Label

Rabu, 11 November 2015

Pengertian Akidah dan Syariah



Pengertian Akidah dan Syariah

a.       Akidah
1)     Pengertian Akidah
Akidah ialah suatu yang dianut oleh manusia dan diyakininya, apakah agama atau lainnya (Djamaric,1996 : 19). Akidah secara etimologi berarti yang terikat. setelah terbentuk menjadi kata, akidah berarti perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling mendalam. Secara terminologi berarti credo, creed, keyakinan hidup iman dalam arti khas, yakni pengikrar yang bertolak dari hati. Dengan demikian  akidah adalah urusan yang wajib diakui kebenarannya oleh hati, menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur dengan keraguan (Alim 2006 : 124).
2)     Garis besar ajaran akidah
Pokok dari segala keimanan adalah beriman kepada Allah yang terpusat pada pengakuan terhadap eksistensi dan kemaha Esaannya. Keimanan kepada Allah menduduki peringkat yang pertama, dan dari situ akan lahir keimanan kepada rukun iman yang lainnya. Sepanjang seseorang telah beriman kepada Allah, niscaya ia akan beriman kepada para Malaikat, Kitab suci, para Rasul, hari kiamat serta ketentuan baik dan buruk. Kesemuanya merupakan cabang dari keimanan kepada Allah (Alim, 2006 : 134).
b.      Syari’ah
1)       Pengertian syari’at
Syariah atau hukum Islam adalah peraturan yang di tetapkan oleh Allah SWT untuk hambanya yang berakal sehat dan telah menginjak usia balig atau dewasa ( yakni anak yang telah berusia 14-15 tahun, dimana sudah mengerti atau memahami segala masalah yang dihadapinya) ( Hamid, 2005:6).
Kata syari’at menurut pengertian hukum Islam berarti hukum-hukum Islam dan tata aturan yan disampaikan oleh Allah agar ditaati oleh hamba-hambanya. Atau syari’at dapat diartikan sebagai satu sistem normaIlahi yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan sesama manusia, serta hubungan manusia dengan alamnya. Syari’ah dalam pengertian yang sangat luas dan menyeluruh itu meliputi seluruh ajaran agama, baik yang berkaitan dengan akidah, perbuatan lahir manusia dan sikap batin manusia. Atau dengan kata lain syari’ah itu meliputi iman, Islam, ikhsan (Alim, 2006 : 139-140).
2)       Garis Besar Ajaran Syari’ah
Sebagaimana dikemukakan di atas, syari’at adalah satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama, serta hubungan manusia dengan alam lainnya. Kaidah syari’ah Islam yang mengatur langsung dengan Tuhan disebut ubudiyah atau ibadah dalam arti khas. Kaidah syari’ah Islam yang mengatur manusia dengan selain tuhan, yakni sesama manusia dan dengan alam disebut kaidah muamalat. Jadi lingkup syari’ah Islam meliputi dua hal, yaitu ibadah dan muamalat (Alim, 2006 : 143).
Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan mematuhi peraturtan Allah ini diterangkan dalam firman Allah SWT. “Kami jadikan kamu sekalian berada dalam suatu hukum atau peraturan dari urusan agama, patuhilah dari peraturan itu, dan janganlah mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Qs. Al-Jaatsiyah ‘ 18)
Syari’at Islam ini secara garis besar, mencakup tiga hal :
a)       Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam gaib yang tak terjangkau oleh indra manusia ( Ahkkam Syar’iyyah I’tiqodiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu tauhid.
b)       Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Akhkam Syar’iyyah Khulukiyyah ) yang menjadik bidang bahasan ilmu tasafuf (akhlak).
c)        Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah (vertikal), serta ketentuan yang pergaulan manusia/hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya ( Hamid, 2005 : 6).

Selasa, 10 November 2015

Implementssi mata pelajaran Ahlusunnah Waljamaah



Pengertian Implementssi mata pelajaran Ahlusunnah Waljamaah

a.       Implementasi adalah perencanaan atau pelaksanaan (Daryanto, 1997 : 279 ).
b.      Mata pelajaran
Terbatas pada pengetahuan-pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah atau institusi pendidikan lainnya dalam bentuk mata pelajaran atau kitab-kitab terdahulu karya ulama terdahulu, yang dikaji begitu lama oleh para peserta didik dalam tiap tahap pendidikannya (Muhaimin, 2007 : 3).
Mata pelajaran disebut juga kurikulum pendidikan  seperti yang disebutkan dalam ( UU SISDIKNAS Nomor 20/2003 )  dikembangkan ke arah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Di dalam panduan penyusunan KTSP jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh BSNP (2006 ) dinyatakan bahwa KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansi oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah kordinasi dan supervisi Dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan profinsi untuk pendidikan menengah ( Muhaimin dkk 2008 : 21-22 ).
Prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah sebagai berikut :
Berpusat pada kompetensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. Kurikulum dikembangkan berdasarkan perinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk dikembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti pusat pembelajaran berpusat pada peserta didik (Muhaimin dkk 2008 : 21-22).
Jadi dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan mata pelajaran adalah pengetahuan yang dibentuk sebuah buku atau kitab-kitab kuning karangan orang terdahulu yang dijadikan bahan pelajaran atau mata pelajaran.
c.       Ahlusunnah Waljamaah
Secara kebahasaan, Ahlusunnah Waljama’ah adalah istilah yang tersusun dari tiga kata. Pertama, kata Ahlu, yang berarti keluarga, pengikut atau golongan. Kedua, kata Al-Sunnah. Secara etimologis ( lughawi ) kata Al-sunnah memiliki arti Al-thariqaah ( jalan dan perilaku ), baik jalan dan prilaku itu benar atau keliru. Sedangkan secara terminologis Al-sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi SAW dan para Sahabatnya yang selamat dari keserupaan (shubhat) dan hawa nafsu. Ketiga, kata Al-Jama’ah. Secara etimologis kata Al-Jamaah ialah orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan, sebagai kebalikan dari kata Al-Firqah, yaitu orang-orang yang bercerai berai dan memisahkan diri dari golongannya.
Ahlusunnah Waljamaah adalah kaum yang menganut i’tiqad sebagai i’tigad yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW. Dan sahabat-sahabat beliu. I’tiqad Nabi dan sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam Al-Quran dan dalam Sunnah Rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun secara rapi dan teratur, tetapi kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama’ usuluddin yang besar, yaitu Syah Abu Hasan Ali Asy’ari lahir di Basrah tahun 260 H-wafat di Basrah juga pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun ( Abbas,  2004 : 2-3).
Dalam kontek ini Kiai Hasyim Asy’ari menegaskan,
اَلْسُّنَّةُ  كَمَا قَالَ اَبُو اْلبَقَاءِ فِى كُلِّيَاتِةِ : لُغَةً اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةً, وَشَرْعَا اِسْمٌ لِلطِّرِيْقَةِ  المَرْضِيَةِ اَلْمَسْلُوْكَةِ فِى الدِّيْنِ كَاصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ, لِقَوْلِهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَّلَّمَ, عَلَيْكُمْ بِسُنَّتىِ وَسُنَّةِ
Artinya:  Sunnah seperti yang dikatakan Abu Al-Biqo’i dalam kitab Al-Kulliyyat, karangannya, secara kebahasaan adalah jalan, meskipun tidak diridhai. Sedangkan al-sunnah menurut istilah syara’ ialah nama bagi jalan dan prilaku yang diridhai dalam Agama yang ditempuh oleh Rasulallah SAW atau orang-orang yang dapat menjadi teladan dalam beragama seperti para Sahabat-Radiallahu’anhum-, berdasarkan sabda Nabi SAW. Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku (Ramli, 2009 : 175-176).
Kata Al-jamaah di belakang kata sunnah ialah karena mereka selalu menyandarkan pendapat atau berdalil dengan kitab Allah, sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas. Di samping itu, mereka tak pernah saling mengkafirkan ( Abbas, 2002 : 91).
Sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdullah Al-Harari berikut ini,
لِيُعْلَمْ اِنَّ اَهْلَ الْسُنَّةِ هُمْ جُمْهُوْرٌ اَلْاُمَّةِ اَلمُحَمَّدِيَّةِ وَهُمْ اَلصَّحَابَةِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فِي اْلمُعْتِقَدَةِ اَيْ فِى اُصُوْلِ اَلْاِ عْتِقَادِ...وَالْجَمَاعَةُ هُمُ السَّوَادَ اَلْاَ عْظَمُ.
Artinya: Hendaklah diketahui bahwa Ahlusunnah Waljama’ah adalah mayoritas Umat Muhammad SAW. Mereka adalah para Sahabat dan golongannya yang mengikuti mereka dalam perinsip-prinsip akidah...sedangkan Al-Jama’ah adalah mayoritas terbesar ( Al-Aswadal-A’zham ) kaum muslimin (Ramli, 2009 : 176).

Pengertian bahwa Al-Jama’ah adalah Al-Sawadal-A’zham ( mayoritas kaum muslimin ) seiring dengan hadis Nabi SAW (Ramli,  2009 : 183).
عَنْ اَنَسِ اِبْنُ مَا لِكِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ, سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ,  اِنَّ اُمَّتىِ لاَ تَجْتَمِعُ عَلىَ ضَلَالَةِ, فَاءِدَا رَاَيْتُمْ اِخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اَلاَعْظَمُ   )رواه ابن ماجه (
Artinya: Dari Anas Bin Malik ra. Berkata : “aku mendengar Rasulallah SAW. Bersabda : “Sesungguhnya Umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas ( Ibnu Majah : 10303 ).

   Dalam hadis lain Rasulullah bersabda :
عَنْ اِبْنُ مَسْعُوْدِ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثَ لاَ يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ المُؤْمِنٍ: اِخْلاَصٌ العَمَلْ, وَالنَّصِيْحَةُ لِوَلِيِّ اَلامْرِ , وَلُزُوْمُ اْلجَمَعَاةِ, فَاءِنَّ دَعْوَتَهُمْ تَكُوْنُ مِنْ وَرَائِهِمْ )رواه ابن ماجه (.
Artinya: Ibnu Mas’ud berkata : Nabi SAW bersabda : Tiga perkara yang dapat membersihkan hati seseorang mukmin dari sifat dendam dan kejelekan, yaitu tulus dalam beramal, berbuat baik kepada penguasa, dan selalu mengikuti kebanyakan kaum muslimin, karena doa mereka yang selalu mengikutinya ( Ibnu Majah ).
Hadits ini memberikan pengertian bahwa orang yang selalu mengikuti mainstream mayoritas kaum muslimin dalam hal akidah dan amal saleh, maka barokah mereka akan selalu mengikuti dan melindunginya dalam sifat dengki dan kesesatan dalam beragama. Sedangkan orang yang keluar dari maistream mayoritas kaum muslimin, maka mereka tidak akan memperoleh barokah doa mereka, sehingga tidak akan terjaga dari sifat dengki dan kesesatan dalam beragama (Ramli, 2009 : 177-178).
1.         Mata Pelajaran Ahlusunnah Waljamaah
Dasar-dasar ajaran Ahlusunnah Waljamaah ialah Al-Qur’an dan Hadis. Hal tersebut merupakan, ciri pertama yang membedakan Ahlusunnah Waljamaah dengan golongan lainnya menyangkut sistem penerimaan ilmu dan sumber-sumber pengambilan yang hak, baik dalam hal akidah, konsepsi, ibadah, mu’amalah, prilaku maupun akhlak. Oleh karena itu sumber-sumber pengambilan ilmu dan kebenaran yang menyangkut seluruh cabang pengetahuan syari’at, menurut Ahlusunnah Waljamaah adalah kitabullah dan sunnah Rasulallah SAW. Maka tidak ada seorangpun dari mereka yang berkata mendahului kalamullah, dan tiada mengambil petunjuk sebelum petunjuk Muhammad SAW (Al-Mishri, 1992 : 95).
Pokok-pokok keyakinan Ahlusunnah Waljamaah yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain. Menurut Ahlusunnah Waljamaah harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definetif ( qaht’i ) dari Al-quran’ Hadist, Ijma’ Ulama dan argumentasi akal yang sehat (Ramli, 2009 : 183 ).
Ahlusunnah Waljamaah senantiasa mengikuti sunnah yang dibawa Rasulallah. Yang dimaksud dengan jamaah Nabi Muhammad SAW, adalah para sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka dengan tetap. Mereka tidak menerima ijtihad atau pendapat siapapun sebelum menyelaraskannya dengan Al-Quran, sunnah Nabi, dan Ijma’ (Al-Mishri, 1992 : 97).
Di atas dapat disimpulkan bahwa dasar-dasar ajaran Ahlusunnah Waljamaah adalah bersumber dari kitabullah dan sunnah Nabi Muhammad SAW, serta Ijma’.  Baik dalam akidah, muamalat, konsepsi, ibadah, prilaku, maupun akhlak.
             

Senin, 09 November 2015

Korelasi Antara Motivasi Orang Tua dengan Perkembangan Bakat Siswa



Korelasi Antara Motivasi Orang Tua dengan Perkembangan Bakat Siswa

Sebagai orang tua hendaknya kita berusaha agar apa yang merupakan kewajiaban anak-anak kita dan tuntutan kita sebagai orang tua kita laksanakan sesuai dengan kemampuan kita sebagai orang tua. Jika hal ini dapat kita kerjakan, saya kira konflik dan frustasi pada kedua belah pihak dapat dihindarkan.
Keluarga adalah merupakan lingkungan yang pertama-tama dikenal oleh anak, oleh karena itu keluarga dikatakan sebagai tempat pendidikan, yakni pendidikan informal. Hafi Anshar mengatakan bahwa pendidikan informa adalah yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehar-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak lahir sampai mati di dalam keluarga, di dalam pekerjaanatau pergaulan sehari-hari (Anshari 2003:99).  
Pendidikan keluarga pada dasarnya merupakan tempat pertama kali terjadi interaksi social anak sebagai makhluk ( manusia ) social, dan di dalam keluarga pula manusia pertama-tama belajar, memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar kerjasama, saling membantu dan lain sebagainya.
Pendidikan informal dimaksudkan timbulnya pengaruh-pengaruh dari orang dewasa pada anak sebagai akibat komunikasi yang erat dalam pergaulan sehari-hari, di mana sebagian besar terjadi pada lingkungan kehidupan keluarga sebagai usaha persiapan kelajutan pendidikan yang dilakukan orang tua kepada anak sebelumnya.
Dengan demikian pendidikan keluarga hendaknya mengandung nilai-nilai agamis, tingkah laku dan sikap yang harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Sebab orang tua tidak cukup menuangkan kecerdasan pada otak atu cemerlangnya pemikiran anak-anaknya, tetapi harus juga memperhatikan kepribadian dan tingkah laku atau moral ditanamkannya. Sebab kalau tidak demikian maka anak dapat dimungkinkan tidak dapat menyesuaikan dengan masyarakat bahkan bisa jadi anak kurang diperhatikan moralnya sebagai sampah masyarakat yang selalu mengganggu ketentraman masyarakat.
Tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak baik itu secara moral atau material kalau terlaksana dengan baik maka orang tua dapat menaruh harapan dan tuntutan, akan tetapi tuntutan dan harapa harus sesuai dengan perkembangan kemampuan dan bakat yang dimiliki. Hal itu disebabkan tidak jarang orang tua yang memaksakan kehendak pada anaknya, seperti memaksakan anak memilih jurusan atau lembaga yang tidak sesuai dengan keinginan, kemampuan dan keahliannya, yang pada akhirnya mengalami kegagalan, akibatnya kekecewaan anak dan orang tua . Untuk itu sebagai orang tua dalam memberikan pilihan, bimbingan, arahan dan sebagainya harus memperhatikan kondisi kemampuan, keahlian dan sebagainya.
Orang tua dapat dikatakan salah satu unsure keberhasilan anak dalam pendidikan, untuk itu orang tua kaitannya dengan bakat yang dimiliki anak hendaknya selalu diperhatikan dan kalau perlu diajarkan kepada anak tingkah laku yang mendukung terhadap bakat dan minatnya.

Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW.
عَنْ اَبِى بَكْرٍنِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ اْلاَنْصَارِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمُوْا اَبْناَءَ كُمُ السِّباَحَةَ وَالرِّماَيَةَ (رواه الديلمى)
Artinya : “Dari Abu Bakar bin Abdillah al-Anshori r.a. berkata ; Rasulullah SAW. bersabda : Ajarilah anak-anakmu dalam hal renang dan memanah”. (HR. Dailami) (As-Suyuthi, tt:203).

Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian bahwa orang tua merupakan unsure pertama menjadi pendukung terhadap keberhasilan anak dalam mengembangkan bakat yang dimiliki dengan mengajari, membimbing dan mengarahkan anak pada tujuan yang ingin dicapai.
Anak merupakan karunia dan amanat bagi orang tua dari Allah swt. Maka baik  dan buruknya akan berakibat pada orang tua dan masyarakat, bahkan bisa jadi anak menjadi fitnah kalau kita (orang tua) memberikan pendidikan keliru, sebagaimana difirmankan Allah swt. :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ . وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya : “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghanati Alah dan Rasul-Nya dan jangan menghianati amant-amant yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu adalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal: 27-28) (Depag RI, 2007:264).

Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa anak dan harta itu merupakan amanat dari Allah swt. yang dipercayakan kepada manusia untuk dijaga dan dipelihara dengan baik. Melihat kenyataan bahwa orang tua merupakan salah satu sumber yang  mampu memberikan informasi tentang keberkatan anak, sehubungan dengan itu seharusnya ada kerjasama antara keluarga dan sekolah atau antara orang tua dan guru. Walaupun pada dasarnya orang tua dan guru terdapat perbedaan akan tetapi tidak bisa mengenyampingkan persamaan sebagai pendidik baik jasmani maupun rohani.
Dalam rangka mencapai kerjasama antara keluarga dan sekolah sebagaimana pendapat Poerwanto bahwa :
1.    Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan murid baru.
2.    Mengadakan surat menyurat antara sekolah dengan guru
3.    Kunjungan guru ke rumah orang tua murid atau sebaliknya kunjungan orang tua murid ke sekolah.
4.    Mengadakan perayaan, pesta sekolah atau pameran-pameran hasil karya murid-murid atau semester dibagi kepada murid-murid.
5.    Mendirikan perkumpulan orang tua murid dengan guru.
Sebagai pendidik baik orang tua maupun guru bertanggung jawab atas kesejahteraan jiwa anak. Keduanya mempunyai fungsi masing-masing terhadap anak-anaknya. Fungsi tanggung jawab ibu dan ayah sebagai anggota keluarga mempunyai peran dalam pendidikan anak-anaknya.
Poerwanto mengatakan bahwa peran ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah :
1.    Sumber dan pemberi kasih sayang
2.    Pengasuh dan pemeliharaan
3.    Tempat pencurahan isi hati
4.    Pengatur kehidupan pribadi
5.    Pendidik dalam segi emosional
Sedangkan fungsi ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peranan yaitu :
1.    Sumber kekuasaan dalam keluarga
2.    Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar.
3.    Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
4.    Pelangsung terhadap ancaman dari luar
5.    Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan
6.    Pendidik dalam segi-segi rasional (Purwanto, 2004:91-92)
Peran orang tua sangat besar terhadap anak-anaknya karena harus bertanggung jawab  atas kemajuan pendidikan anaknya dalam hal ini dimaksudkan peranan yang mendorong kepada penyadaran terhadap pengembangan bakat yang dimiliki anak dengan sebaik-baiknya, dengan tidak menyimpangkan hubungan yang demokratis antar orang tua dengan anak.