Konsep Pendidikan Agama Islam
- Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam membahas pengertian Pendidikan Agama Islam akan
dihadapkan pada beberapa perbedaan konsep yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan.
Keragaman konsep dalam mengartikan Pendidikan Agama Islam merupakan konsekwensi
dari ajaran Islam yang bersifat universal dan adaptis sesuai sudut pandang dan
kebutuhan yang ingin diperoleh. Dalam wacana kontemporer perkembangan konsep
Pendidikan Agama Islam mengarah kepada tiga pengertian, M. Ali Hasan dan Mukti
Ali mengatakan, dilihat dari sudut pandang kita tentang
Islam yang berbeda-beda, istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami
sebagai :
a.
Pendidikan (menurut) Islam
b.
Pendidikan
(dalam ) Islam
c.
Pendidikan
(agama) Islam
Dalam hubungannya yang pertama pendidikan Islam
bersifat normative, sedangkan dalam yang kedua pendidikan Islam lebih bersifat
sosio-historis. Adapun dalam hubungannya yang ketiga, pendidikan Islam lebih
bersifat proses operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam
(2003:47)
Terlepas dari mendukung atau tidaknya salah satu
konsep yang berkembang saat ini dalam mengartikan Pendidikan Agama Islam, maka
Pendidikan Agama Islam disini diartikan suatu kegiatan bimbingan yang
terencana, sistematis dan komprehensip dalam menyalurkan, mengembangkan, dan
menanamkan nilai-nilai keislaman seiring perkembangan anak didik menuju ke
titik optimal.
Pendidikan Agama Islam dikatakan suatu kegiatan
bimbingan yang terencana, sistematis dan komprehensip dikarenakan Pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional (Mansyur dkk: 1995:59). Atau Pendidikan Agama Islam dapat
diartikan suatu usaha yang secara sadar silakukan guru untuk mempengaruhi siswa
dalam rangka pembentukan manusia yang beragama. Pemerian pengaruh pendidikan
disini mempunyai arti ganda, yaitu:
a.
Sebagai salah satu sarana agama (dakwah Islamiyah) yang
diperlukan bagi perkembangan kehidupan keagamaan.
b.
Sebagai salah satu saran pendidikan nasional untuk
terutama, meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Zakiyah Daradjat
dkk, 2001:172)
Dapat pula Pendidikan Agama Islam diartikan rangkaian
proses yang sistematis, terencana dan komperhensip dalam upaya mentransfer
nilai-nilai kepada anak didik, sehingga
anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang di dasarkan pada ajaran
agama (Al-Qur’an dan Hadist) pada
semua dimensi kehidupannyta (Samsul Nizar, 2001:94)
Pendidikan Agama Islam dikatakan menyalurkan,
mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai keislaman seiring perkembangan anak
didik menuju titik optimal, dikarenakan Pendidikan Agama Islam menurut Ahmad
Marimba yang dikutip oleh Djamaluddin, dkk (1999:9) adalah bimbingan jasmani
dan rohani berdasarkan hukun-hukun agama Islam menuju tunbuhnya kepribadian
utama menurut ukuran –ukuran Islam, kepribadian muslim disini diartikan
kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih, dan memutuskan
serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Dapat pula Pendidikan Agama Islam diartikan proses
mengarahkan dan membimbing manusia didik kearah pendewasaan pribadi yang
beriman dan berilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam perkembangan
mencapai titik optimal kemampuannya (M. Arifin, 200:44). Ataupun Pendidikan
Agama Islam diartikan bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak
didik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim (Hamdani Ihsan,
200:17)
2
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam
a.
Dasar hukum (yuridis)
Menurut Ramayulis (2002:53-54) pendidikan disetiap
negara mempunyai dasar tersendiri, dasar pendidikan tersebut disesuaikan dengan
falsafah hidup bangsa yang bersangkutan dan berdasar falsafah hidup bangsa
inilah pendidikan disusun dan dilaksnakan.
Di Indonesia dasar penyusunan dan
pelaksanaan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, antara lain :
1)
Dasar ideal, dasar ini didasarkan kepada falsafah Negara
Kesatuan Reublik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila sila pertama yang
berlamdaskan Ketuhanan Yang Maha Esa .
2)
Dasar konstitusional, yakni berdasarkan amandemen UUD
1945 pada pasal 31 ayat 1 yang berbunyi setiap warga Negara berhak mendapat
pendidikan
3)
Dasar operasional, dasar ini dimaksudkan sebagai
pegangan teknis pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan sesuai
dengan UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 ayat 5.
b.
Dasar Relegius
Dasar relegius adalah dasar-dasar pelaksanaan dan
materi Pendidikan Agama Islam yang bersumber dari sumber agama Islam itu
sendiri. Zakiyah Daradjat, dkk, (1992:19) menyatakan bahwa: Pendidikan Agama
Islam sebagai usaha untuk membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana
semua kegiatan dan semua rumusan tujuan Pendidikan Islam itu dihubungkan.
Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad, AL
maslahah al mursalah, Istihsan, Qiyas dan sebagainya.
c.
Dasar Psikologis
Dari perspektif psikologis dikatakan sifat hakiki
manusia adalah “homo relegius”,
makhluk beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama
itu sebagai pijakan sikap dan perilakunya (Samsu Yusuf, 2004:1). Istilah lain
bagi rasa beragama adalah naluri beragama (ghorizah
tadayyan), dikatakan pula keberadaan perasaan ini dalam diri manusia adalah
pasti, sebab perasaan ini tercipta sebagai bagian dari kejadian manusia
(Muhammad Ihya’ Ulumuddin, 1421 H:4).
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. surat Ar Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ (30) [الروم/30]
Artinya : “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan
pada fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (DEPAG RI. 1989:645)
Dengan naluri agama sebagai bagian dari fitrah manusia
ini, manusia menyadari akan
keterbatasan-keterbatasan dan ketidak mampuannya, dengan mengaktifkan potensi
fitrah berupa ghorizah tadayyan (naluri beragama), ia akan merasa tentram dan
tidak gelisah, cemas dan prustasi dalam menjalani kehidupan ini. Sesuai dengan
firman Allah swt. :
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28)
[الرعد/28]
Artinya : “Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (Surat Ar Ra’du
ayat 28). (DEPAG RI, 1989:373)
3
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan
berarti sama sekali, dalam ruang lingkup ini suatu usaha akan berakhir kalau
tujuan yang telah di cita-citakan telah tercapai, dan dengan adanya suatu
tujuan yang bercita-cita akan mengarah pada usaha sebagaimana tujuan tersebut
dapat tercapai semaksimal mungkin dan membawa manfaat bukan hanya semata-mata
untuk kepentingan tujuan utamanya, sehingga
akhirnya suksesi sebuah tujuan akan mempunyai nilai dan karakteristik
tersendiri pada usaha-usaha yang dilakukan.
Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah usaha dan
kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan serta
mempunyai karakteristik yang berbeda dari pendidikan lain. Sebagai sebuah usaha
dan kegiatan yang mempunyai tujuan Pendidikan Agama Islam akan mengarah kepada
:
1.
Secara umum tujuan Pendidikan Agama Islam adalah
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta sering dan
gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah
dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat
dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia dan diakherat nanti
(Zakiyah Daradjat, dkk, 1992:29-30).
Atau singkatnya tujuan Pendidikan Agama Islam adalah
terciptanya kemampuan merealisasikan diri (self
realization) sebagai pribadi muslim yang utuh (becoming) (Ramayulis, 2002:69).
Sementara itu Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan (2001:
84) berpendapat bahwa tujuan umum Pendidikan Agama Islam dapat dijabarkan
kepada tiga aspek :
1)
Menyempurnakan manusia dengan khaliqnya. Semakin dekat
dan terpelihara hubungan dengan khaliqnya akan semakin tumbuh dan berkembang
keimanan seseorang dan semakin terbuka pulalah kesadaran akan penerimaan
ketaatan dan ketundukan kepada segala perintah dan larangan-Nya, sehingga peluang untuk memperoleh ketaqwaan semakin
terbuka.
2)
Meyempurnakan hubungan manusia dengan sesamanya,
memelihara, memperbaiki, dan menghantarkan hubungan antar manusia dan
lingkungan merupakan upaya manusia yang harus senantiasa berkembang terus
menerus.
3)
Mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian
antara kedua hubungan itu dan mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan berjalan
dalam diri pribadi.
2.
Secara khusus tujuan Pendidikan Agama Islam terbagi
menjadi dua antara lain :
1)
Tujuan teoritis
M. Arifin (1985) yang dikutip
oleh Djamaluddin dan Abdullah Aly (1999: 17) mengatakan bahwa tujuan teoritis
Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga tingkat, yaitu:
a)
Tujuan Intermedier, yaitu tujuan yang merupakan batas
sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat
tertentu.
b)
Tujuan Insidental, merupakan peristiwa tertentu yang
tidak direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada
tujuan intermedier.
c)
Tujuan akhir pendidikan, pada hakekatnya adalah
realisasi dari cita-cita ajaran am, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat,
manusia sebagai hamba Allah SWT lahir dan batin di dunia dan akherat.
2)
Tujuan dari segi operasional
Tujuan ini dimaksudkan sebagai tujuan praktis yang
akan dicapai melalui sejumlah kegiatan pendidikan, satu unit kegiatan
pendidikan dan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu (Abd.Halim Soebahar, 2002: 21). Lebih lanjut beliau
mengatakan dalam jalur sekolah tujuan operasional ini disebut tujuan
intruksional umum dan khusus (TIU & TIK). Tujuan intruksional ini merupakan
tujuan pengajaran yang direncanakan dalam urut-urutan kegiatan pengajaran.
Tujuan akhir dari Pendidikan Agama Islam adalah
terbentuknya insane kamil yang selalu kontinu dan mengalami peningkatan
ketaqwaan di dalam beribadah kepada Allah SWT baik yang timbul dari dalam
dirinya maupun motivasi lingkungannya. Atau membina insane paripurna yang
taqarrub kepada Allah, berbahagia dunia dan akherat (Hamdani Ihsan, dkk, 2001:
73).
4
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Dalam arti luas fungsi pendidikan bukan hanya untuk
mendidik saja, tetapi memberikan bimbingan bekal pengetahuan, keterampilan
serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja untuk mencapai perkembangan lebih lanjut
di masyarakat. Dalam arti yang lebih mendasar pendidikan merupakan suatu proses
pembudayaan dan kebudayaan, dimana menurut Israel Scheffer (1958), melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban
masa sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2001: 60).
Kebudayaan
sebagai suatu kebudayaan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, moral, adapt istiadat, serta kemampuan dan kebiasaanyg
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat tidakalah dapat berjalan secara
parsial, ia harus bersinergi dengan
komunitas masyarakat secara komunal baik melalui komunitas, usia, jenis
kelamin, kepercayaan dan lain-lain.
Menyadari fungsi pendidikan yang bersifat makro yakni
sebagai proses pewaris kebudayaan manusia sebagai bagian dari masyarakat atau
individu yang selalu dinamis seiring
kebutuhan manusia , maka fungsi pendidikan menurut Noeng Muhadjir (2000:20)
terbagi menjadi tiga; 1. Menumbuhkan kretifitas subyek didik, 2. Memperkaya
khazanah budaya manusia, memperkaya isi nialai-nilai insani, 3. Menyiapkan
tenaga kerja produktif.
Dari fungsi pendidikan secara umum di atas dapatlah dimengerti bahwa konsep pendidikan
harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita dan falsafah yang berlaku di suatu
masyarakat atau bangsa. Begitu pula di dalam
tanggung jawab yang dibebenkan kepada Pendidikan Agama Islam harus
disesuaikan dengan niali-bilai ajaran agama Islam itu sendiri. Maka dalam
konteks ini fungsi Pendidikan Agama Islam menurut Syamsul Rizal (2001 : 121 –
123 ) dapat diliohat dari dua dimensi :
a.
Dimensi mikro (internal), yaitu manusia sebagai subyek
dan obyek pendidikan. Dalam hal ini pendidikan berfungsi memelihara dan
mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal
mungkin sesuai dengan norma agama, yakni proses penanaman nilai-nilai ilahiyah
pada diri anak, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal
mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip relegius.
b.
Dimensi makro (eksternal), yaitu perkembangan
kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini pendidikan berfungsi sebagai sarana pewaris kebudayaan dan
identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk
interaksi dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu
pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas
masyarakat pada peserta didik, sekaligus mampu mewarnai perkembanagan nilai
masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami, serta mampu menjadi
pionir untuk lebih memperkaya isi konsep kebudayaan umat manusia, sekaligus
memodifikasi dan memilah konsep kebudayaan yang bernuansa Islami, dan kemudian
mengganti nilai-nilai kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dengan demikian fungsi Pendidikan Agama Islam adalah
sebagai proses aktualisasi nilai-nilai ajaran Islam ke dalam diri peserta didik
untuk kemudian dapat diinternalisasi secara nyata dalam kehidupan yang dinamis
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
5
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dari kajian histories “kurikulum” berasal dari istilah
yang sering dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan atletik yang berarti jarak
yang harus ditempuh. Dalam bingkai pendidikan istilah kurikulum sudah dikenal
sejak abad 18, yang diartiakn sejumlah pelajaran yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu gelar atau ijasah. Namun demikian pengertian ini mengalami
perkembangan sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan.
Konsep terbaru yang dapat dijadikan landasan dasar
pengertian kurikulum adalah UU. SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 pasal 1
disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pegaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu ( 2003 : 5 )
Pengertian kurikulum dalam UU. SISDIKNAS, menunjukkan
bahwa kurikulum sebagai metodologi di dalam menyampaikan dan mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Sebagai sebuah metodologi, kurikulum adalah bertujuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan terhadap
perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian sesuai dengan jenis,
jalur dan jenjang pendidikan yang
bersangkutan.
Pengertian kurikulum secara umum adalah sama dengan pengertiankurikulum dalam wacana
Islam, yang berbeda adalah nilai-nilai yang terkandung dalam muatan-muatan kurikulum yang sesuai
dengan tujuan ajaran agama Islam, yakni terwujudnya muslim yang kaffah, yang
terdiri :
a.
Jasmani sehat serta kuat
b.
Akalnya cerdas serta pandai
c.
Hatinya dipenuhi iman kepada Allah (Ahmad Tafsir,
2000:71)
Untuk mewujudkan muslim seperti itu penyusunan
kurikulum Pendidikan Agama Islam harus memiliki kesesuaian dan relevansi
dengan:
a.
Kesesuaian kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan,
kondisi dan perkembangan masyarakat
b.
Kesesuaian antara komponenn kurikulum, yaitu isi sesuai
dengan tujuan yakni tujuan Pendidikan Agama Islam. Proses sesuai dengan isi
dann tujuan Pendidikan Agama Islam , demikian juga evaluasi sesuai dengan
proses, isi dan tujuan kurikulum. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2001 :102) Kesemua
kesesuaian dan relevansi dalam penyusunan kurikulum seperti yang diuraikan di
atas nantinya akan kembali kepada pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam
berupa keserasian, keselarasan dan keseimbangan peserta didik antara hubungan
dengan Allah, hubungan dengan sesama, hubungan dengan dirinya dan hubungan
dengan sosial dan lingkungan.
c.
Untuk tercapainya tujuan tersebut maka ruang lingkup
materi Pendidikan Agama Islam ( kurikulum 1994 ) meliputi tujuh unsur pokok,
yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, mu’amalat, syarai’at dan tarikh
(sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum 1999
dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu ; Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqh
dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan
ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Muhaimin, et. Al, 2001 : 79 )
d.
Pembagian dan pempetakan ketujuh bahan ajar atau
kurikulum Pendidikan Agama Islam di atas bukan berarti di dalam penyajian dan
penyampaiannya dipisahkan antara satu unsur dengan unsur pokok yang lain.
Pendidikan Agama Islam bukanlah ajaran yang bersifat parsial, ia merupakan
kesatuan yang utuh yang meliputi seluruh nilai-nilai ajaran agama yang ada
dalam Islam, ketika belajar tentang
keimanan tidak berarti tidak belajar tentang akhlak atau ketika belajar Al-Qur’an tidak
berarti tidak belajar ibadah dan demikian serusnya.