Label

Minggu, 01 November 2015

Tentang Lingkungan Pendidikan



Kajian Tentang Lingkungan Pendidikan

1.      Pengertian Lingkungan Pendidikan
Sebelum penulis mengutarakan lebih jauh tentang lingkungan pendidikan perlu kiranya di sini dikemukakan tentang pengertiannya.
Menurut H.M. Hanafi Anshori pengertian lingkungan sebagai berikut:
Lingkungan adalah segala yang ada di sekitar anak baik berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi, maupun tradisi masyarakat, terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak yaitu lingkungan dimana anak-anak bergaul dan dimana proses pendidikan berlangsung. (1983:41).
Lingkungan pendidikan akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan suatu proses pendidikan sehingga masalah lingkungan tidak boleh diabaikan, dengan kata lain sedapat mungkin suatu lingkungan harus dapat memberikan dukungan penuh terhadap proses pendidikan.
Dalam proses perkembangan manusia, lingkungan ini merupakan faktor yang penting setelah faktor pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor lingkungan maka proses perkembangan dalam mewujudkan potensi bawaan menjadi kemampuan nyata tidak akan terjadi. Oleh karena itu fungsi atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara baik dan tidak baik sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menjadi tugas utama seorang pendidik (orang tua atau guru) untuk menciptakan atau menyediakan lingkungan yang positif agar dapat menunjang perkembangan si anak dan berusaha untuk mengawasi dan menghindarkan pengaruh faktor lingkungan yang negatif yang dapat menghambat dan merusak perkembangan sang anak. (M. Alisuf Sabri, 1996:41).
2.      Macam-macam Lingkungan Pendidikan
H.M. Hafi Anshari menyebutkan ada tiga lingkungan pendidikan yang dikenal dengan tri pusat pendidikan, yaitu:
a.       Lingkungan keluarga
b.      Lingkungan sekolah  (2003:92)
Dari pembagian tersebut dapat diambil pengertian bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup juga sekaligus menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi:
اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّحْدِ (رواه ابن عبد البر)

Artinya : “Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke liang lahat".(HR. Ibnu Abdul Bar) (Zakiah Daradjat, 1996:6).
 Sebelum membahas lebih jauh mengenai lingkungan pendidikan, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa komentar tentang pendidikan menurut para ahli diantaranya:
Menurut Poerbakawatja dan Harahap yang dikutip oleh Muhibbin Syah, mengemukakan bahwa pendidikan adalah:
…….Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan sianak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya……….. orang dewasa itu adalah orang tua sianak atau orang diatas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai pendidikan untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiyai dalam lingkungan keagamaan dan sebagainya. (1995 ; 11)
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang diadakan secara sadar oleh sipendidik terhadap anak didik untuk mengembangkan potensi yang ada dan mendewasakannya.
a.       Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah merupakan lingkungan pertama dan utama yang ditemui oleh anak dalam kehidupannya, artinya bahwa dalam keluarga anak menemukan pendidikan untuk pertama kalinya. keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantaranya anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. disini berlangsung pendidikan secara sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Pada tahun-tahun pertama, orang tua memegang peranan utama dan memikul tanggung jawab pendidikan anak. Pada saat ini pemeliharaan dan pembiasaan sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan. Kasih sayang orang tua yang tumbuh akibat dari hubungan darah dan diberikan kepada anak secara wajar dan sesuai dengan kebutuhan, mempunyai arti sangat penting bagi pertumbuhannya dan banyak berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian sesudah ia dewasa.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَنِهِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه ابو هريرة)

Artinya :   "Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah ) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi." (Firdaus, 1986:248).
Kemudian sejauh mana batasan lingkungan keluarga, untuk lebih jelasnya maka Dr. Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa:
"Orang tua adalah orang yang menjadi panutan anaknya. Setiap anak, mula-mula mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah laku orang tuanya ditiru oleh anak itu. Karena itu, peneladanan sangat perlu. Lebih lanjut dijelaskan lagi bahwasanya orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman keimanan bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar sekali pengaruhnya. Disebut pendidik pertama, karena merekalah yang pertama mendidik anaknya. Sekolah, pesantren, dan guru agama yang diundang ke rumah adalah institusi pendidikan dan orang yang sekedar membantu orang tua.(2002:7- 8)
Dari uraian di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa pendidikan keluarga adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga yang lain terhadap anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mengembangkan potensi-potensinya supaya anak tumbuh menjadi lebih dewasa jasmani maupun rohaninya.
Mengenai penjelasan dari indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1)     Keteladanan orang tua sebagai pendidik
Anak adalah merupakan bagian dari kehidupan keluarga, yang merupakan hasil dari hubungan cinta kasih yang murni dari suami istri menurut ketentuan Allah. Ia merupakan amanat Allah kepada orang tua untuk dipelihara, dididik dan diajari agar menjadi manusia yang sholih. Al-Qur'an menjelaskannya pada surat al-A'raf ayat 189:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آَتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) [الأعراف/189]

Artinya : "Dialah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa  senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya, seraya berkata: sesungguhnya apabila Engaku memberi kami anak yang sholeh, tentu kami termasuk orang-orang yang bersyukur."
(Depag RI, 1998: 253-254).
Dalam hal pendidikan dalam lingkungan keluarga, orang tua harus mampu memberikan suri teladan secara kongkrit, tidak hanya dengan perintah. Orang tua harus berperilaku sesuai dengan standar moralitas yang baik sebelum menginginkan anaknya menjadi baik. Tanpa keteladanan, ajaran moral umumnya sulit diterima oleh anak. Contohnya, bila seorang anak disuruh membina hubungan yang baik dan rukun dengan rekan-rekannya, padahal ayah dan ibunya sering bertengkar atau tidak rukun dengan tetangga. Si anak akan sulit menuruti perintah yang diberikan orang tuanya, ia lebih mudah mengikuti apa yang dilihat dan dialami dari kehidupan orang tuanya. Bila sering melihat orang tuanya bertengkar, maka anak juga cenderung melakukan hal yang sama terhadap rekan-rekannya.
Penanaman keteladanan dibidang keagamaan harus diberikan terus menerus secara intensif. Tidak hanya selama masa kanak-kanak, melainkan juga setelah mereka memasuki masa remaja dan dewasa, bahkan hingga tua. Ini karena pada hakekatnya proses pendidikan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan anak dalam lingkungan keluarga adalah menjadi tanggung jawab orang tua, terutama ibu. Sesuai kodratnya sebagai wanita, yakni memiliki sifat-sifat lembut, sabar, telaten dan kasih sayang yang besar terhadap anaknya, memungkinkan seorang ibu melaksanakan tugas tersebut.
Adapun bentuk keteladanan orang tua sebagai pendidik yang paling memungkinkan adalah :
a)     Bimbingan dalam belajar
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian bimbingan maka akan dikemukakan beberapa pendapat dari beberapa ahli, diantaranya pendapat Lester D. Crow & Alice Crow yang dialih bahasakan oleh Dewa Ketut Sukardi di mengatakan :
"Bimbingan merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh pribadi yang terdidik dan wanita atau pria yang terlatih, kepada setiap individu yang usianya tidak ditentukan untuk dapat menjalani kegiatan hidup, mengembangkan sudut pandangnya, mengambil keputusannya sendiri dan menanggung bebannya sendiri." (1983:64).
Sedangkan menurut Stoops, bimbingan adalah : "Proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuan secara maksimal dalam mengarahkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya baik dalam dirinya maupun bagi masyarakat." (Djumhur, et., al., 1975:25).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenai dirinya sendiri, mengenai persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain.
Adapun bimbingan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah bimbingan yang dapat menunjang keberhasilan belajar anak di sekolah, oleh karena itu bimbingan yang diberikan haruslah berkaitan dengan kegiatan belajar anak selama berada dalam lingkungan keluarga, bimbingan dan pengarahan orang tua sangat diharapkan. Tanpa demikian anak akan mengalami kesulitan dalam belajar, kurang terarah dalam menentukan waktu materi pelajaran, pemecahan persoalan-persoalan yang rumit yang tidak dapat diatasi, cara belajar yang efisien waktu dan kegairahan dan kesemangatan untuk belajar akan hilang tanpa adanya bimbingan dan dorongan dari orang tua.
Dari bimbingan yang diberikan oleh orang tua terhadap semua masalah anak, diharapkan anak, dapat meningkatkan kemampuan belajarnya. Pada kenyataannya bimbingan yang diberikan kepada anak akan mempunyai beberapa fungsi, yaitu Pemahaman individu
1)     Pencegahan dan pengembangan diri
2)    Membantu individu menyempurnakan cara-cara penyesuaiannya
(Dewa Ketut Sukardi, 1983:80-91).
Bimbingan berfungsi sebagai pemahaman individu, dapat diartikan bahwa dengan bimbingan diharapkan anak akan dapat memahami keadaan dirinya, baik kemampuan, minat, bakat, maupun kepribadiannya.
Bimbingan juga dapat berfungsi sebagai pencegahan dari gejala tingkah laku anak yang akan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Dengan bimbingan orang tua, diharapkan anak akan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan aturan, sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai.
Orang tua dalam memberi bimbingan kepada anak, juga mempunyai tujuan agar semua bakat kemampuan dan potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dan tersalurkan. Kadang-kadang anak mempunyai bakat dan potensi terhadap sesuatu, tetapi karena tanpa ada bimbingan dan pengarahan maka bakat dan potensi itu tidak dapat berkembang.
Sedangkan bimbingan berfungsi sebagai penyesuaian dapat diartikan bahwa dengan bimbingan diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Baik lingkungan dalam keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan dalam masyarakat.
b)     Menyediakan kebutuhan dan fasilitan belajar
Yang dimaksud dengan kebutuhan (sarana) adalah bahan dan alat-alat yang dipergunakan dalam belajar. Sarana adalah alat yang langsung dipakai anak dalam proses belajar, sedangkan fasilitas atau prasarana adalah tempat tertentu dimana anak-anak dapat melakukan kegiatan belajar dengan tenang, bedanya kebutuhan (sarana) yaitu alat yang langsung digunakan dalam belajar sedangkan fasilitas (prasarana) hanya sebagai penujang saja.
Orang tua diharapkan dapat menyediakan semua kebutuhan tersebut, sebab tanpa tersedianya bahan-bahan dan alat-alat tersebut maka anak-anak akan mengalami kesulitan untuk belajar dengan baik.
Oemar Hamalik mengatakan bahwa alat (media) pendidikan itu terdiri dari:
1)     Bahan-bahan cetakan atau bacaan
2)     Alat-alat audio visual
3)     Sumber-sumber masyarakat
4)     Kumpulan benda-benda (1980:50-51)
Apabila semua kebutuhan bahan atau alat-alat sebagai penunjang kegiatan belajar tidak dapat dipenuhi maka sulit diharapkan belajar anak akan berhasil dengan baik.
Untuk menciptakan situasi yang tenang bagi anak dalam belajar, perlu disediakan fasilitas yang memenuhi syarat yaitu berupa kamar yang khusus untuk belajar, kursi belajar, lampu yang terang dan sebagainya.
b.      Lingkungan Sekolah
Dari tiga bentuk lingkungan pendidikan, sekolah dapat dikatakan sebagai lingkungan pendidikan yang sebenar-benarnya. Dalam pengertian, berbeda dengan pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat, pendidikan di lingkungan sekolah dijalankan secara formal dengan bimbingan seorang guru, para siswa diajar dan dididik mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan dan keilmuan, serta dengan sistem dan aturan yang telah ditentukan.
Kerjasama antara sekolah dan keluarga dapat diwujudkan melalui:
1)     Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan murid baru
2)     Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga
3)     Adanya daftar nilai atau raport yang setiap catur wulan atau sememter dibagikan kepada murid-muridpun dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dan orang tua murid.
4)     Kunjungan guru ke rumah orang tua murid, atau sebaliknya kunjungan orang tua murid ke sekolah
5)     Mengadakan perayaan, pesta sekolah atau pameran-pameran hasil karya murid-murid. (Ngalim Purwanto: 1997:128-129).
Secara ideal, lembaga di lingkungan sekolah tidak hanya berhenti pada penyampaian materi pelajaran dan penyajianb program, namun lebih dari itu lembaga pendidikan harus mampu menciptakan kekebalan dalam diri peserta didik untuk melawan berbagai penyimpangan dan membina mereka memiliki kejujuran ilmiah dan kelogisan penalaran, sehingga anak didik hanya mau menerima kebenaran pengetahuan dan sejarah yang benar.
Dalam lingkungan sekolah, guru sebagai pendidik adalah lain dari orang tua. Orang tua menerima tugasnya sebagai pendidik dari Tuhan atau karena kodratnya. Guru menerima tugas dan kekuasaan sebagai pendidik dari pemerintah. Guru adalah pendidik karena jabatannya. Maka dari itu, sudah sewajarnya pula bahwa kasih sayang guru terhadap murid-muridnya tidak akan sedalam kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.
Guru sebagai pendidik di lingkungan sekolah lebih-lebih yang berorientasi pendidikan agama harus memiliki sikap profesional dalam artian mampu mewadahi kepentingan mengantisipasi dinamika kurikulum yang terus berkembang.
Menurut H. Abd. Halim Soebahar, mengatakan bahwasanya konsep pendidikan Islam itu ada tiga, yakni: tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib. Maka pengertian pendidik dalam Islam adalah sebagai murabbi, mu'allim, dan mu'addib sekaligus. (2002:2-6).
Pengertian Murabbi mengisyaratkan bahwa guru agama harus orang yang memiliki sifat-sifat Robbani yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang yang bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan ar-rab. Di samping juga memiliki sikap bertanggung jawab dan penuh kasih sayang terhadap peserta didik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syu'ara ayat 18 yang artinya :
"Fir'aun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu diantara keluarga kami, waktu kami masih anak-anak dan kamu tinggal bersama kali beberapa tahun dari umurmu." (Depag RI. 1998:574)
Pengertian Mu'allim mengandung konsekwensi bahwa mereka harus 'Alimun (ilmuan) yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 31:
Artinya: "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya."  (Depag RI, 1998:14).
Sedangkan konsep Ta'dib mencakup pengertian integrasi ilmu dengan amal sekaligus. Hilangnya dimensi amal dalam kehidupan guru agama akan menghapuskan citra dan esensi dari pendidikan Islam.
Konsep di atas sebenarnya lebih menekankan pada aspek kwalitatif dari pada aspek formal administratif. Guru profesional secara adminitratif adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat administrasi sebagai guru agama, memiliki ijazah keguruan, memiliki surat keputusan sebagai guru, menduduki jabatan sebagai guru agama, terlepas apakah mereka memiliki kwalitas yang handal atau tidak. Sebaliknya jika ada yang memiliki kwalitas memadai, tetapi karena mereka kelengkapan administrasinya, mereka akan tertolak sebagai guru.
Namun menurut analisa penulis, dalam menghadapi perubahan masyarakat di masa yang akan datang yang diperlukan adalah unsur kwalitasnya, bukan administratif, lebih-lebih memasuki pasar bebas tahun 2010 dan 2020.
Untuk menjadi guru yang lebih baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1)    Taqwa kepada Allah SWT
2)    Berilmu
3)    Sehat jasmani
4)    Berkelakuan baik. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 32-33)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar