Label

Jumat, 30 Oktober 2015

Tinjauan Teoritis tentang Metode Mengajar Guru



A.       Tinjauan Teoritis tentang Metode Mengajar Guru
Karena metode mengajar sebagai alat pencapaian tujuan, maka diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat. Kekaburan di dalam tujuan yang akan dicapai menyebebkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.
Pembicaraan mengenai suatu bidang study tidak lengkap bila tidak disertai dengan tinjauan mengenai metode. Oleh karena itu yang dimaksud metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1997:7)
Sedangkan metode menurut Surakhmat, (1979:75) adalah “cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan”. Metode menurut Gunawan (tt:319) adalah “cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu; cara kerja”.
Dengan demikian, dengan melalui tinjauan akademik, pengetahuan mengenai metode ini merupakan bagian yang tiada terpisahkan dari keseluruhan disiplin yang bersangkutan. Makin baik metode itu, makin efektif pula untuk mencapai suatu tujuan. Sebuah metode dikatakan baik kalau mempunyai patokan (sumber) dan mempunyai tujuan yang akan dicapai.

1.      Pengertian Metode Mengajar
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia pendidikan kita dewasa ini. Tantangan tentang peningkatan mutu relevansi, dan aktivitas pendidikan sebagai tuntunan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dalam kurikulum sekolah. Tujuan dari program kurikulum dapat dicapai dengan baik jika programnya di desain secara jelas dan aplikatif.
Dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki kemampuan mendesain programnya dan sekaligus menentukan strategi instruksional yang harus  ditempuh. Para guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan metode mengajar untuk diterapkan dalam sistim pembelajaran yang efektif.
Metodologi ialah ilmu atau teori-teori tentang cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Metodologi pengajaran merupakan ilmu atau teori-teori tentang cara mengajar, yaitu cara-cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan pengajaran.
Metode pengajaran menurut Suhardi (1997:7) adalah “suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan pengajaran. Makin sesuai metode yang digunakan, makin efektif pula pencapaian tujuan itu”.

Istilah mengajar menurut zuhairini dkk (1982:25) adalah “memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka dapat mengetahui peristiwa-peristiwa, hukum-hukum ataupun proses daripada suatu ilmu pengetahuan”.
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau system lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik. (Sardiman, 2006:47)
Dari kutipan diatas jelaslah bahwa metode mengajar adalah merupakan salah satu komponen daripada proses pendidikan, dan metode tidak hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Lebih tepat lagi adalah untuk menolong murid-murid memperoleh maklumat atau pengetahuan. Selain itu ia bermakna jua sebagai alat untuk menolong murid-murid memperoleh ketrampilan-ketrampilan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan. Sebab semua kesulitan dalam proses beljar mengajar akan dapat mudah terpecahkan apabila menggunakan metode yang tepat.
2.      Faktor-faktor dalam Pemilihan Metode Mengajar
Penentuan metode mengajar memang sangat sulit sekali, sebab suatu macam metode mengajar yang baik bagi seorang guru sebaliknya pada guru yang lain pemakainya menjadi kurang baik. Betapapun pula pada umumnya dikatakan baik, gagal pada guru yang tidak menguasai teknik atau metode mengajar.
Dalam hal yang demikian sangat erat hubungannya dengan kemampuan guru untuk mengorganisir, memilih dan menggiatkan seluruh kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini membutuhkan keuletan dan latihan terus menerus. Apakah anak didik akan terangsang dan ikut serta diaktifkan dalam kegiatan belajar mengajar, sangatlah tergantung pada metode mengajar yang dipakai oleh pendidik.
Penetapan metode tidak dapat berlaku untuk selamanya, hal ini selalu berkembang dan berubah dinamis, untuk menyesuaikan perkembangan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi metode mengajar, meliputi:
a.       Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya;
b.      Anak yang berbagai tingkat kematangannya;
c.       Situasi dan berbagai keadaan;
d.      Fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya;
e.       Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda. (Surachmad, 1981:69)
Untuk penjelasan lebih detail, adalah senagai berikut:
a.       Faktor Tujuan
Tujuan pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab tujuan akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Disamping menjadi sasaran dan menjadi pengarah, tujuan pendidikan dan pengajaran berfungsi sebagai criteria bagi penelitian dan penentuan alat-alat (termasuk metode mengajar yang akan digunakan dalam mengajar).
b.      Faktor Anak Didik
Siswa/anak adalah salah satu komponen manusia yang mempunyai posisi penting dalam dalam proses belajar mengajar. Sebab anak didik yang akan meraih cita-cita, memiliki tujuan yang kemudian ingin dicapainya secara optimal, itulah sebabnya anak didik disebut sebagai subyek belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sardiman AM, (2006:111) bahwa : “Anak didik adalah subyek belajar, sebab anak didik itu sentral kegiatan dan pihak yang mempunyai tujuan komponen-komponen yang lain adalah faktor pendukung. Jadi yang aktif adalah siswa”.
c.       Faktor Situasi
Yang dimaksud situasi yang menyangkut anak didik (yang menyangkut kelelahan dan semangat dari mereka), keadaan suasana, keadaan kelas yang berdekatan dengan kelas lain. Bagi seorang guru terutama guru dalam bidang studi yang mengajar beberapa kelas, walaupun tingkat kelasnya sama, dalam menggunakan metode mengajar haruslah memperhatikan faktor situasi. Karena antar waktu pagi dan siang akan berlainan, anak waktu pagi semangatnya masih tinggi, sedang waktu siang mereka sudah kurang bergairah untuk belajar.   
d.      Faktor Pendidik
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus, untuk mengajar ia dibekali berbagai ilmu keguruan, dan kondisi itu pula, ia belajar mempersonifikasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan, kesemuanya itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan pribadi khusus yang mampu membawa perubahan tingkah laku.
e.       Faktor Fasilitas
Sarana atau fasilitas adalah merupakan salah satu komponen di dalam interaksi belajar mengajar. Karena adanya sarana / fasilitas yang berbeda baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya.
Fasilitas juga ikut menentukan metode mengajar yang akan dipakai oleh guru, pengaruh fasilitas dalam situasi pemilihan metode mengajar ini ternyata dalam situasi dimana metode demonstrasi dan eksperimen tidak dipakai karena tersedianya alat-alat dan bahan untuk mengadakan demonstrasi dan eksperimen/ percobaan.
3.      Macam-macam Metode Mengajar
Sesuai dengan kekhususan-kekhususan yang ada pada masing-masing bahan atau materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan maka diperlukan metode-metode berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
Oleh karena itu, untuk mengukur sampai dimana efektifitas metode-metode tersebut dalam pencapaian tujuan pendidikan agama, seyogyanya kita terlebih dahulu mengenal macam-macam metode tersebut.
Berikut ini adalah berbagai macam metode mengajar dalam kelas yaitu:
a.       Metode ceramah
b.      Metode tanya jawab     
c.        Metode diskusi
d.      Metode pemberian tugas belajar/ resitasi
e.       Metode  demonstrasi dan eksperimen
f.       Metode bekerja kelompok
g.       Metode sosiodarma dan bermain peranan
h.      Metode karya wisata
i.        Metode drill (latihan siap)
j.        Metode sistim regu (team teaching) (Surachmad,   1981:71)
Sedangkan menurut Arifin, (1978:39) macam-macam metode pengajaran yaitu:
a.       Metode ceramah
b.      Metode latihan siap (Drill)
c.       Metode tanya jawab
d.      Metode diskusi/ musyawaroh
e.       Metode  demonstrasi dan eksperimen
f.       Metode resitasi
g.      Metode karya wisata 
h.      Metode kerja kelompok
i.        Metode sistim regu
j.        Metode sosiodarma bermain peranan
k.      Metode dialog
Dari berbagai macam metode pengajaran pendidikan agama tersebut, maka penulis membatasi tiga metode yang diambil yang mana ketiga metode tersebut dikombinasikan menjadi satu. Metode mengajar tersebut ialah:
a.       Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode mengajar yang sampai saat ini masih mendominasi atau paling banyak digunakan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa metode ceramah paling mudah dilakukan oleh guru, demikian pula sebaliknya siswa telah terbiasa belajar dengan mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru.
Zuhairini (1981:72) menyatakan bahwa “metode caramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan.
Sedangkan di buku Metodologi Pengajaran Nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ceramah adalah penerangan dan penuturan secra lisan oleh guru terhadap kelas. (Surachmat, 1979:75)
Dari uraian tersebut jelas bahwa dengan pelaksanaannya guru harus menyiapkan diri dengan bahan-bahan yang sesuai rencanadalam suatu proses belajar mengajar. Penggunaan metode ceramah dalam proses belajar mengajar pendidikan agama Islam, hampir semua buku/materi pendidikan disampaikan menggunakan metode ceramah.
Hal tersebut disinggung dalam Al Qur’an surat Thoha 25-28 bahwa:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) [طه/25-28]
Artinya: Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataan-Ku” (Depag RI, 1990: 478).

Ayat tersebut menjelaskan tentang perlunya seorang tenega edukatif seperti guru harus betul-betul mempunyai keterampilan khusus tentang retorika. Dalam hal ini terutama dalam hal penyampaian pelajaran yang bahannya terlalu banyak, harus menggunakan metode ceramah dan penyampaiannya harus sistematika.
Secara  umum metode ceramah wajar dipergunakan apabila :
1). Guru akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang menerangkan fakta atau pendapat yang dimaksud itu.
2). Guru adalah seorang pembicara yang bersemangat dan akan merangsang kelompok untuk melakukan sesuatu.
3). Guru dapat menguasai seluruh pembicaraan dalam kelas.
4). Organisasi kelas sederhana berarti guru tak perlu mengadakan pengelompokkan murid.
5). Hal-hal yang penting dan mendesak dapat segera disampaikan.
6). Melatih murid menggunakan pendengarannya dengan baik dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat.
b.      Metode Tanya Jawab
Untuk menciptakan kehidupan interaksi mengajar belajar perlu guru menimbulkan tehnik tanya jawab atau dialog. Dalam buku “Metode Khusus Pendidikan Agama Islam”, dijelaskan bahwa:
"Metode tanya jawab adalah penyampaian pelajaran engan jalan dimana guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau sesuai dengan metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang materi yang ingin diperoleh". (Zuhairini, 1981:75)
Ahmadi (1997:131) menerangkan dalam buku Strategi Belajar Mengajar, bahwa: “Tehnik tanya jawab atau dialog yaitu suatu tehnik untuk memberi motifasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya,atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru”. Dengan mendengarkan ceramah terus menerus, maka anak akan mengantuk dan bosan. Lama kelamaan perhatian siswa menurun, apalagi si penceramah suara dan ucapan kata-katanya tidak menarik. Tentunya dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan guru suasana akan menjadi hidup dan siswa tidak merasa bosan. 
Dengan pendekatan mengajar menggunakan metode tanya jawab biasanya menempuh dua cara, yaitu memberi stimulasi dan mengadakan pengarahan aktifitas belajar, dalam arti guru atau murid memberikan jawaban atau pertanyaan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tanya jawab adalah cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan pertanyaan sebagai stimulasi dan jawaban-jawaban merupakan pengarahan aktivitas belajar bagi murid.
Pertanyaan yang diajukan guru hendaknya ditujukan kepada seluruh kelas agar semua anak mendengar dan memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Oleh karena itu jawaban dari murid yang ditunjuk terhadap pertanyaan tersebut juga jelas dan suaranya harus didengar oleh semua murid yang ada dalam ruang kelas tersebut agar murid yang lain dapat menilai tentang benar salahnya jawaban yang telah diberikan. Ketika menunjuk murid untuk menjawab pertanyaan tersebut hendaklah ditunjuk secara merata. Metode ini dimaksudkan untuk mengenal pengetahuan, fakta-fakta yang sudah diajarkan dan untuk mrangsang perhatian murid. Didalam metode ini kelebihan dan kekurangannya antara lain:
1).    Kelebihan metode tanya jawab antara lain:
a)      Dapat mengetahui kemampuan siswa tentang cara mengemukakan pendapat atau pendapatnya.
b)       Perhatian siswa akan semakin tinggi.
c)       Melatih siswa dan merangsang siswa untuk mengembangkan daya fikir termasuk daya ingatannya.
2).    Kekurangan metode tanya jawab antara lain:
a)       Metode tanya jawab kurang efektif untuk menilai hasil belajar, sebab guru mengajukan pertanyaan yang berbeda-beda pada tiap anak yang bobotnya berbeda.
b)       Siswa sering mempunnyai perasaan takut, apabila guru kurang bisa membuat susana akrab.
c.       Metode Pemberian Tugas
Setiap siswa dalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari tugas-tugas yang seyogyanya dikembangkan dalam kehidupan di sekolah sebagai persiapan memasuki dunia kerja yang penuh dengan berbagai tugas. Sudah barang tentu tugas yang diberikan adalah yang berhubungan dengan topik yang sedang atau akan dipelajari.
Menurut Zuhairini, (1981:85) yang dimaksud dengan tugas belajar adalah “metode dimana murid diberi tugas khusus di luar pelajarannya”.
Proses belajar mengajar masalah pemberian tugas atau pekerjaan tidaklah dapat ditinggalkan, kegiatan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sehingga sebagian dapat dilaksanakan di kelas dan jika tidak selesai dapat dilakukan di luar kelas atau di rumah. Guru hanya sekedar memberikan petunjuk-petunjuk secara umum cara-cara mengerjakan soal-soal tersebut atau permasalahan tersebut.
Metode ini sangat diperlukan sebab murid perlu didikan secara aktif untuk mengerjakan segala sesuatu secara sendiri seperti ditugaskan membaca ulang bidang keimanan dan menjawab soal-soal yang ada di dalamnya. Hasil pekerjaannya harus dibawa dan diserahkan kepada guru yang memberi tugas. Atau masalah keterampilan alokasi waktu yang sangat terbatas dapat juga dilakukan metode resitasi ini. Jadi di kelas guru hanya memberikan petunjuk secara umum siswa mengerjakannya. Tugas yang akan dikerjakan oleh siswa hendaknya harus juga memperhatikan perbedaan individu siswa itu. Apakah tugas itu baik untuk tugas yang bersifat perorangan atau bersifat kelompok.
Tujuan pengajaran pendidikan agama Islam secara umum dapat diketahui yakni peningkatan keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban ajaran agama Islam, sebagaimana firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)  [الذاريات/56، 57]
Artinya: “Aku tidak menjadikan Jin dan Manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56) (Depag RI, 1990:862).
Untuk itu metode mengajar hanya merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem pengajaran, ia termasuk dalam komponen “kegiatan belajar mengajar”. Metode mengajar berfungsi untuk mencapai tujuan pengajaran. Ini berarti, tujuan pengajaran berguna sebagai pedomen untuk menentukan metode mengajar yang akan digunakan.
Jadi masalah strategi dalam memilih metode yang tepat kuncinya terletak pada kemampuan dalam menganalisis dan merumuskan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Ada tujuan  yang dikehendaki mencapai Tujuan Intruksional Khusus (TIK).
Dalam metode ini ada kelebihan dan adapula kelemahannya, diantaranya:
1).    Kelebihan metode ini antara lain:          
a)       Metode ini dapat mengembangkan kreativitas siswa.
b)                 Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
c)       Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengelola sendiri informasi dan komunikasi, hal ini diperlukan dengan era informasi yang maju demikian cepat dan pesat.
2).    Kekurangan atau kelemahan metode ini antara lain:
a)       Pekerjaan yang dibebankan kepada murid adakalanya tidak dierjakan sendiri, apalagi jika pekerjaan itu sukar bisa saja orang lain yang mengerjakannya.
b)       Pekerjaan yang dibebankan kepada murid adakalanya tidak dikerjakan sesuai dengan waktunya, sehingga waktu mengumpulkan tidak mengumpulkan atau nyontek kepada teman yang lainnya.
Uraian diskriptif tentang metodik diatas, merupakan landasan utama sebagai pedoman dasar guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar didalam kelas. Artinya setiap guru harus memperhatikan setiap sisi dari kerangka teori yang melandasinya. Sinyalemen menunjukkan bahwa salah satu hal yang pokok dalam kependidikan yaitu metodik.
Serangkaian asas dan metode yang diuraikan tersebut akan lebih bermakna bagi guru-guru apabila mampu menyadap sebanyak-banyaknya dan mencoba menerapkan setiap dimensi dari asas metode yang diutarakan. Bagaimanapun, keberhasilan peningkatan kwalitas pendidikan yang dikerjakan bermula dan bertumpu pada sejauh mana kemampuan guru mengimplementasikan berbagai metodologi tersebut.
4.      Sebab-sebab Penggunaan Metode Proses Belajar Mengajar
Pada masing-masing bahan/materi pelajaran, baik sifat keagamaan maupun yang umum dalam mencapai tujuan pengajaran, digunakan beberapa metode yang satu dengan yang lain saling menunjang, yang sesuai dengan materi yang ada, sebagaimana diterangkan Zuhairini bahwa:
"Sesuai dengan kekhususan-kekhususan yang ada pada masing-masing bahan/materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan maka diperlukan metode-metode yang berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya". (Zuhairini, 1981:69)

Dari pendapat diatas jelaslah bahwa faktor penyebab beberapa metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah:
a.    Faktor tujuan yang berbeda dari masing-masing mata pelajaran sesuai dengan jenis, sifat maupun isi mata pelajaran masing-masing.
b.    Faktor perbedaan individual anak, baik dalam kehidupan, tingkat usia dan faktor tingkat berfikir siswa.
c.    Perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung.
d.   Perbedan pribadi dan kemampuan dari pada pendidik masing-masing.
e.    Faktor sarana dan prasarana/fasilitas yang berbeda baik dari segi kwalitas maupun dari segi kwantitasnya.
Selain pendapat diatas, maka untuk menggolong-golongkan apakah suatu metode tertentu efektif atau tidak, memang agak sulit dilakukan masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya. Lagi pula metode yang kurang baik ditangan guru yang seorang menjadi metode yang baik sekali di tangan guru yang lain.
Namun yang penting untuk diperhatikan oleh seorang guru adalah ketepatan dalam memilih, menentukan mana diantara sekian metode itu dapat lebih tapat dan cocok diterapkan dalam suatu situasi pengajaran, serta kemampuan mengombinasikan metode-metode yang telah ditetapkan itu secara harmonis dan secara serasi.
Dengan kata lain untuk menyajikan pengajaran yang lebih menarik perhatian/minat bagi anak didik, antara satu mata pelajaran yang lainnya amatlah diperlukan dengan metode yang berbeda, bahkan diantara bahan-bahan materi tertentupun memerlukan metode-metode yang berlainan, meskipun didalam bidang studi tertentu. Misalnya mengajarkan bahan pelajaran tentang puasa metodenya berbeda dengan metode sholat.
5.      Penggunaan Metode Mengajar
Dalam proses belajar banyak kita kenal macam-macam metode mengajar, dalam prakteknya untuk mencapai tujuan instruksional khusus tidak mungkin hanya dengan satu metode saja akan tetapi merupakan kombinasi dari beberapa metode mengajar.
Mengenai kombinasi beberapa metode mengajar ini seperti yang dikatakan oleh Sudjana (2005:91) bahwa metode mengajar yang harus digunakan guru tidak mungkin hanya satu metode mengajar, tetapi kombinasi beberapa metode mengajar, misalnya kombinasi metode ceramah, diskusi atau tugas.
Pada hakekatnya metode tanya jawab merupakan suatu metode untuk mengukur sampai dimana kemampuan dari anak didik/siswa atau meninjau kembali pelajaran yang telah lalu. Agar siswa memusatkan lagi perhatiannya tentang kemajuan yang telah dicapai, sehingga dapat melanjutkan pelajarannya yang selanjutnya.
Selain kebaikan-kebaikan tersebut dalam metode tanya jawab, juga terdapat kelemahan-kelemahan antara lain adalah apabila terjadi perbedaan antara siswa sehingga memakan waktu. Oleh karena itu dalam penggunaannya memerlukan kombinasi dari beberapa metode lainnya, untuk menutupi kelemahan-kelemahannya.
Fakta menunjukkan bahwa sekalipun banyak sekali kekurangan-kekurangan dari metode ceramah tetapi masih banyak guru yang menggunakannya di berbagai lembaga pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa metode ceramah tidak selamanya jelek, yang penting yaitu bagaimana usaha guru untuk membuat metode ceramah menjadi lebih efektif dalam hal ini Sudirman, (1987:115) menjelaskan bahwa:
"Penggunaan ceramah hendaknya dikombinasikan dengan metode lainnya secara bervariasi, seperti metode demonstrasi, diskusi, tanya jawab, atau penugasan tertentu, dengan demikian ceramah yang membuat siswa pasif dapat diimbangai dengan berbagai aktifitas belajar lainnya". 
Pada prinsipnya seorang pengajar dalam memberikan materi pelajaran kepada siswanya hendaknya mempergunakan beberapa kombinasi dari berbagai metode mengajar. Seperti metode ceramah dan tanya jawab, untuk menutupi kelemahan-kelemahannya maka dikombinasikan dengan metode latihan dan metode penugasan, sehingga materi pelajaran yang diajarkannya dapat diapahami oelh siswa dengan baik.
B.       Tinjauan Teoritik Tentang Motivasi Belajar
1.      Pengertian Motivasi
Menurut Indrakusuma (1973:162), menerangkan motivasi adalah “kekuatan-kekuatan atau tenaga-tenaga yang dapat memberikan dorongan kepada kegiatan murid”.
Sedangkan Sardiman, (2006:75) memberikan pengertian bahwa motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Perananannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa siswa yang memilki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Di pendidikan jalur sekolah kegiatan belajar banyak diatur secara sistematis sisuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Semua siswa harus mengikuti kegiatan tersebut dengan tertib, sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal.
Siswa didalam belajar tentunya mempunyai bermacam-macam motif, dan motif-motif tersebut perlu untuk ditumbuhkan dan dibangkitkan melalui pemberian motifasi yang cukup dari seorang guru, agar timbul semangat belajar dalam diri siswa. Seorang guru tentunya harus mampu menumbuhkan semangat belajar siswa. Seorang guru yang memberikan motifasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan aktifitas belajar. Sebagaimana pendapat Sardiman, AM, (2006:77) yaitu “Memberikan motivasi kepada seorang siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu”. 
2.      Tujuan dan Fungsi Motivasi Belajar
Tujuan motivasi belajar menurut M. Ngalim Poerwanto, (2004: 3) yaitu “untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu”.
Adapun fungsi motivasi belajar dijelaskan Nasution (1982:79) adalah:
a.  Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
b.            Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
c.  Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.
Seorang guru atau orang tua harus bisa melaksanakan motivasi secara efektif. Motivasi sebagai proses, mengantarkan murid kepada pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar.
3.      Jenis-jenis Motivasi
Seorang siswa haruslah memiliki motivasi yang kuat agar ia dapat mencapai hasil belajar yang baik, karena berhasil tidaknya siswa dalam belajar itu banyak dipengaruhi adanya motivasi.
Begitu juga dengan adanya seorang siswa yang gagal belajar bukan hanya disebabkan karena anak itu bodoh, anak itu gagal bisa jadi disebabkan kurangnya motivasi terhadap anak itu untuk belajar.
Anak yang mempunyai intelegensi tinggi mungkin gagal dalam pelajaran karena kekurangan motivasi, hasil yang baik tercapai dengan motivasi yang kuat. Anak yang gagal tidak begitu saja dapat dipersalahkan, mungkin gurulah yang tak berhasil memberi motivasi yang membangkitkan kegiatan pada anak.
Dengan demikian jelaslah bahwa dengan adanya motif-motif yang ada dalam diri siswa sendiri yang dibangkitkan melalui pemberian motivasi belajar yang cukup, maka kegiatan belajar mengajar atau aktifitas belajar dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Dan motivasi belajar akan dibahas dalam skripsi ini ada dua bentuk yaitu:
a.       Motivasi belajar intrinsik
b.      Motivasi belajar ektrinsik (Kusuma, 1973:162)
Agar memperoleh gambaran yang jelas, berikut ini akan dijelaskan satu persatu tentang bentuk-bentuk motivasi belajar, antara lain yaitu:
a.       Motivasi belajar intrinsik
Motivasi belajar intrinsik adalah merupakan bentuk motif yang timbul dari dalam diri seseorang individu yang berfungsi untuk membangkitkan suatu aktifitas-aktifitas yang dapat memelihara tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan sekaligus merupakan kebutuhan. 
Berdasarkan dengan masalah motivasi belajar intrinsik bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dari dalam individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. (Sardiman, 2006:89)
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang individu atau siswa yang dapat memberikan dorongan dan aktifitas-aktifitas bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan serta tercapainya cita-cita.
Karena motivasi intrinsik berkaitan dengan masalah belajar siswa yang dating dari dalam individu, maka Indrakusuma (1973:163-164) dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan menjelaskan bahwa “motivasi intrinsik dapat timbul karena adanya kebutuhan, adanya pengetahuan tentang kemajuan diri sendiri, serta adanya cita-cita atau aspirasi seseorang”.
1).    Adanya Kebutuhan
Kebutuhan merupakan kecenderungan-kecenderungan yang ada dalam diri seseorang individu yang menimbulkan dorongan dan aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Indrakusuma (1973: 163) menjelaskan “Bahwa disebabkan oleh adanya kebutuhan, maka hal ini menjadi pendorong bagi anak untuk berbuat dan berusaha”. 
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa seorang siswa akan melakukan suatu aktivitas karena merasakan suatu kebutuhan, atau karena ingin mencapai suatu tujuan tertentu. Karena yang pertama kali ia baca begitu menarik maka ia akan tergerak hatinya untuk mempelajari lebih dalam.
Ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal kebutuhan.
a)    Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk beristirahat, dan sebagainya.
b)   Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman bebas dari rasa takut da kecemasan.
c)    Kebutuhan akan rasa cinta dan kasih.
d)   Kebutuhan akan mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi. (Sardiman, 2006:80-81)
Keempat motivasi tersebut saling berkaitan, apabila kita ingin seorang belajar dengan baik, maka haruslah terpenuhi kebutuhan yang diatasnya. Dengan adanya kebutuhan atau rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, ini mempunyai daya guna bagi perubahan di dalam tingkah lakunya. Disamping itu dengan memahami kebutuhan atau tujuan yang harus dicapai dari mata pelajaran tersebut dirasa sangat berguna dan menguntungkan bagi diri siswa, maka akan timbul gairah siswa untuk belajar.
Tetapi apabila ada seorang siswa yang tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dibutuhkan da ingin dicapai, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Hal ini dimungkinkan pada diri siswa tidak terangsang melakukan sesuatu. Karena tidak memiliki tujuan, maka seorang guru atau orang tua harus dapat menemukan sebab musababnya dan kemudian mendorong dan menumbuhkan gairang siswa agar timbul kemauan untuk mempelajari yang seharusnya dibutuhkannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Sardiman, (2006:74) mengatakan bahwa:
"Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi dalam hal ini motivasi sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini tujuan. Tujuan ini akan mengangkut soal kebutuhan".
Hal ini berarti motivasi dalam diri siswa akan aktif apabila ada kebutuhan/tujuan yang jelas. Dengan adanya rumusan tujuan yang diterima oleh siswa, ini mempunyai daya guna bagi perubahan tingkah lakunya.
Berdasarkan pada beberapa pendapat itu, jadi jelaslah motivasi yang ada dalam diri siswa muncul karena didorong oleh adanya kebutuhan, tujuan, dan keinginan, dan siswa mengakui bahwa tujuan yang ingin dicapai itu sangat berguna dan bermanfaat bagi diri siswa di masa sekarang dan yang akan datang. 
2).    Adanya Cita-cita
Cita-cita merupakan keinginan dan kebutuhan pribadi yang timbul dalam diri seseorang atau indvidu. Pada umumnya timbul keinginan-keinginan ini menyebabkan seseorang terdorong untuk erbuat sesuatu yang positif, oleh karena itu menyebabkan timbul hasrat untuk meraih cita-cita dalam hidupnya.
Jadi seorang pelajar itu harus mempunyai cita-cita dan dengan cita-cita tersebut dapat meraih apa saja yang diinginkan, sebagaimana halnya burung, dengan sayapnya ia dapat memperoleh makanan dan dapat melanglang buana.
Dan selanjutnya Indrakusuma (1973:64) dalam bukunya menjelaskan bahwa cita-cita yang menjadi tujuan hidup merupakan pendorong dari seluruh kegiatan anak, pendorong-pendorong bagi belajarnya. Disamping itu ita-cita dari seorang anak sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuannya.
Dari pendapat tersebut perlu dipahami bahwa perlu pemberian motivasi yang tepat terhadap siswa yang belum mengetahui pentingnya suatu mata pelajaran yang mempunyai peanan terhadap cita-citanya. Disinilah seorang guru dtuntut untuk memberikan dorongan-dorongan, agar murid dapat mengadakan pilihan tentang apa yang harus diperbuatnya terhadap suatu mata pelajaran yang ada sangkut pautnya dengan cita-citanya. 
3).    Adanya pengetahuan tentang kemajuan diri sendiri
Dengan mengetahui pengetahuan tentang kemajuan diri sendiri merupakan bentuk motif yang mendasari seseorang siswa untuk melakukan aktifitas. Adanya pengetahun tentang kemajuan atau kemunduran suatu prestasi senantiasa kondisi seperti ini akan lebih memacu siswa atau anak didik untuk berbuat dan berusaha dengan lebih baik lagi.
Dengan demikian mengetahui kemajuan atau kemunduran diri sendiri akan dapat membangkitkan semangat belajar siswa atau anak didik dalam memperbaiki prestasi belajarnya, dengan adanya anak atau siswa mengetahui apakah ia ada kemajuan atau sebaliknya ada kemunduran, maka dalam hal ini dapat menajdi pendorong bagi siswa untuk belajar lebih giat lagi. (Indrakusuma, 1973:163)
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bagai anak didik atau siswa yang mengikuti belajar di sekolah seharusnya lebih meningkatkan cara belajar yang positif yaitu ke ara pencapaian tujuan kemajuan pengetahuan diri sendiri. Hal ini ajar bagi seorang siswa apabila mempunyai keinginan untuk lebih maju guna mengetahui prestasi kemajuan pengetahuan diri sendiri, keinginan semaam ini merupaka salah satu bentuk motif yang dapat secara aktif dan bertahap untuk meningkatkan prestasi serta akan melahirkan perilaku dorongan kegiatan belajar yang lebih giat lagi. 
b.      Motivasi Belajar Ekstrinsik
Motivasi belajar ekstrinsik ini pada dasarnya memang sangat dibutuhkan oleh orang tua ataupun guru dalam rangka memberikan semangat atau dorongan terhadap peserta didik untuk giat belajar. Motivasi ekstrinsik ini merupakan motivasi yang timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dan dorongan yang datang dari luar individu yang dapat mempengaruhi dalam belajar siswa. Berkenaan dengan motivasi ekstrinsik ini Sudjana (2005:160) memberikan penjelasan bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang timbul untuk mencapai tujuan yang datang dari luar dirinya, misalnya guru atau orang tuanya memberikan pujian, hadiah dan sebagainya setelah mengerjakan pekerjaan dengan bagus.
Dari pendpat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motif yang timbul dari luar diri individu karena adanya rangsangan dan dorongan yang menyebabkan timbulnya aktivitas yang menuju ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan.
Berikut ini adalah bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik bagi siswa atau peserta didik, sebagai berikut:
1)      Pujian
2)      Pemberian hadiah
3)      Pemberian hukuman
4)      Persaingan/kompetisi
5)      Adanya ulangan (Sardiman, 2006:92-94)
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang motivasi ekstrinsik ini, akan ibahas satu persatu dalam skripsi ini:
1)      Pujian
Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Jadi pujian ini merupakan alat motivasi yang palin mudah dilaksanakan. Sedangkan menurut Indrakusuma (1973:159) yaitu pujian dapat berupa kata-kata, seperti baik, bagus, bagus sekali, dan sebagainya, tetapi dapat juga beupa kata-kata yang bersifat sugestif.
Disamping itu pujian juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan isyarat, misalnya menunjukkan ibu jari, menepuk bahu anak, dengan tepuk tangn dan sebagainya.
Dengan demikian seorang guru ataupun orang tua dituntut untuk memberikan pujian yang tepat da disesuaikan dengan situasi belajar, karena pujian yang tepat aka memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. Pujian yang diberikan kepada anak atau siswa ini merupakan seruan kepada jalan yang baik., karena dengan adanya pujian tersebut siswa akan lebih giat lagi dalam melaksanakan aktivitas belajar. 
2)      Hadiah
Hadiah diberikan kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan sesuai prestasi yang dicapai oleh seseorang.
Hadiah dapatlah dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dapat memberikan stimulus keberhasilan belajar siswa. Dan salah satu prinsip belajar adalah jika orang atau guru hendak mengembangkan tingkah laku yang positif dalam diri anak atau siswa maka berilah ia sesuatu yang menyenangkan setelah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik.
Pemberian hadiah oleh orang tua atau guru atas keberhasilan anak dalam belajarnya hendaknya menjadi rangsangan yang engandung nilai positif. Dalam arti hadiah itu sendiri nantinya dapat lebih meningkatkan belajar anak serta dapat memacu ke arah perbaikan dan dilakukan secara wajar.
Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa motiasi dalam bentuk ini membuahkan gairah dan semangat belajar siswa dalam mempelajari bahan-bahan materi pelajaran, dan seorang guru harus memilih waktu yang tepat, yaitu kapan hadiah tersebut diberikan, dan kepada siapa hadiah itu akan diberikan. Hal ini untuk mendatangkan pengaruh positif terhadap siswa. 
3)      Pemberian hukuman
Bagi orang tua dan guru memerlukan dan harus memberlakukan hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi peraturan. Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya), sesudah terjadi pelanggaran atau kesalahan. Oleh sebab itu pemberian hukuman haruslah diberikan agar anak atau siswa tidak mengulanginya kembali kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan. Dan sebagai alat pendidikan hukuman menurut Poerwanto (1994:174) hendaklah:
a)      Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran
b)      Sedikit banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan
c)    Selalu bertujuan ke arah perbaikan, hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa hukuman itu haruslah bersifat edukatif, karena hukuman itu akan berdampak positif bagi anak atau siswa bila dilakukan sesuai dengan tingkat kesalahannya. Dan hukuman ini merupakan alternatif terakhir dari semua upaya lain yang telah ditempuh.Dan hukuman yang diberikan pada anak atau siswa tersebut hendaklah bernilai dan harus memiliki arti sebagai berikut:
a)    Pemberian hukuman sebagai akibat dari suatu pelanggaran atas peraturan.
b)   Pemberian hukuman sebagai titik tolak agar tidak terjadi pelanggaran.
4)      Persaingan/kompitisi
Saingan atau kompetisi dapat dijadikan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa persaingan individu mapun kelompok dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Dalam persaingan ini seorang guru tetap mengatur dan menjaga persaingan ini Sehingga persaingan ini dapat berjala sesuai dengan yang diharapkan, da tidak menimbulkan permusuha antara sesama siswa. Didalam ajaran agama Islam, ummat Islam juga diharuskan untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan.
5)      Adanya ulangan
Pemberian ulangan terhadap siswa juga dilakukan oleh guru sebagai alat motivasi yang dapat mendorong siswa untuk lebih giat dan bersemangat dalam mempelajari. Namun ulangan juga sering dilakukan da tak terprogram karena dapat membosankan siswa, dan siswa akan malas untuk belajar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberian ulangan itu, siswa harus diberi tahu terlebih dahulu, an dilakukan secara sistematis terencana. Sehingga siswa tidak merasa bosan dan jengkel.
Usaha metode pengajaran agama Islam yang dijalankan sudah pasti membutuhkan penyesuaian dengan perkembangan siswa dan sesuai dengan perkembangan teknologi. Guru dalam menyempaikan pelajaran dengan menggunakan metode yang tepat akan dapat mengarahkan dalam memahami pelajaran sesuai tingkat kemampuan.
Disinilah letak pentingnya bahwa metode pengajaran pendidikan agama untuk proses belajar mengajar khususnya pendidikan agama, karena metode adalah cara sebaik-baiknya mencapai tujuan disegala lapangan manusia mencari efisiensi kerja dengan menetapkan metode yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan. Sangatlah janggal, bahwa untuk waktu yang sangat panjang, sekolah bertahan satu jenis metode yang dilaksanakan.
Surachmad (tt:21), menerangkan bahwa:
"Cara mengajar yang dipergunakan tehnik yang beraneka warna, penggunaan, penggunaan mana disertai dengan pengertian yang mendalam dari pihak guru aka memperbesar minat belajar murid-murid dan karenanya akan mempertinggi pula hasil pelajaran mereka".

Dari uraian diatas jelaslah bahwa apabila diperhatikan dalam proses perkembangan pendidikan akan menjadi kendala atau penghalang dalam proses belajar mengajar, jika metode kurang ada variasi, dengan menggunakan metode yang mumpuni dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan agma Islam.
Dengan demikian kegiatan belajar mengajar bertujuan hendak mempengaruhi anak didik, maka karakteristik anak didiklah yang menjadi pusat perhatian dikdaktik. Maka dalam hal ini psikologi/ilmu jiwa pada umumnya sangat memegang peranan penting dalam menyumbangkan asas-asas mendidik. Seperti asas perhatian, peragaan, aktivitas, individualitas, motivasi, korelasi, konsentrasi dan sebagainya.

Kamis, 29 Oktober 2015

Filsafat pendidikan Islam



                                  Makalah Filsafat pendidikan Islam
                                                                         
                                                                            BAB I
                                                                PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang masalah
Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat universal, dikatakan demikian karena persoalaan tersebut tidak tergantung pada kurun waktu ataupun latar belakang historis kultural tertentu. Persoalan itu menyangkut tata hubungan atar dirinya sebagai mahluk yang otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia juga merupakan makhluk yang bersifat idependen.
Persoalaan lain menyangkut kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk dengan kebutuhan jasmani yang nyaris tak berbeda dengan makhluk lain seperti makan, minum, kebutuhan akan seks, menghindarkan diri dari rasa sakit dan sebagainya tetapi juga sebuah kesadaran tentang kebutuhan yang mengatasinya, kebutuhan jasmaniah, yakni rasa aman, kasih sayang perhatian, yang semuanya mengisyaratkan adanya kebutuhan ruhaniah dan terakhir, manusia menghadapi problema yang menyangkut kepentiangan dirinya, rahasia pribadi, milik pribadi, kepentingan pribadi, kebutuhan akan kesendirian, namun juga tak dapat disangkal bahwa manusia tidak dapat hidup secara “soliter” (sendirian) melainkan harus “solider” (bersama-sama), hidupnya tak mungkin dijalani sendiri tanpa kehadiran orang lain.
Belum lagi manusia dalam konsep Islam mempunyai tugas dan  tanggung jawab yang sangat berat yaitu  “’Abdullah “ (hamba Allah) satu sisi dan sekaligus sebagai “Kholifah fil Ardh” (wakil Allah di muka bumi).





1.2  Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengidentifikasi hal-hal yang menjadi permasalahan, diantaranya:
1.      Bagaimana gambaran tentang manusia dalam filsafat pendidikan Islam?
2.      Bagaimana proses penciptaan manusia dalam Al-Qur’an?
3.      Bagaimana kedudukan manusia dalam filsafat pendidikan Islam?
4.      Apa tugas dan tanggung jawab manusia di bumi?

1.3  Maksud dan Tujuan Penyusunan
Maksud  dari penyusunan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca mendapatkan gambaran tentang pandangan filsafat pendidikan terhadap manusia, agar mampu menyikapi dalam filsafat pendidikan Islam.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar penulis mampu mengaplikasikan yang dapat dipahami dalam makalah itu. Dan untuk yang membaca juga dapat memahami hal-hal yang kita tulis, bahas dan jelaskan dalam makalah ini.



                                                                            BAB II
                                         PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                                                             TERHADAP MANUSIA



2.1 Gambaran Tentang Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. Manusia dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn ‘Arbi misalnya menggambarkan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa,”tak ada makhluk Allah yang lebih sempurna kecuali manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya sebagi makhluk Allah d muka bumi.
Sedikitnya ada empat konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada konsep berikut:

a.      Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar juga diartikan mulamasah,yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Demikian pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan. Firman Allah SWT.
Artinya : “katakanlah : Sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…” (QS. Al Kahfi/18:110)
Berdasarkan konsep al- Basyr, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan.
Manusia memerlukan makan, minum dengan kreteria halal serta bergizi (QS. 16 : 69) untuk hidup dan ia juga butuh akan pasangan hidup melalui jalur pernikahan (QS. 2 : 187) untuk menjaga, melanjutkan proses keturunanya (QS. 17: 23-25). Dan Allah SWT memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.

b.      Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Dan ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah potensi lain, yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta prilakun negatife dan merugikan.
kata al-Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi yang di milikinya mengantarkan manusia sebagi makhluk Allah yang unik dan istimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang lainnya,dan sebagai makhluk yang dinamis, sehingga mampu menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi.
Perpaaduan antara aspek pisik dan pisikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, dan lain sebagainya.
     
      c.       Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal “berinterksi” (QS. 49 : 13). Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.

      d.      Konsep Bani Adam
Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Qur’an (Muhammad Fuad Abd al- Baqi:1989). Menurut al-Gharib al-Ishfahany, bani berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan. Berkaitan dengan penciptaan manusia menurut Christyono Sunaryo, bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah SWT jutaan tahun sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi, 7000 thn yang lalu. Pada waktu itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia” (somekind of humanoid) jauh sebelum Nabi Adam AS diturunkan, sebagaimana dalam surat Al-Ankabuut ayat 19 yang artinya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Al-Ankabuut:19)
Ayat ini memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat memperhatikan adanya pengulangan kerena memang telah terjadi. Bukan pengulangan kebangkitan kembali nanti setelah hari kiamat, karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum terjadi, sehingga masih sulit untuk di mengerti oleh yang tidak percaya.
Dan banyak ayat-ayat Al- Qur’an, data dan kejadian yang menunjang konsep pemikiran ini. Seperti misalnya: Pada saat manusia akan diciptakan Allah SWT untuk menjadi kalifah dibumi, bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa manusia hanya akan membuat kerusakan diatas bumi. Sedangkan Malaikat hanya mengetahui apa-apa yang diberitahukan Allah SWT kepada mereka. Tentunya karena memang mereka pernah mengetahui adanya “manusia” dibumi sebelum Adam AS diciptakan.
Oleh sebab itu Allah SWT selalu menyatakan bahwa: “Manusia (anak-cucu Adam AS ) diciptakan dalam kesempurnaan-nya”. Dalam Injil dikatakan bahwa “Man was created upon the image of God). Serta banyak kalimat pada Taurat (Perjanjian Lama) yang membedakan antara “anak manusia” dan “anak Allah”, “adanya manusia-manusia yang besar pada saat itu”, bagaimana takutnya anak-anak Adam yang keluar dari surga dengan adanya ancaman/gangguan diluar.
Adapun yang dikatakan dalam kitab-kitab suci, ilmu pengetahuan ataupun teknologi dapat membuktikan bahwa ada sisa-sisa “manusia” yang telah berumur jutaan tahun. Bahkan teori Darwin-pun mengalami kesulitan dalam menghubungkan manusia purba dengan manusia masa kini (The missing-linktheorema). Dalam konsep ini dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa: “Jelaslah dengan penjelasan di atas bahwa Adam AS bukanlah merupakan hasil evolusi ataupun “keturunan monyet”, seperti dikatakan Darwin.
2.2 Proses Penciptaannya Manusia Dalam Al-Qur’an
Dan dilihat dari proses penciptaannya, Al-Qur’an menyatakan peroses penciptaan manusia dalam dua tahapan yang berbeda, yaitu: pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Manusia pertama, Adam AS , diciptakan dari at-tin (tanah), at-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya kedalam diri (manusia) tersebut (Q.S, Al-Anam/6:2, Al-Hijr/15:26,28,29, Al-Mu’minun/23:12, Ar-Ruum/30:20, Ar-Rahman/55:4).
Penciptaan manusia selanjutnya adalah proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani di jadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumapal daging (mudghah) dan kemudian di balut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh. (Q.S, Al Mu’minun/23:12-24). Hadist yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim menyatakan bahwa ruh di hembuskan Allah SWT ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari alaqah daan 40 hari mudghah.
Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di dalam materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam AS yang merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang semula adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi bentuk lain (khalq akhar) yaitu manusia dalam bentuk yang sempurna.
Tanah liat menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan), makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan indung telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim dengan transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis (jibillah) yang cocok untuk menerima ruh. Sampai disini prosesnya murni bersifat materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian setiap manusia menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embiro sudah siap dan cocok menerimanya. Maka dari pertemuan ruh dan badan, terbentuklah makhluk baru manusia.


2.3 Kedudukan Manusia
             Kesatuan wujud manusia antara pisik dan pisikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan at-taqwin dan merupakan manusia pada posisi yang strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).

1.      Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah)
Musa Asy’arie mengatakan bahwa esensi hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak di berikan kepada Tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap ciptaannya, dan ia bergantung pada sesamanya. Sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa terlepas dan kekuasaannya. Sebab, manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama.
Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Dan manusia dulu telah mengakui bahwa diluar dirinya ada zat yang lebih berkuasa dan mengusai seluruh kehidupannya. Namun mereka tidak mengetahui hakikat zat yang berkuasa. Mereka aplikasikan apa yang mereka yakini dengan berbagai bentuk ucapan ritual seperti pemujaan terhadap batu besar, gunung, matahari, dan roh nenek moyang mereka. Kesemuanya adalah bukti bahwa manusia memiliki potensi untuk beragama, Allah berfirman:
Artinya: maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Allah), tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah (agama) itu tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. 30:30)
Berdasarkan ayat diatas, tentulah bahwa bagaimanapun moderennya atau primitifnya suatu suku bangsa manusia, mereka akan mengakui adanya zat Yang Maha Kuasa di luar dirinya, selanjutnya Allah SWT berfirman:
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS.51:56)
Bardasarkan Ayat tersebut terlihat bahwa seluruh tugas manusia dalam hidup ini berakumulasi pada tanggung jawab mengabdi (beribadah) kepada-Nya.

2.      Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh
Bila ditinjau, kata khalifah berasal dari fi’il madhi khalafa, yang berarti “mengganti dan melanjutkan”. Bila pengertian tersebut ditarik pada pengertian khalifah, maka dalam konteks ini artinya lebih cenderung kepada pengertian mengganti yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain.
Menurut Quraish Shihab, istilah khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) berarti pengusaan politik dan religius. Istilah ini digunakan nabi-nabi dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan manusia bisa digunakan khala’if yang didalamnya mengandung makna yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai penguasa dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam hubungan pembicaraan dengan kedudukan manusia di alam ini, nampaknya istilah khala’if cocok digunakan dibanding kata khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa manusia sebagi khalifah di muka bumi. Dan sebagi seorang khalifah manusia berfungsi mengantikan orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-Nya. Ia menggantikan kedudukan orang lain dalam aspek kepemimpinan atau kekuasaan. Dan Quraisy Shihab pun menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian:
1.      Orang yang di beri kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
2.      Khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.


2.4  Manusia dan Proses Pendidikan
Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi), tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head) kedua, mendidik akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart) dan ketiga, adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan (hand) selanjutnya populer dengan istilah 3 H’s.
Berangkat dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.
Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah ajaran hidup bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi.
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.


2.5  Manusia Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind).
Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan.
Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan Filsafat Pendidkan Islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).


                                                                            BAB III
                                                                         PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Manusia menurut Islam adalah makhluk ciptaan Allah (QS. 98: 2) dengan kedudukan yang melebihi makhluk ciptaan Allah lainnya (QS. 95 : 4). Selain itu manusia sudah dilengkapi dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain berupa fitrah ketauhidan (QS.15 :29). Dengan fitrah ini diharapkan manusia dapat hidup sesuai dengan hakekat penciptaannya, yaitu mengabdi kepada Allah SWT (QS. 51: 56).
Mengacu pada ketentuan ini, maka dalam pandangan Islam, menurut Jalaludin, manusia pada hakekatnya merupakan makhluk ciptaan Allah yang terikat dengan “Blue prient” (cetak biru) dalam lakon hidupnya, yaitu menyadari akan dirinya sebagai “Abdul Allah” sekaligus mempunyai tugas sebagai khalifah Allah.
Dan manusia memiliki potensi lain yaitu akal untuk mengetahui mana yang baik dan buruk karena akal manusia digunakan untuk berfikir atau mencari ilmu-ilmu Allah yang secara luas tersebar di muka bumi ini. Oleh karena itu, manusia wajib mencari pendidikan untuk kelangsuangan hidup di bumi dan di akhirat kelak.


3.2 Saran
             Sebagi manusia hendaknya kita melakukan sesuai apa-apa yang di perintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi yang dilarang. Karena kita diciptakan sempurna dari pada makhluk Allah yang lain.






DAFTAR PUSTAKA

Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya,1986, hal. 153
Ismai Raji’ Al-Faruqi, Islam dan Kebudayaan, Mizan, Bandung, 1984, hal. 37
Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul Nizar, MA, Filsafat pendidikan Islam, kalam mulia, Jakarta Pusat,  2009, hal. 48, 50, 57-59
Prof. Dr. H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 21
Brian Fay, Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer, Jendela, Yogyakarta, Cet. I, 2002, hal. 69
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode pendidikan Islam, CV. Diponogoro, Bandung, 1992, hal. 31
Prof. H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi Aksara, Jakarta, Cet. VI,  2000, hal. 57.
Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000,  hal. 29.