode dokumenter adalah cara atau tehnik untuk memperoleh data dengan
jalan mengambil catatan-catatan yang sudah didokumentasikan. Metode ini
digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah siswa, keadaan guru, pegawai,
dan sebagainya.
Alasan menggunakan metode ini
antara lain karena sangat efektif dalam memperoleh data karena data sudah
didokumentasikan dengan baik, serta metode ini mempunyai objektifitas yang
sangat tinggi.
D. Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil
pengumpulan data maka dilakukan analisis data yang meliputi 3 tahap (Suharsimi
Arikunto, 2002:209) sebagai berikut :
a. Persiapan
Dalam langkah persiapan adalah memilih atau menyortir sedemikian rupa
sehingga hanya data yang terpakai saja
yang tinggal hal tersebut bermaksud merapikan data agar bersih, rapid dan untuk
mengadakan pengolahan lanjutan atau menganalisa.
b. Tabulasi
Kegiatan tabulasi yang termasuk di dalamnya antara lain :
1. Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang harus diberi skor.
2. Memberikan kode-kode terhadap item-item
yang tidak di beri skor.
3. Mengubah jenis-jenis data, disesuaikan
atau dimodifikasi dengan tehnik analisis yang digunakan.
4. Memberikan kode (coding) dalam hal ini pengolah data memberikan kode pada semua
variable.
c. Penerapan data sesuai dengan penerapan
penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian korelasi, sehingga untuk menghitung frekwensi antara dua atau
lebih variable ini digunakan koefisien
korelasi bivariat. Koefisien korelasi bivariat adalah statistik yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan hubungan 2 variabel
(Suharsimi Arikunto, 2002:240).
Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dua variabel
dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus statistic korelasi Chi Kwadrat
Keterangan :
X2
= Chi Kwadrat
Fo
= frekuesi yang diperoleh berdasarkan data
Fh
= frekuensi yang diharapkan
Hasil analisa dengan rumus Chi Kwadrat (X2) selanjutnya
dianalisa kembali dengan rumus Koefisien
Kontingensi (KK) yaitu :
Keterangan :
KK = Koefisien
Kontingensi
X2 = Chi
Kwadrat
N = jumlah sampel
Hasil analisa yang
diperoleh dari rumus Koefisien Kontingensi (KK) akan menunjukkan besar kecilnya
atau ada tidaknya antara dua variabel, setelah dicocokkan dengan skala berikut
ini
0,800 – 1,00 :
korelasi yang tinggi
0,600 – 0,800 :
korelasi yang cukup
0,400 – 0,600 :
korelasi yang agak rendah/sedang
0,200 – 0,400 :
korelasi yang rendah
0,000 –
0,200 : korelasi yang sangat rendah
(Arikunto,
2002:276)