Label

Sabtu, 12 September 2015

Makalah HASIL OBSERVASI ANAK BERKELAINAN



 

Makalah

HASIL OBSERVASI ANAK BERKELAINAN
DI SLB ABCD PGRI 2 JAJAG



 



 












Oleh :
                                



STAI IBRAHIMY GENTENG BANYUWANGI
2014




P R O F I L
SEKOLAH LUAR BIASA
SLB ABCD PGRI JAJAG KECAMATAN GAMBIRAN
KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2013/ 2014

I.              PENDAHULUAN

Sejarah berdirinya SLB ABCD PGRI 2 Jajag, Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi dilatarbelakangi adanya kebutuhan akan pendidikan dan layanan sosial bagi anak-anak bangsa yang kurang beruntung/ cacat disekitar wilayah Banyuwangi bagian selatan, disamping panggilan hati dari perintis berdirinya SLB ABCD PGRI 2 Jajag ( yaitu : Bapak Sunari, Ibu Sumarmi, dan Bapak Sugiarto) yang waktu itu berjuang tanpa pamrih dengan satu tekat yaitu  “Mendirikan Sekolah Luar Biasa” di wilayah kecamatan.
Dengan melalui banyak tantangan dan proses yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 1 Maret 1990 berdirilah Sekolah Luar Biasa dengan nama SLB ABCD PGRI 2 Jajag yang terletak numpang di Balai Dusun Jatisari, desa Jajag kecamatan Gambiran. Dengan siswa mula-mula 6 anak dan 3 guru yang semuanya sukarelawan murni.
Setelah berjalan + 5 tahun, tepatnya pada tanggal 18 Juli 1995 dengan jumlah siswa 25 jenjang TKLB dan SDLB serta 4 orang guru, SLB ABCD PGRI 2 Jajag resmi terdaftar pada Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur, Nomor : 19993/I04/F/1995. Karena perkembangan sekolah yang semakin pesat pada 1 Juli 2006, SLB yang tadinya numpang di Balai Dusun Jatisari dengan berbagai pertimbangan, al : jumlah siswa semakin banyak sementara daya tampung tidak cukup, lokasi sekolah yang mepet dengan jalan raya sangat berbahaya bagi anak-anak, jenjang pendidikan yang bertambah dari TKLB, SDLB menjadi TKLB-SDLB-SMPLB, dan suasana belajar yang harus bergantian dengan kegiatan dusun,maka melalui musyawarah pihak SLB-Orangtua-PGRI Kec. Gambiran, akhirnya SLB ABCD PGRI 2 Jajag pindah ke desa Yosomulyo (menempati lokasi tanah PGRI dan gedung bekas SMP 12 PGRI Banyuwangi, Kec. Gambiran sampai sekarang)  Selanjutnya secara terus menerus SLB ABCD PGRI 2 Jajag terlegalisasi sebagai berikut :
1.    Tanggal 10 Desember 1998 perpanjangan Ijin Operasional ke Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur, Nomor : 122622/I04/KP/1998,
2.    Tanggal 1 Maret 2002 Terdaftar pada Dinas P dan K Kabupaten Banyuwangi, Nomor : 421.1/987/439.102/2002.
3.    Tanggal 25 Agustus 2004 perpanjangan Ijin Operasional dan NIS dari Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur, Nomor : 421.8/626108.10/2004
4.    Tanggal 12 September 2006, SLB ABCD PGRI 2 Jajag jenjang SDLB terakreditasi B, oleh Badan Akreditasi Sekolah/ BAS Provinsi Jawa Timur Nomor : 036/5/BASDA-P/TU/II/2007
5.    Tanggal 10 September 2007 perpanjangan Ijin Operasional dan NIS dari Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur, Nomor : 412.8/752/108.10/ 2007
6.    Tanggal 28 Nopember 2008, SLB ABCD PGRI 2 Jajag jenjang SMPLB terakreditasi B, oleh BAN-SM Provinsi Jawa Timur Sertifikat Nomor : lb.000313
Demikian seterusnya dimana sebagai sekolah swasta, wajib hukumnya untuk terus memperbaharui surat ijin operasional dan berkerja keras berinovasi sesuai perkembangan jaman.

II.            LATAR BELAKANG
Anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari anak pada umumnya. Mereka memiliki hak yang sama seperti anak normal dalam memperoleh kesempatan pendidikan dan pengajaran. Hal ini seperti termaktup dalam :
1.    UUD 1945, pasal 31 ayat (1) menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan  pengajaran”.
2.    UU RI nomor 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa, “warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak mendapatkan pendidikan”.
3.    Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun1991, tentang Pelaksanaan Pendidikan Luar Biasa.
4.    Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Sosial, dan Menteri Dalam Negeri nomor 0318/P/1984, 64 tahun 1984, 43 HUK/Kep/VII/1984 dan 45 tahun 1984 tentang bantuan terhadap anak kurang mampu, anak cacat/berkelainan, bertempat tinggal di daerah terpencil dalam rangka pelaksanaan wajib belajar.
5.    Undang Undang SISDIKNAS tahun 2003 Bab VI pasal 17 ayat 2 ; Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat (SDLB) atau Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (SMPLB).
6.    Upaya Pemerintah Propinsi dalam menuntaskan wajib belajar 9 Tahun, bahkan 12 tahun.
      Realita menunjukkan bahwa masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan pelayanan yang sesuai, diantaranya adalah kesempatan untuk memperoleh pendidikan/ anak droup out, selain karena sosial ekonomi orangtua rata-rata tidak mampu sebagian besar SLB diwilayah kabupaten Banyuwangi adalah swasta yang kondisinya juga kurang memadai sehingga anggaran yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan sekolah sebagian masih melibatkan keikutsertaan orangtua dan masyarakat yang kemampuannya juga terbatas. Dengan kata lain program Wajib Belajar 9 tahun dan 12 tahun masih belum tuntas karena belum menyentuh hak dasar pada anak-anak berkebutuhan khusus secara optimal.
      Untuk menunjang kegiatan pelayanan pendidikan tersebut, maka pihak sekolah bersama Komite Sekolah mencanangkan program jangka pendek yaitu segera melakukan pengadaan/ pembenahan-pembenahan sarana prasarana, agar kegiatan dapat terprogram dan terencana dengan baik, disamping sarana yang telah ada dapat dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan pembelajaran yang murah, nyaman, aman, dan kondusif sehingga tercipta peningkatan mutu pendidikan yang sangat diharapkan oleh lembaga maupun masyarakat.

III.           VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH

A.   Visi Sekolah
“ Unggul dalam berprestasi, disiplin dan mandiri dalam berkarya berlandaskan nilai Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME”.

B.   Visi Sekolah
1.    Mendidik siswa menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT, kreatif, terampil, dan berwawasan luas dengan tidak meninggalkan Akhlakul Karimah.
2.    Membiasakan berprilaku tertib, disiplin, tepat waktu, dan memberdayakan segala potensi siswa, guru, pimpinan serta orangtua.
3.    Membimbing siswa memperoleh prestasi dipelbagai bidang melalui pembinaan, peningkatan mutu secara terprogram.
4.    Menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, indah, nyaman, aman dan bersahabat.
5.    Mewujudkan hubungan yang harmonis antara guru/ pengasuh, karyawan, murid, orangtua, dan masyarakat sekitar sekolah.
6.    Meningkatkan pelayanan terhadap setiap masalah yang telah diprogramkan.


C.   Tujuan Sekolah :
1.        Tujuan Edukasi
§  Mendorong dan memberikan kebebasan siswa untuk beribadah, mendidik dan mengarahkannya menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, cerdas dan trampil sehingga dapat hidup mandiri dalam kehidupan dimasyarakat.
§  Menjalin kerjasama dengan masyarakat, instansi terkait dan dunia usaha dalam memajukan pendidikan luar biasa,
§  Menyiapkan siswa untuk melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi.


2.        Tujuan Vocasional
§  Terbentuknya lulusan yang mampu hidup di masyarakat dengan membekali tamatan Sekolah Luar Biasa utamanya pada jenjang SMPLB dengan kegiatan kreatif dan inovatif berupa Kecakapan Hidup (Life Skill), agar mereka memiliki kemampuan untuk memasuki dunia kerja baik formal maupun informal dalam bentuk mengembangkan usaha wiraswasta yang mandiri sesuai dengan jenjang dan jenis usaha yang dibutuhkan lingkungan yaitu melalui keterampilan : menganyam, meronce, menjahit dan bordir, membatik, potong rambut, salon, sablon, memasak (tata boga), pertukangan ringan, dan pertanian serta pertokoan.
3.        Tujuan Sosial
§  Menampung Anak Luar Biasa/ Penyandang Cacat, Anak Terlantar, Yatim, dan Yatim-Piatu dengan menyediakan layanan sosial panti dan non panti.
§  Mendorong kemampuan sosialnya agar dapat berkembang lebih optimal di masyarakat dengan ikut berpatisipasi dalam kegiatan dilingkungan sekitar panti.



D.   Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan
·         Kekuatan :
1.    Letak sekolah strategis dan mudah dijangkau dengan transportasi.
2.    Tersedia transportasi umum
3.    Ada dukungan dari komite sekolah
4.    Ada dukungan dari yayasan
5.    Masyarakat sekitar sekolah sangat mendukung eksistensi sekolah.
·         Kelemahan :
1.    Dukungan dari wali murid kurang optimal
2.    Beberapa ruang dan atapnya rusak
3.    Belum adanya tenaga administrasi, Pustakawan dan pesuruh tetap
4.    Dana operasional masih sangat terbatas
5.    Belum tersedia tenaga ahli
6.    Tenaga pendidik (guru) masih kurang
7.    Sarana prasarana dan media pembelajaran sangat terbatas
·         Peluang :  
1.    Terjadinya kerja sama dibidang vokasional dengan home industri di SMALB ADELWIS, batik Virdes dan dengan sanggar rias Nurita, dll
2.    Dukungan dari instansi terkait mulai nampak
3.    Dukungan dari Pemda Banyuwangi
·         Tantangan :
1.    Adanya tuntutan wajib belajar 9 tahun, bahkan Wajar 12 tahun
2.    Sebagian besar siswa berasal dari keluarga yang ekonomi lemah dan jarak sekolah dengan tempat tinggal jauh.
3.    Kesadaran masyarakat yang masih kurang dengan keberadaan PLB,
4.    Sekolah belum memiliki donatur tetap,
5.    Mutu lulusan sebagian besar belum dapat mandiri,
6.    Menyelenggarakan pendidikan yang setara dengan sekolah umum bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik yang memadai terutama untuk anak Tuna Netra, Tuna Rungu dan Tuna Daksa.
7.    Menyelenggarakan pendidikan keterampilan/ vokasional secara terarah, terpadu dan berkesinambungan untuk bekal hidup di masyarakat.
8.    Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus.
9.    Memberi bekal kepada anak dengan keterampilan menurut bakat dan jenis kelainannya sehingga dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
 
E.   Sasaran Kegiatan, Strategi Pelaksanaan Kegiatan dan Indikator Keberhasilan :

   SASARAN KEGIATAN SEKOLAH                       :

§    Siswa SLB ABCD PGRI 2 Jajag
§    Anak berkebutuhan khusus diwilayah kecamatan Gambiran dan sekitarnya.
§    Sekolah sekitar wilayah kecamatan Gambiran
§    Masyarakat sekitar, orang tua, tokoh masyarakat dan instansi terkait.
§    Anak Luar Biasa yang terlantar/ Yatim/ Yatim-Piatu dengan menyediakan layanan panti.

            STRATEGI PELAKSANAAN KEGIATAN            :

·                Mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai
·                Bekerja sama dengan lembaga lain untuk pelatihan kerja bagi siswa SLB yang sudah lulus/tamat.
·                Mensosialisasikan PLB disekolah dan masyarakat Kecamatan Gambiran, tokoh masyarakat, dan orang tua.

INDIKATOR KEBERHASILAN          :
·               Animo pendaftar meningkat
·               Prestasi siswa meningkat
·               Produk hasil karya dapat dipamerkan, bahkan sebagian dipasarkan

F.    Kegiatan Keterampilan dan Pelatihan :
·               Keterampilan menganyam
·               Keterampilan meronce
·               Keterampilan menjahit
·               Keterampilan membatik
·               Keterampilan potong rambut
·               Keterampilan salon
·               Keterampilan cetak sablon
·               Tata boga / keterampilan memasak
·               Keterampilan pertukangan ringan
·               Komputerisasi dan Internet
·               Keterampilan pertanian / perkebunan, dan
·               Pertokoan/ pracangan

G.   Produk Unggulan Hasil Keterampilan
·           Kap lampu
·           Tempat tisu flanel
·           Tempat tisu daur ulang

H.   Sumber Daya Manusia :
                  Staf Pengajar SLB ABCD PGRI Jajag, Kecamatan Gambiran Banyuwangi, terdiri para Guru Senior yang memiliki dedikasi tinggi dan pengalaman serta kemampuan manajerial, dengan latar pendidikan:
1.       Pasca Sarjana Pendidikan Umum
2.       Sarjana Pendidikan Luar Biasa.
3.       Sarjana Muda Pendidikan Luar Biasa.
4.       Sarjana Pendidikan Lainnya.
5.       Tenaga Ahli dalam bidang Vocational.

IV.          PROFIL SEKOLAH


1.      IDENTITAS  SEKOLAH :
a.    Nama Sekolah                  : SLB PGRI Jajag, Kec. Gambiran
Status                                : Swasta
Jenjang Pendidikan          : TKLB, SDLB, SMPLB
Jenis Kelainan                   : A, B, C, C1, D, Autis/ Campuran
b.    No. Statistik Sekolah        : 892052507002
·         A. NIS / NPSN TKLB  : 281630 / 20525657
·         B. NIS / NPSN SDLB : 281640 / 20526020
·         C. NIS / NPSN SMPLB          : 281650 / 20525691
c.    Tahun berdiri                     : 01 Maret 1990
d.    Akreditasi             : (B)
·         Sk. Nomor                  : 036/5/Basda-P/TU/II/2007 tgl.12-09-06
·         Oleh                            : Badan Akreditasi Sekolah Prov. Jatim
e.    Lokasi Sekolah                 :
Jarak ke kecamatan         : + 4 km
Jarak ke pusat otoda        : + 45 km
Terletak di daerah : pedesaan
Terletak pd lintasan           : jalan poros provinsi
f.     Keg. Pembelajaran           : pagi hari
g.    Bangunan sekolah            : milik sendiri
h.    Status tanah                      : hak milik (sertifikat no. 12.37.07.08.1.
                                             00445) Luas tanah : 1810 m2
i.      Nama KS Koordinatif        : SUGIARTO, S.Pd, M.Pd
j.      Alamat Sekolah                :
·         Propinsi                       : Jawa Timur
·         Kabupaten                   : Banyuwangi
·         Kecamatan                 : Gambiran
·         D e s a                         : Yosomulyo
·         Jalan                           : Raya Jajag Km.4
·         Kode Pos                    : 68486
k.    Nomor Rekening  : 0552045513
·         Nama Bank                 : Bank Jatim
·         Kantor                         : Banyuwangi
l.      Pemegang Rekening        :
·         Kepala Sekolah           : SUGIARTO, M.Pd
·         Bendahara Sekolah    : NIMA NURITA, S.Ag,  S.Pd
m.   Nama Yayasan                 : Perkumpulan Pembina Lembaga Pendi- dikan Dasar dan Menengah Persatuan Guru Republik Indonesia (PPLP DASMEN-PGRI) Kabupaten Banyuwangi
n.    Alamat Yayasan               : Jln. A. Yani No. 82, Telp. 0333-423066
o.    Jumlah siswa per januari 2011  :
·         TKLB               :           14   SISWA, (18 = 90 % siswa aktif)
·         SDLB              :           73   SISWA, (63 = 97 % siswa aktif)
·         SMPLB           :           28   SISWA, (20 = 91 % siswa aktif)
                                                                                                +
J  u  m  l  a  h  :        115   siswa aktif (101 siswa) = 94.4 %




p.    Keadaan Pegawai/ Guru  :
·         Jumlah guru dan ks               
·         Guru negeri                 :           4   orang
·         Guru  bantu                 :           -   orang
·         Gtt/ honorer                 :           8   orang
·         Tu dan pesuruh           :           1   orang


2.      IDENTITAS KEPALA SEKOLAH :
2.1. Nama Lengkap KS                      : SUGIARTO, S.Pd,  M.Pd
Pendidikan :
·         SD                                        tamat tahun 1982
·         SLTP/Sederajat                   tamat tahun 1985
·         SLTA/Sederajat                   tamat tahun 1988
·         SGPLB/Sarmud                   tamat tahun 1990
·         S-1                                       tamat tahun 1998
·         S-2                                       tamat tahun 2003
2.2. Jurusan Pendi. Terakhir  : TEP (Teknologi Pembelajaran)
2.3. Masa kerja KS pada sekolah tempat bertugas saat ini :
·         04 tahun, dari tahun  (2008  sd. 2012)
2.4. Pelatihan yang pernah diikuti :

3.      EADAAN SISWA :
3.1.        Jumlah Siswa
3.1.1.Data Siswa 3 tahun terakhir
a)         jenjang TKLB :

Kelas

Jumlah Siswa
Jumlah Ruang Kls
Jumlah Rombel
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
A
6
11
3
-
-
-
1
1
1
B
14
7
11
1
1
1
1
2
2
JML
20
18
14
1
1
1
2
3
3

b)         jenjang SDLB :

Kelas

Jumlah Siswa
Jumlah Ruang Kls
Jumlah Rombel
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
I
10
14
10
1
1
1
2
2
2
II
8
12
15
-
-
-
2
2
2
III
8
9
13
1
1
1
2
2
2
IV
11
10
14
1
1
1
2
2
2
V
12
13
13
-
-
-
2
2
3
VI
7
7
8
-
-
-
1
2
2
JML
56
65
73
3
3
3
11
12
13

c)         jenjang SMPLB :

Kelas

Jumlah Siswa
Jumlah Ruang Kls
Jumlah Rombel
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
10-11
11-12
12-13
VII
7
6
10
-
-
-
2
2
2
VIII
10
7
9
1
1
1
1
2
2
IX
3
9
9
-
-
-
1
1
2
JML
20
22
28
1
1
1
4
5
6

3.2.        Angka Putus Sekolah
TAHUN PELAJARAN
KELAS 1
KELAS 2
KELAS 3
JUMLAH
1
2
3
4
5
2013/2014
-
1
1
2
Alasan Putus Sekolah : Ikut orangtua ke luar Jawa dan menikah

4.      RASIO PENERIMAAN SISWA :
TAHUN PELAJARAN
JUMLAH SISWA
PENDAFTAR
DITERIMA
1
2
3
2011 / 2012
29
27
2012 / 2013
30
28
2013 / 2014
35
27
Alasan tidak diterima : Daya Tampung/ Kelas sangat terbatas

5.      KEADAAN GURU :
No
Status Guru
Tingkat Pendidikan
SLTP
SLTA
D-1
D-2
D-3
S-1
S-2
1
Guru Tetap
-
-
-
-
-
3
1
2
Guru Tidak Tetap/ GTT
-
3
-
-
-
4
-
3
Guru Tetap Yayasan/ GTY
-
-
-
-
-
7
-
Jumlah
0
3
0
0
0
14
1

6.      KONDISI KELAS DAN RUANG LAINNYA :
No
Kelas
Jumlah Ruang/
Kondisi
Ruang Lain
Jumlah Ruang/
Kondisi
Baik
Cukup 
Rusak
Baik
Cukup 
Rusak
I
TKLB
--
--
--
Ruang Kopsis
-
-

A
-
-
Ruang Pramuka
-
-
-

B
-
-
-
Ruang Pertemuan
-
-
-
II
SDLB
--
--
--
Laboratorium
-
-
-

1
-
-
Ruang Keterampilan
-
-

2
-
-
-
Ruang Perpustakaan
-
-
-

3
-
-
Ruang Khusus/ OM
-
-
-

4
-
-
-
Ruang Braille
-
-
-

5
-
-
R. Khusus/ BKBPI
-
-
-

6
-
-
-
R. Hydro Therapy
-
-
-
III
SMPLB
--
--
--
R. Bina Pribadi & Sos
-
-
-

1
-
-
R. Masage
-
-
-

2
-
-
-
R. Musik
-
-
-

3
-
-
-
Asrama / panti SLB
-
-
Jumlah
5
0
0

0
3
0

7.      DATA SARANA PENDIDIKAN :
No.
Jenis Sarana
Jumlah
Kondisi
1
2
3
4
A
Gedung/ Bangunan :



1.  Kantor Sekolah
1
Baik

2.   Ruang Kelas
4
Sedang

3.   Ruang Perpustakaan
-
-

4.   Ruang UKS
1
Sedang

5.   Ruang Keterampilan
1
Rusak

6.   Laboratorium
-
-

7.   Ruang Kepala Sekolah
1
Baik

8.   Ruang Guru
1
Baik

9.   Rumah Dinas Penjaga
-
-




B
Mebelair                  :



1.  Meja Kursi Murid
68
Rusak 6

2.  Meja Kursi Guru
14
Baik

3.  Almari
8
Sedang

4.   Rak Perpustakaan
-
-




C
Buku Pelajaran / Paket :



1.  Buku Paket
275
Baik

2.  Buku Bacaan
225
Baik




D
Barang Inventaris       :



1.  Mesin Ketik
2
Rusak 1

2.  Komputer
5
Baik

3.  Printer
6
Rusak 5

4 .  OHP
1
Sedang

5.   Mesin Ketik Braille
1
Sedang

6.   Laptop
1
Sedang


LEMBAR IDENTIFIKASI
IDENTIFIKASI ANAK LUAR BIASA/ PK/ PLK :
1)            Nama Anak                                : Aji Prasetyo
2)            Jenis Kelamin                             : Laki-Laki
3)            TTL / Umur                                : Bwi, 22-02-2001 
4)            Anak ke-                                                : 2 (dua )
5)            Status anak dlm keluarga           : Kandung
6)            Kelas                                          : 5 (tiga)
7)            Jenjang Pendidikan                    : SDLB
8)            Nama Sekolah                            : SLB ABCD PGRI 2 JAJAG
9)            Alamat Sekolah                          : Jl. Raya jajag Km. 4 Yosomulyo
10)        Jenis kelainan                            : Tunarungu
11)        Ciri-ciri anak                              : Aktif, tidak bisa mendengar dan bicara.                                                                                                                                       
12)        Riwayat hidup anak                   :
·         Prenatal                                : Normal
·         Natal                                    : Normal
·         Post natal                             : Demam tinggi pada usia 2 bulan dan                                                               mengalami kejang-kejang
                                                                    
13)        Nama orang tua              :
·         Ayah                                    :  Sunyono
·         Ibu                                        :  Suswati
14)         Alamat rumah                            :  Terong  Rt 02/Rw 02                                                                                         Campusari Banyuwangi

DIAGNOSA  DAN UPAYA TINDAK LANJUT
A.    Diagnosa
Diagnosa yang saya lakukan  dengan  sumber- sumber yang saya peroleh   seperti bertanya pada guru dan  tim ahli di sekolah tersebut,
 Adit adalah anak laki-laki yang mengalami gangguan atau kelainan pada fase postnatal  yaitu terganggunya  fungsi pendengaran disebabkan karna mengalami panas tinggi ketika dia umur 1 tahun hingga mengalami step kemudian Adit berobat pada dokter dan akhirnya sembuh. Orang tua tidak menganggap panas tersebut sesuatu hal yang bisa menggagu kehidupan anaknya dan dianggapnya wajar wajar saja. akhirnya setelah peristiwa itu barulah orang tuanya curiga kenapa Adit tidak mengalami perkembangan seperti anak lainya. Kemudian Adit di periksakan pada dokter THT dan diperoleh hasil ada gangguan ada saraf pendengaran Adit. Kemudian orang tua Sadar bahwa Adit mengalami gangguan pada bicaranya. Orang tua semat mengalami  kebingungan apa yang akan terjadi pada masa depan Adit dengan keadaannya tersebut. Kemudian orang tua menemukan solusi bahwa ada sekolah yang bias menampung anak tunarungu yaitu di SLB.   
B.     Upaya  tindak  lanjut
                 Adit sekarang sudah sekolah di SLB dia sekolah mulai kelas 1 SDLB hingga kini sudah kelas 3 SDLB  upaya yang dilakukan orang tua sudah tepat dengan sekolah di SLB anak merasa bahwa lingkungan yang dia tempati untuk belajar dia anggap sama dengan dirinya. Di SLB guru   memberikan pengajaran akademis dengan menggunakan kurikulum yang sudah disediakan oleh pemerintah juga  pengajaran vokasional/keteramilan dan sosil seperti yang terdapat ada VISI MISI SLB ABCD PGRI 2 Jajag dengan tujuan agar anak kelak bisa hidup mandiri tanpa tergantung pada orang lain dan berbaur dengan masyarakat luas.

Lampiran foto
PAPAN NAMA SLB ABCD PGRI 2 JAJAG








Jumat, 11 September 2015

Sejarah Krisis Moneter



Sejarah Krisis Moneter

Krisis finansial Asia adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand, dan mempengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis moneter ("krismon") di Indonesia.
Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Hong Kong, Malaysia dan Filipina juga terpengaruh. Daratan Tiongkok, Taiwan dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang.
Sampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account deficit" dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari pemroduksi yang lebih murah dan menemukannya di Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risiko yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" diantara investor yang memperbesar risiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.

    Thailand

Dari 1985 ke 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada 14 May dan 15 May 1997, mata uang baht, terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada 30 Juni, Perdana Mentri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi baht, tetapi administrasi Thailand akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli.
Pada 1996, "dana hedge Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai. Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada dolar. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar pada Januari 1998. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan Thailand terbesar bangkrut. Pada 11 Agustus, IMF membuka paket penyelamatan dengan lebih dari 16 milyar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada 20 Agustus IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9 milyar dolar AS.

    Filipina

Bank sentral Filipina menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei dan 2 point lagi pada 19 Juni. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada 3 Juli, bank sentral Filipina dipaksa untuk campur tangan besar-besaran untuk menjaga peso Filipina, menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen dalam satu malam.

    Hong Kong

Pada Oktober 1997, dolar Hong Kong, yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan tekanan spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama bertahun-tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 milyar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23 Oktober, Index Hang Seng menyelam 23%. Otoritas Moneter Hong Kong berjanji melindungi mata uang. Pada 15 Agustus 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam satu malam.

     Korea Selatan

Korea Selatan adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia. Dasar makroekonominya bagus namun sektor banknya dibebani pinjaman tak-bekerja. Hutang berlebihan menuntun ke kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar Korea, Kia Motors meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, Moody's menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di saham Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November, jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada 24 November, saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.

     Malaysia

Pada 1997, Malaysia memiliki defisit akun mata uang besar lebih dari 6 persen dari GDP. Pada bulan Juli, ringgit Malaysia diserang oleh spekulator. Malaysia mengambangkan mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari kemudian Standard and Poor's menurunkan rating hutang Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating menurunkan rating Maybank, bank terbesar Malaysia. Di hari yang sama, Bursa saham Kuala Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, ringgit jatuh lagi. Perdana Mentri Mahathir bin Mohamad memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang jatuh lagi pada akhir 1997 ketika Mahathir bin Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan 10 milyar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.
Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen, produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara ini turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi Malaysia merupakan negara tercepat yang pulih dari krisis ini dengan menolak bantuan IMF.

     Indonesia

Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut -- level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond".
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.

    Singapura

Ekonomi Singapura berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya. Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai pelajaran bagi negara tetangganya.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.

     Tiongkok daratan

Republik Rakyat Cina tidak terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun RRT telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah dalam sistem perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan tidak ada pelarian bank.

     Amerika Serikat dan Jepang

"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada Amerika Serikat dan Jepang. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.
Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang.
Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.

   Laos

Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4700 ke 6000 terhadap satu dolar AS.

   Konsekuensi

Krisis Asia berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang terpengaruh besar oleh krisis ini.
Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politk, paling tercatat dengan mundurnya Suharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand. Ada peningkatan anti-Barat, dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide adanya beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan politik yang superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise ekonomi RRC.
Krisis Asia menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis Asia bank tidak ingin meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisa oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya, kecepatan, dinamismenya; dia mempengaruhi belasan negara, memiliki efek ke kehidupan berjuta-juta orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin para pakar ekonomi lebih tertarik lagi dengan betapa cepatnya krisis ini berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang tak berpengaruh. Keingintahuan ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang ekonomi finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini terjadi. Beberapa kritik menyalahkan tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank Dunia Joseph Stiglitz.
Berbagai kajian yang menelaah krisis keuangan Asia telah banyak dilakukan, dari berbagai sudut pandang pula. Secara umum terlihat suatu pola dan karakteristik yang berlaku sama di seluruh negara yang dilanda krisis. Namun, dalam hal kedalamannya dan jangka waktunya, Indonesia dapat dikatakan sangat unik. Sulit mencari pembandingnya, barangkali negara yang paling layak untuk dibandingkan waktu itu adalah Rusia, dan sekarang mungkin Argentina. Oleh karena itu, dalam uraian berikut kita akan mengkaji secara singkat mengapa krisis di Indonesia begitu parah, dan mengapa pemulihannya begitu lambat.
Sebagai introspeksi, harus kita akui bahwa krisis di Indonesia benar-benar tidak terduga datangnya, sama sekali tidak terprediksi sebelumnya. Seperti dikatakan oleh Furman dan Stiglitz (1998), bahwa di antara 34 negara bermasalah yang diambil sebagai percontoh (sample) penelitiannya, Indonesia adalah negara yang paling tidak diperkirakan akan terkena krisis bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya dalam percontoh, tersebut. Ketika Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya percaya bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia dipercaya cukup kuat untuk menahan kejut eksternal (external shock) akibat kejatuhan ekonomi Thailand.

Berikut ini 4 Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
1.   Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani (manageable). Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal, boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi
nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu.
Selain itu, hutang swasta tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi, tetapi lebih mengandalkan koneksi politik, dan seakan didukung oleh persepsi bahwa negara akan ikut menanggung biaya apabila kelak terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas dasar perhitungan aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya mendorong lagi terjadinya apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini adalah akibat dari sistem yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan penggelembungan aset tersebut, seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah suatu strategi “kalau untung aku yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung (heads I win tails somebody else loses)”. Di tengah pusaran (virtous circle) yang semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar, tetapi menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang ikut memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity) hutang swasta tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi, rata-rata batas waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).
2. Yang kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan
pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan
. Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized) atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi. Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.
3. Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
Hill (1999) menulis bahwa banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah, untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis. Jauh sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman” yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Anehnya, selama Indonesia menikmati economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat ekonomi
Indonesia. Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat, adil, dan efektif. Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
4.  Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
Faktor ini merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik
telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.
         Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi musykil, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).

SEMOGA KEDEPANNYA  INDONESIA TIDAK MENGALAMI KRISIS EKONOMI LAGI.

K H Nurul Huda Djazuli, Haflah Al Falah Trenceng