Label

Rabu, 04 November 2015

Pendidikan Agama Islam



Konsep Pendidikan Agama Islam
  1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam membahas pengertian Pendidikan Agama Islam akan dihadapkan pada beberapa perbedaan konsep yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan. Keragaman konsep dalam mengartikan Pendidikan Agama Islam merupakan konsekwensi dari ajaran Islam yang bersifat universal dan adaptis sesuai sudut pandang dan kebutuhan yang ingin diperoleh. Dalam wacana kontemporer perkembangan konsep Pendidikan Agama Islam mengarah kepada tiga pengertian, M. Ali Hasan dan Mukti Ali mengatakan, dilihat dari sudut pandang kita tentang Islam yang berbeda-beda, istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami sebagai :
a.       Pendidikan (menurut) Islam
b.      Pendidikan  (dalam ) Islam
c.       Pendidikan  (agama) Islam
Dalam hubungannya yang pertama pendidikan Islam bersifat normative, sedangkan dalam yang kedua pendidikan Islam lebih bersifat sosio-historis. Adapun dalam hubungannya yang ketiga, pendidikan Islam lebih bersifat proses operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam (2003:47)
Terlepas dari mendukung atau tidaknya salah satu konsep yang berkembang saat ini dalam mengartikan Pendidikan Agama Islam, maka Pendidikan Agama Islam disini diartikan suatu kegiatan bimbingan yang terencana, sistematis dan komprehensip dalam menyalurkan, mengembangkan, dan menanamkan nilai-nilai keislaman seiring perkembangan anak didik menuju ke titik optimal.
Pendidikan Agama Islam dikatakan suatu kegiatan bimbingan yang terencana, sistematis dan komprehensip dikarenakan Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Mansyur dkk: 1995:59). Atau Pendidikan Agama Islam dapat diartikan suatu usaha yang secara sadar silakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia yang beragama. Pemerian pengaruh pendidikan disini mempunyai arti ganda, yaitu:
a.       Sebagai salah satu sarana agama (dakwah Islamiyah) yang diperlukan bagi perkembangan kehidupan keagamaan.
b.      Sebagai salah satu saran pendidikan nasional untuk terutama, meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Zakiyah Daradjat dkk, 2001:172)
Dapat pula Pendidikan Agama Islam diartikan rangkaian proses yang sistematis, terencana dan komperhensip dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, sehingga  anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang di dasarkan pada ajaran agama (Al-Qur’an dan Hadist) pada semua dimensi kehidupannyta (Samsul Nizar, 2001:94)
Pendidikan Agama Islam dikatakan menyalurkan, mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai keislaman seiring perkembangan anak didik menuju titik optimal, dikarenakan Pendidikan Agama Islam menurut Ahmad Marimba yang dikutip oleh Djamaluddin, dkk (1999:9) adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukun-hukun agama Islam menuju tunbuhnya kepribadian utama menurut ukuran –ukuran Islam, kepribadian muslim disini diartikan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih, dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dapat pula Pendidikan Agama Islam diartikan proses mengarahkan dan membimbing manusia didik kearah pendewasaan pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam perkembangan mencapai titik optimal kemampuannya (M. Arifin, 200:44). Ataupun Pendidikan Agama Islam diartikan bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak didik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim (Hamdani Ihsan, 200:17)

2        Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam
a.       Dasar hukum (yuridis)
Menurut Ramayulis (2002:53-54) pendidikan disetiap negara mempunyai dasar tersendiri, dasar pendidikan tersebut disesuaikan dengan falsafah hidup bangsa yang bersangkutan dan berdasar falsafah hidup bangsa inilah pendidikan disusun dan dilaksnakan.
Di Indonesia dasar penyusunan dan pelaksanaan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain :
1)      Dasar ideal, dasar ini didasarkan kepada falsafah Negara Kesatuan Reublik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila sila pertama yang berlamdaskan Ketuhanan Yang Maha Esa .
2)      Dasar konstitusional, yakni berdasarkan amandemen UUD 1945 pada pasal 31 ayat 1 yang berbunyi setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
3)      Dasar operasional, dasar ini dimaksudkan sebagai pegangan teknis pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan sesuai dengan UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 ayat 5.
b.      Dasar Relegius
Dasar relegius adalah dasar-dasar pelaksanaan dan materi Pendidikan Agama Islam yang bersumber dari sumber agama Islam itu sendiri. Zakiyah Daradjat, dkk, (1992:19) menyatakan bahwa: Pendidikan Agama Islam sebagai usaha untuk membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua rumusan tujuan Pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, AL maslahah al mursalah, Istihsan, Qiyas dan sebagainya.
c.       Dasar Psikologis
Dari perspektif psikologis dikatakan sifat hakiki manusia adalah “homo relegius”, makhluk beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai pijakan sikap dan perilakunya (Samsu Yusuf, 2004:1). Istilah lain bagi rasa beragama adalah naluri beragama (ghorizah tadayyan), dikatakan pula keberadaan perasaan ini dalam diri manusia adalah pasti, sebab perasaan ini tercipta sebagai bagian dari kejadian manusia (Muhammad Ihya’ Ulumuddin, 1421 H:4).
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. surat Ar Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) [الروم/30] 
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (DEPAG RI. 1989:645)
Dengan naluri agama sebagai bagian dari fitrah manusia ini,  manusia menyadari akan keterbatasan-keterbatasan dan ketidak mampuannya, dengan mengaktifkan potensi fitrah berupa ghorizah tadayyan (naluri beragama), ia akan merasa tentram dan tidak gelisah, cemas dan prustasi dalam menjalani kehidupan ini. Sesuai dengan firman Allah swt. :
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28) [الرعد/28] 
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (Surat Ar Ra’du ayat 28). (DEPAG RI, 1989:373)
3        Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan berarti sama sekali, dalam ruang lingkup ini suatu usaha akan berakhir kalau tujuan yang telah di cita-citakan telah tercapai, dan dengan adanya suatu tujuan yang bercita-cita akan mengarah pada usaha sebagaimana tujuan tersebut dapat tercapai semaksimal mungkin dan membawa manfaat bukan hanya semata-mata untuk kepentingan tujuan utamanya, sehingga  akhirnya suksesi sebuah tujuan akan mempunyai nilai dan karakteristik tersendiri pada usaha-usaha yang dilakukan.
Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan serta mempunyai karakteristik yang berbeda dari pendidikan lain. Sebagai sebuah usaha dan kegiatan yang mempunyai tujuan Pendidikan Agama Islam akan mengarah kepada :
1.      Secara umum tujuan Pendidikan Agama Islam adalah menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta sering dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia dan diakherat nanti (Zakiyah Daradjat, dkk, 1992:29-30).
Atau singkatnya tujuan Pendidikan Agama Islam adalah terciptanya kemampuan merealisasikan diri (self realization) sebagai pribadi muslim yang utuh (becoming) (Ramayulis, 2002:69).
Sementara itu Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan (2001: 84) berpendapat bahwa tujuan umum Pendidikan Agama Islam dapat dijabarkan kepada tiga aspek :
1)      Menyempurnakan manusia dengan khaliqnya. Semakin dekat dan terpelihara hubungan dengan khaliqnya akan semakin tumbuh dan berkembang keimanan seseorang dan semakin terbuka pulalah kesadaran akan penerimaan ketaatan dan ketundukan kepada segala perintah dan larangan-Nya, sehingga  peluang untuk memperoleh ketaqwaan semakin terbuka.
2)      Meyempurnakan hubungan manusia dengan sesamanya, memelihara, memperbaiki, dan menghantarkan hubungan antar manusia dan lingkungan merupakan upaya manusia yang harus senantiasa berkembang terus menerus.
3)      Mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kedua hubungan itu dan mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan berjalan dalam diri pribadi.
2.      Secara khusus tujuan Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi dua antara lain :
1)      Tujuan teoritis
M. Arifin (1985) yang dikutip oleh Djamaluddin dan Abdullah Aly (1999: 17) mengatakan bahwa tujuan teoritis Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga tingkat, yaitu:
a)      Tujuan Intermedier, yaitu tujuan yang merupakan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu.
b)      Tujuan Insidental, merupakan peristiwa tertentu yang tidak direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tujuan intermedier.
c)      Tujuan akhir pendidikan, pada hakekatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran am, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat, manusia sebagai hamba Allah SWT lahir dan batin di dunia dan akherat.
2)      Tujuan dari segi operasional
Tujuan ini dimaksudkan sebagai tujuan praktis yang akan dicapai melalui sejumlah kegiatan pendidikan, satu unit kegiatan pendidikan dan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu (Abd.Halim Soebahar, 2002: 21). Lebih lanjut beliau mengatakan dalam jalur sekolah tujuan operasional ini disebut tujuan intruksional umum dan khusus (TIU & TIK). Tujuan intruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam urut-urutan kegiatan pengajaran.
Tujuan akhir dari Pendidikan Agama Islam adalah terbentuknya insane kamil yang selalu kontinu dan mengalami peningkatan ketaqwaan di dalam beribadah kepada Allah SWT baik yang timbul dari dalam dirinya maupun motivasi lingkungannya. Atau membina insane paripurna yang taqarrub kepada Allah, berbahagia dunia dan akherat (Hamdani Ihsan, dkk, 2001: 73).
4        Fungsi Pendidikan Agama Islam
Dalam arti luas fungsi pendidikan bukan hanya untuk mendidik saja, tetapi memberikan bimbingan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja untuk mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Dalam arti yang lebih mendasar pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan kebudayaan, dimana menurut Israel Scheffer (1958), melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban masa sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang (Nana Syaodih Sukmadinata, 2001: 60).
 Kebudayaan sebagai suatu kebudayaan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adapt istiadat, serta kemampuan dan kebiasaanyg diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat tidakalah dapat berjalan secara parsial, ia harus bersinergi  dengan komunitas masyarakat secara komunal baik melalui komunitas, usia, jenis kelamin, kepercayaan  dan lain-lain.
Menyadari fungsi pendidikan yang bersifat makro yakni sebagai proses pewaris kebudayaan manusia sebagai bagian dari masyarakat atau individu yang selalu dinamis  seiring kebutuhan manusia , maka fungsi pendidikan menurut Noeng Muhadjir (2000:20) terbagi menjadi tiga; 1. Menumbuhkan kretifitas subyek didik, 2. Memperkaya khazanah budaya manusia, memperkaya isi nialai-nilai insani, 3. Menyiapkan tenaga kerja produktif.
Dari fungsi pendidikan secara umum di atas  dapatlah dimengerti bahwa konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita dan falsafah yang berlaku di suatu masyarakat atau bangsa. Begitu pula di dalam   tanggung jawab yang dibebenkan kepada Pendidikan Agama Islam harus disesuaikan dengan niali-bilai ajaran agama Islam itu sendiri. Maka dalam konteks ini fungsi Pendidikan Agama Islam menurut Syamsul Rizal (2001 : 121 – 123 ) dapat diliohat dari dua dimensi :
a.       Dimensi mikro (internal), yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Dalam hal ini pendidikan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama, yakni proses penanaman nilai-nilai ilahiyah pada diri anak, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip relegius.
b.      Dimensi makro (eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungannya. Dalam hal ini pendidikan berfungsi sebagai sarana pewaris kebudayaan dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didik, sekaligus mampu mewarnai perkembanagan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami, serta mampu menjadi pionir untuk lebih memperkaya isi konsep kebudayaan umat manusia, sekaligus memodifikasi dan memilah konsep kebudayaan yang bernuansa Islami, dan kemudian mengganti nilai-nilai kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dengan demikian fungsi Pendidikan Agama Islam adalah sebagai proses aktualisasi nilai-nilai ajaran Islam ke dalam diri peserta didik untuk kemudian dapat diinternalisasi secara nyata dalam kehidupan yang dinamis sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
5        Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dari kajian histories “kurikulum” berasal dari istilah yang sering dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan atletik yang berarti jarak yang harus ditempuh. Dalam bingkai pendidikan istilah kurikulum sudah dikenal sejak abad 18, yang diartiakn sejumlah pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijasah. Namun demikian pengertian ini mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan.
Konsep terbaru yang dapat dijadikan landasan dasar pengertian kurikulum adalah UU. SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 pasal 1 disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pegaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan  pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( 2003 : 5 )
Pengertian kurikulum dalam UU. SISDIKNAS, menunjukkan bahwa kurikulum sebagai metodologi di dalam menyampaikan dan mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sebagai sebuah metodologi, kurikulum adalah bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan terhadap perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan  lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian sesuai dengan jenis, jalur  dan jenjang pendidikan yang bersangkutan.
Pengertian kurikulum secara umum adalah  sama dengan pengertiankurikulum dalam wacana Islam, yang berbeda adalah nilai-nilai yang terkandung  dalam muatan-muatan kurikulum yang sesuai dengan tujuan ajaran agama Islam, yakni terwujudnya muslim yang kaffah, yang terdiri :
a.       Jasmani sehat serta kuat
b.      Akalnya cerdas serta pandai
c.       Hatinya dipenuhi iman kepada Allah (Ahmad Tafsir, 2000:71)
Untuk mewujudkan muslim seperti itu penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam harus memiliki kesesuaian dan relevansi dengan:
a.       Kesesuaian kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat
b.      Kesesuaian antara komponenn kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan yakni tujuan Pendidikan Agama Islam. Proses sesuai dengan isi dann tujuan Pendidikan Agama Islam , demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2001 :102) Kesemua kesesuaian dan relevansi dalam penyusunan kurikulum seperti yang diuraikan di atas nantinya akan kembali kepada pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam berupa keserasian, keselarasan dan keseimbangan peserta didik antara hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama, hubungan dengan dirinya dan hubungan dengan sosial dan lingkungan.
c.       Untuk tercapainya tujuan tersebut maka ruang lingkup materi Pendidikan Agama Islam ( kurikulum 1994 ) meliputi tujuh unsur pokok, yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, mu’amalat, syarai’at dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu ; Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqh dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Muhaimin, et. Al, 2001 : 79 )
d.      Pembagian dan pempetakan ketujuh bahan ajar atau kurikulum Pendidikan Agama Islam di atas bukan berarti di dalam penyajian dan penyampaiannya dipisahkan antara satu unsur dengan unsur pokok yang lain. Pendidikan Agama Islam bukanlah ajaran yang bersifat parsial, ia merupakan kesatuan yang utuh yang meliputi seluruh nilai-nilai ajaran agama yang ada dalam Islam, ketika belajar tentang keimanan  tidak berarti tidak belajar tentang akhlak atau ketika belajar Al-Qur’an tidak berarti tidak belajar ibadah dan demikian serusnya.



Selasa, 03 November 2015

Pengaruh Lingkungan Pendidikan Terhadap Aktivitas Belajar Siswa



Pengaruh Lingkungan Pendidikan Terhadap Aktivitas Belajar Siswa
Pengaruh lingkungan pendidikan terhadap aktivitas belajar, terutama yang berkaitan dengan sub variabelnya dalam penelitian ini adalah siswa yang berada di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Semuanya itu memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa.
Dalam proses melaksanakan pendidikan baik berada di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, terdapat dua hal pokok yang paling sederhana serta sekaligus saling berhubungan, yaitu:
1.       Pendidik adalah dari segi bahasa sebagaimana dijelaskan oleh W.J.S. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Abuddin Nata, 2001:61).
Para pendidik Islam adalah pemegang kendali proses kependidikan yang terarah kepada tujuan pendidikan Islam, harus lebih mementingkan pada peciptaan suasana eduktif yang mendorong efektifitas proses belajar mengajar. Suasana tersebut bisa diindikasikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Mendorong anak didik untuk mengenali diri sendiri dan alam sekitarnya, sehingga akan lahir aktifitas-aktifitas secara konstruktif dan simultan.
b.       Mendorong u.tuk mendapatkan pola tingkah laku yang menjadi kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi dirinya.
c.       Mendorong mengembangkan perasaan puas atau tak puas serta timbulnya reaksi-reaksi emosional yang menguntungkan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dan dalam memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri. (H.M Arifin, 2003:110-111).
2.       Anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrohnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kea rah titik optimal kemampuan fitrohnya.
Dalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebut di atas, melainkan juga harus diperlakukan sebagia subyek pendidikan. Hal ini atara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. (Abuddin Nata, 2001:79).
Dari penjelasan di atas pendidik dan anak didik yang berada dalam lingkungan keluarga, dan sekolah tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan kegiatan proses belajar mengajar.

Senin, 02 November 2015

Tentang Aktivitas Belajar



Kajian Tentang Aktivitas Belajar

1.     Pengertian Aktivitas Belajar dan Urgensinya
Usaha pemahaman mengenai aktivitas belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
Aktivitas adalah kegiatan, kesibukan (Poerawadarminta, 1993:26). Sedangkan belajar menurut Muhibbin Syah, mengatakan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. (2002:89).
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan dalam proses perubahan semua tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai akibat dari pengalaman dan interaksi dari lingkungan yang melibatkan proses koginitif.
Belajar membutuhkan kegiatan atau aktivitas yang teratur dan terencana serta perlu adanya motivasi dari guru secukupnya. Motivasi dari guru tersebut penting artinya bagi siswa, agar siswa memiliki kesadaran akan pentingnya aktivitas belajar.
Menurut Noehi Nasution, et.al. mengatakan bahwa motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar (1994:9).

Macam motivasi banyak sekali, diantaranya yaitu:
a.      Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. (2001:87)
b.     Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.(2001:88). Proses belajar akan menghasilkan hasil yang baik, bila proses belajar itu dapat menghasilkan kegiatan belajar yang efektif. Untuk membangkitkan kegiatan belajar itu seorang guru jangan bosan-bosan memberikan dorongan atau motivasi kepada siswa, disamping itu guru harus mampu menciptakan lingkungan yang harmonis sehingga siswa bergairah dan sadar akan pentingnya aktivitas belajar.
Dari beberapa devinisi dan uraian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan yang menyangkut pentingnya aktivitas belajar, antara lain :
a.      Memperbaiki atau mengadakan perubahan tingkah laku
b.     Agar cepat tanggap (peka) terhadap situasi atau rangsangan
c.      Menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan
Dengan demikian jelaslah, betapa pentingnya kegiatan belajar dalam kehidupan  ini. Oleh karena itu setiap siswa yang cinta ilmu pengetahuan akan terus meningkatkan aktivitas belajar, tidak menyia-nyiakan waktunya serta selalu menggunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.
2.     Jenis-jenis aktivitas belajar
Belajar siswa perlu mendapat perhatian guru supaya kegiatan belajarnya itu bisa terorganisasi dengan baik sehingga hasil yang dicapaipun akan lebih baik pula. Abd. Rahman Abror, mengatakan: "Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca inderanya". (1993: 66).
Dari kutipan pendapat di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar aktivitas belajar itu terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a.     Aktivitas belajar di dalam kelas
Ada beberapa aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas, antara lain sebagai berikut:
1)     Survey (Menyelidiki):
         Yaitu sebelum membaca dimulai, hendaknya menyelidiki/melihat sekilas kalimat-kalimat permulaan dari Bab yang akan dibaca, sehingga secara keseluruhan sudah mendapat gambaran persoalan apa yang dibahas pada Bab tersebut dan membacapun akan dapat lebih cepat.
2)     Question (Bertanya):
         Yaitu dengan melihat sekilas pintas, hendaknya dapat sekaligus mengajukan pertanyaan terhadap kalimat permulaan dari pasal atau paragraph.
3)     Read (Membaca)
         Dua langkah yang dilaksanakan di atas membawa mahasiswa untuk membaca secara aktif. Maksudnya, bukan membaca hanya menterjemah huruf, tetapi otak selalu aktif untuk memberi pemahaman.
4)     Recite (Mengucapkan kembali)
         Mengucapkan kembali hendaknya dengan kata-kata sendiri dan caranya adalah dengan menuliskannya di atas kertas. Yang tertulis adalah merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan hendaknya cukup dengan kalimat-kalimat pendek, tetapi padat dan tepat.
5)     Review (Mengulangi)
         Tulisan dari hasil pertanyaan yang terjawab, hendaknya dibaca ulang. Kesempatan membaca ulang itu akan dapat mengucap kembali uraian yang ada dalam buku tersebut dan dapat pula dipergunakan untuk mengingat sesuatu yang belum tercatat dan menyempurnakannya.(1998: 45-46)
b.     Aktivitas belajar siswa di luar kelas
Kegiatan-kegiatan belajar dapat pula terjadi di luar sekolah dan kegiatan di luar sekolah tidak mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari guru. Kegiatan belajar ini dapat berlangsung dirumah, di perpustakaan umum atau pusat-pusat kegiatan belajar.
Untuk siswa-siswa SLTP, SLTA dan mahasiswa kegiatan belajar di luar kelas/sekolah dilakukan atas inisiatif sendiri, tetapi untuk siswa-siswa SD kegiatan ini harus direncanakan dan ditugaskan oleh guru. Banyak bentuk tugas yang dapat diberikan oleh guru kepada siswa-siswa SD, seperti mengerjakan soal, menjawab pertanyaan, membaca dan menjawab pertanyaan tentang isi bacaan, membuat bagan sederhana, membuat peta rumah, peta lingkungan RT/RW/desa/ kecamatan, serta mengumpulkan dan mencatat ciri-ciri daun/serangga/ tanaman.( R. Ibrahim, Nana Syaodil S, 2003:40).