Kajian
Tentang Lingkungan Pendidikan
1. Pengertian Lingkungan Pendidikan
Sebelum penulis mengutarakan lebih jauh
tentang lingkungan pendidikan perlu kiranya di sini dikemukakan tentang
pengertiannya.
Menurut H.M. Hanafi Anshori pengertian
lingkungan sebagai berikut:
Lingkungan
adalah segala yang ada di sekitar anak baik berupa benda-benda,
peristiwa-peristiwa yang terjadi, maupun tradisi masyarakat, terutama yang
dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak yaitu lingkungan dimana anak-anak
bergaul dan dimana proses pendidikan berlangsung. (1983:41).
Lingkungan pendidikan akan memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan suatu proses pendidikan
sehingga masalah lingkungan tidak boleh diabaikan, dengan kata lain sedapat
mungkin suatu lingkungan harus dapat memberikan dukungan penuh terhadap proses
pendidikan.
Dalam proses perkembangan manusia, lingkungan
ini merupakan faktor yang penting setelah faktor pembawaan. Tanpa adanya
dukungan dari faktor lingkungan maka proses perkembangan dalam mewujudkan
potensi bawaan menjadi kemampuan nyata tidak akan terjadi. Oleh karena itu
fungsi atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan
sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu
potensi secara baik dan tidak baik sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini
dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan
suatu potensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik
dan akan menjadi tugas utama seorang pendidik (orang tua atau guru) untuk
menciptakan atau menyediakan lingkungan yang positif agar dapat menunjang
perkembangan si anak dan berusaha untuk mengawasi dan menghindarkan pengaruh
faktor lingkungan yang negatif yang dapat menghambat dan merusak perkembangan
sang anak. (M. Alisuf Sabri, 1996:41).
2. Macam-macam Lingkungan Pendidikan
H.M. Hafi Anshari menyebutkan ada tiga
lingkungan pendidikan yang dikenal dengan tri pusat pendidikan, yaitu:
a.
Lingkungan
keluarga
b.
Lingkungan
sekolah (2003:92)
Dari pembagian tersebut dapat diambil
pengertian bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup juga sekaligus menjadi
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, hal ini
sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi:
اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّحْدِ (رواه ابن عبد البر)
Artinya :
“Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke liang lahat".(HR. Ibnu Abdul Bar)
(Zakiah Daradjat, 1996:6).
Sebelum membahas lebih jauh mengenai
lingkungan pendidikan, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa komentar
tentang pendidikan menurut para ahli diantaranya:
Menurut Poerbakawatja dan Harahap yang
dikutip oleh Muhibbin Syah, mengemukakan bahwa pendidikan adalah:
…….Usaha
secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan sianak
ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari
segala perbuatannya……….. orang dewasa itu adalah orang tua sianak atau orang
diatas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai pendidikan untuk mendidik, misalnya
guru sekolah, pendeta atau kiyai dalam lingkungan keagamaan dan sebagainya.
(1995 ; 11)
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah usaha yang diadakan secara sadar oleh sipendidik
terhadap anak didik untuk mengembangkan potensi yang ada dan mendewasakannya.
a.
Lingkungan
Keluarga
Lingkungan keluarga adalah merupakan
lingkungan pertama dan utama yang ditemui oleh anak dalam kehidupannya, artinya
bahwa dalam keluarga anak menemukan pendidikan untuk pertama kalinya. keluarga
merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantaranya anggotanya bersifat
khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. disini berlangsung
pendidikan secara sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku
didalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar
diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Pada tahun-tahun pertama, orang tua memegang
peranan utama dan memikul tanggung jawab pendidikan anak. Pada saat ini
pemeliharaan dan pembiasaan sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan. Kasih
sayang orang tua yang tumbuh akibat dari hubungan darah dan diberikan kepada
anak secara wajar dan sesuai dengan kebutuhan, mempunyai arti sangat penting
bagi pertumbuhannya dan banyak berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian
sesudah ia dewasa.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
SAW, yang berbunyi:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَنِهِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ
(رواه ابو هريرة)
Artinya : "Setiap anak yang dilahirkan itu telah
membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah ) maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun
Majusi." (Firdaus, 1986:248).
Kemudian sejauh mana batasan lingkungan
keluarga, untuk lebih jelasnya maka Dr. Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa:
"Orang
tua adalah orang yang menjadi panutan anaknya. Setiap anak, mula-mula mengagumi
kedua orang tuanya. Semua tingkah laku orang tuanya ditiru oleh anak itu.
Karena itu, peneladanan sangat perlu. Lebih lanjut dijelaskan lagi bahwasanya
orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman keimanan bagi
anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar sekali pengaruhnya. Disebut
pendidik pertama, karena merekalah yang pertama mendidik anaknya. Sekolah,
pesantren, dan guru agama yang diundang ke rumah adalah institusi pendidikan
dan orang yang sekedar membantu orang tua.(2002:7- 8)
Dari uraian di atas, maka dapat diambil suatu
pengertian bahwa pendidikan keluarga adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar yang dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga yang lain terhadap
anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mengembangkan
potensi-potensinya supaya anak tumbuh menjadi lebih dewasa jasmani maupun
rohaninya.
Mengenai penjelasan dari indikator tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Keteladanan orang tua sebagai pendidik
Anak adalah merupakan bagian dari kehidupan
keluarga, yang merupakan hasil dari hubungan cinta kasih yang murni dari suami
istri menurut ketentuan Allah. Ia merupakan amanat Allah kepada orang tua untuk
dipelihara, dididik dan diajari agar menjadi manusia yang sholih. Al-Qur'an
menjelaskannya pada surat al-A'raf ayat 189:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا
حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ
آَتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) [الأعراف/189]
Artinya : "Dialah yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya,
agar dia merasa senang kepadanya. Maka
setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat,
keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya, seraya berkata:
sesungguhnya apabila Engaku memberi kami anak yang sholeh, tentu kami termasuk
orang-orang yang bersyukur."
(Depag RI, 1998: 253-254).
Dalam hal pendidikan dalam lingkungan
keluarga, orang tua harus mampu memberikan suri teladan secara kongkrit, tidak
hanya dengan perintah. Orang tua harus berperilaku sesuai dengan standar
moralitas yang baik sebelum menginginkan anaknya menjadi baik. Tanpa
keteladanan, ajaran moral umumnya sulit diterima oleh anak. Contohnya, bila
seorang anak disuruh membina hubungan yang baik dan rukun dengan
rekan-rekannya, padahal ayah dan ibunya sering bertengkar atau tidak rukun
dengan tetangga. Si anak akan sulit menuruti perintah yang diberikan orang
tuanya, ia lebih mudah mengikuti apa yang dilihat dan dialami dari kehidupan
orang tuanya. Bila sering melihat orang tuanya bertengkar, maka anak juga
cenderung melakukan hal yang sama terhadap rekan-rekannya.
Penanaman keteladanan dibidang keagamaan
harus diberikan terus menerus secara intensif. Tidak hanya selama masa
kanak-kanak, melainkan juga setelah mereka memasuki masa remaja dan dewasa,
bahkan hingga tua. Ini karena pada hakekatnya proses pendidikan berlangsung
seumur hidup.
Pendidikan anak dalam lingkungan keluarga
adalah menjadi tanggung jawab orang tua, terutama ibu. Sesuai kodratnya sebagai
wanita, yakni memiliki sifat-sifat lembut, sabar, telaten dan kasih sayang yang
besar terhadap anaknya, memungkinkan seorang ibu melaksanakan tugas tersebut.
Adapun bentuk keteladanan orang tua sebagai
pendidik yang paling memungkinkan adalah :
a)
Bimbingan
dalam belajar
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian
bimbingan maka akan dikemukakan beberapa pendapat dari beberapa ahli,
diantaranya pendapat Lester D. Crow & Alice Crow yang dialih bahasakan oleh
Dewa Ketut Sukardi di mengatakan :
"Bimbingan
merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh pribadi yang terdidik dan wanita
atau pria yang terlatih, kepada setiap individu yang usianya tidak ditentukan
untuk dapat menjalani kegiatan hidup, mengembangkan sudut pandangnya, mengambil
keputusannya sendiri dan menanggung bebannya sendiri." (1983:64).
Sedangkan menurut Stoops, bimbingan adalah : "Proses
yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai
kemampuan secara maksimal dalam mengarahkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya
baik dalam dirinya maupun bagi masyarakat." (Djumhur, et., al., 1975:25).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar
memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenai dirinya sendiri,
mengenai persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan
hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain.
Adapun bimbingan yang dimaksud dalam
pembahasan ini adalah bimbingan yang dapat menunjang keberhasilan belajar anak
di sekolah, oleh karena itu bimbingan yang diberikan haruslah berkaitan dengan
kegiatan belajar anak selama berada dalam lingkungan keluarga, bimbingan dan
pengarahan orang tua sangat diharapkan. Tanpa demikian anak akan mengalami
kesulitan dalam belajar, kurang terarah dalam menentukan waktu materi
pelajaran, pemecahan persoalan-persoalan yang rumit yang tidak dapat diatasi,
cara belajar yang efisien waktu dan kegairahan dan kesemangatan untuk belajar
akan hilang tanpa adanya bimbingan dan dorongan dari orang tua.
Dari bimbingan yang diberikan oleh orang tua
terhadap semua masalah anak, diharapkan anak, dapat meningkatkan kemampuan
belajarnya. Pada kenyataannya bimbingan yang diberikan kepada anak akan
mempunyai beberapa fungsi, yaitu Pemahaman individu
1) Pencegahan dan pengembangan diri
2)
Membantu individu
menyempurnakan cara-cara penyesuaiannya
(Dewa Ketut
Sukardi, 1983:80-91).
Bimbingan berfungsi sebagai pemahaman
individu, dapat diartikan bahwa dengan bimbingan diharapkan anak akan dapat
memahami keadaan dirinya, baik kemampuan, minat, bakat, maupun kepribadiannya.
Bimbingan juga dapat berfungsi sebagai
pencegahan dari gejala tingkah laku anak yang akan melakukan perbuatan yang
tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Dengan bimbingan orang tua, diharapkan
anak akan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan aturan, sehingga tujuan
pendidikan yang diharapkan dapat tercapai.
Orang tua dalam memberi bimbingan kepada
anak, juga mempunyai tujuan agar semua bakat kemampuan dan potensi yang
dimiliki anak dapat berkembang dan tersalurkan. Kadang-kadang anak mempunyai
bakat dan potensi terhadap sesuatu, tetapi karena tanpa ada bimbingan dan
pengarahan maka bakat dan potensi itu tidak dapat berkembang.
Sedangkan bimbingan berfungsi sebagai
penyesuaian dapat diartikan bahwa dengan bimbingan diharapkan anak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Baik lingkungan dalam keluarga, lingkungan
sekolah, maupun lingkungan dalam masyarakat.
b) Menyediakan kebutuhan dan fasilitan belajar
Yang dimaksud dengan kebutuhan (sarana)
adalah bahan dan alat-alat yang dipergunakan dalam belajar. Sarana adalah alat
yang langsung dipakai anak dalam proses belajar, sedangkan fasilitas atau
prasarana adalah tempat tertentu dimana anak-anak dapat melakukan kegiatan
belajar dengan tenang, bedanya kebutuhan (sarana) yaitu alat yang langsung
digunakan dalam belajar sedangkan fasilitas (prasarana) hanya sebagai penujang
saja.
Orang tua diharapkan dapat menyediakan semua
kebutuhan tersebut, sebab tanpa tersedianya bahan-bahan dan alat-alat tersebut
maka anak-anak akan mengalami kesulitan untuk belajar dengan baik.
Oemar Hamalik mengatakan bahwa alat (media)
pendidikan itu terdiri dari:
1) Bahan-bahan cetakan atau bacaan
2) Alat-alat audio visual
3) Sumber-sumber masyarakat
4) Kumpulan benda-benda (1980:50-51)
Apabila semua kebutuhan bahan atau alat-alat
sebagai penunjang kegiatan belajar tidak dapat dipenuhi maka sulit diharapkan
belajar anak akan berhasil dengan baik.
Untuk menciptakan situasi yang tenang bagi
anak dalam belajar, perlu disediakan fasilitas yang memenuhi syarat yaitu
berupa kamar yang khusus untuk belajar, kursi belajar, lampu yang terang dan
sebagainya.
b.
Lingkungan
Sekolah
Dari tiga bentuk lingkungan pendidikan,
sekolah dapat dikatakan sebagai lingkungan pendidikan yang sebenar-benarnya.
Dalam pengertian, berbeda dengan pendidikan di lingkungan keluarga dan
masyarakat, pendidikan di lingkungan sekolah dijalankan secara formal dengan
bimbingan seorang guru, para siswa diajar dan dididik mengenai berbagai hal
yang berkaitan dengan kehidupan dan keilmuan, serta dengan sistem dan aturan yang
telah ditentukan.
Kerjasama antara sekolah dan keluarga dapat
diwujudkan melalui:
1) Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada
hari penerimaan murid baru
2) Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan
keluarga
3) Adanya daftar nilai atau raport yang setiap
catur wulan atau sememter dibagikan kepada murid-muridpun dapat dipakai sebagai
penghubung antara sekolah dan orang tua murid.
4) Kunjungan guru ke rumah orang tua murid, atau
sebaliknya kunjungan orang tua murid ke sekolah
5) Mengadakan perayaan, pesta sekolah atau pameran-pameran
hasil karya murid-murid. (Ngalim Purwanto: 1997:128-129).
Secara ideal, lembaga di lingkungan sekolah
tidak hanya berhenti pada penyampaian materi pelajaran dan penyajianb program,
namun lebih dari itu lembaga pendidikan harus mampu menciptakan kekebalan dalam
diri peserta didik untuk melawan berbagai penyimpangan dan membina mereka
memiliki kejujuran ilmiah dan kelogisan penalaran, sehingga anak didik hanya
mau menerima kebenaran pengetahuan dan sejarah yang benar.
Dalam lingkungan sekolah, guru sebagai
pendidik adalah lain dari orang tua. Orang tua menerima tugasnya sebagai
pendidik dari Tuhan atau karena kodratnya. Guru menerima tugas dan kekuasaan
sebagai pendidik dari pemerintah. Guru adalah pendidik karena jabatannya. Maka
dari itu, sudah sewajarnya pula bahwa kasih sayang guru terhadap murid-muridnya
tidak akan sedalam kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.
Guru sebagai pendidik di lingkungan sekolah
lebih-lebih yang berorientasi pendidikan agama harus memiliki sikap profesional
dalam artian mampu mewadahi kepentingan mengantisipasi dinamika kurikulum yang
terus berkembang.
Menurut H. Abd. Halim Soebahar, mengatakan
bahwasanya konsep pendidikan Islam itu ada tiga, yakni: tarbiyah, ta'lim, dan
ta'dib. Maka pengertian pendidik dalam Islam adalah sebagai murabbi, mu'allim,
dan mu'addib sekaligus. (2002:2-6).
Pengertian Murabbi mengisyaratkan bahwa guru
agama harus orang yang memiliki sifat-sifat Robbani yaitu nama yang diberikan
bagi orang-orang yang bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan ar-rab. Di
samping juga memiliki sikap bertanggung jawab dan penuh kasih sayang terhadap
peserta didik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syu'ara ayat 18 yang artinya
:
"Fir'aun menjawab: "Bukankah kami telah
mengasuhmu diantara keluarga kami, waktu kami masih anak-anak dan kamu tinggal
bersama kali beberapa tahun dari umurmu."
(Depag RI. 1998:574)
Pengertian Mu'allim mengandung konsekwensi
bahwa mereka harus 'Alimun (ilmuan) yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki
kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang
selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 31:
Artinya: "Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama seluruhnya." (Depag RI, 1998:14).
Sedangkan konsep Ta'dib mencakup pengertian
integrasi ilmu dengan amal sekaligus. Hilangnya dimensi amal dalam kehidupan
guru agama akan menghapuskan citra dan esensi dari pendidikan Islam.
Konsep di atas sebenarnya lebih menekankan
pada aspek kwalitatif dari pada aspek formal administratif. Guru profesional
secara adminitratif adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat administrasi
sebagai guru agama, memiliki ijazah keguruan, memiliki surat keputusan sebagai
guru, menduduki jabatan sebagai guru agama, terlepas apakah mereka memiliki
kwalitas yang handal atau tidak. Sebaliknya jika ada yang memiliki kwalitas
memadai, tetapi karena mereka kelengkapan administrasinya, mereka akan tertolak
sebagai guru.
Namun menurut analisa penulis, dalam
menghadapi perubahan masyarakat di masa yang akan datang yang diperlukan adalah
unsur kwalitasnya, bukan administratif, lebih-lebih memasuki pasar bebas tahun
2010 dan 2020.
Untuk menjadi guru yang lebih baik dan
diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1)
Taqwa kepada
Allah SWT
2)
Berilmu
3)
Sehat
jasmani
4)
Berkelakuan
baik. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 32-33)