PENGERTIAN
LOGIKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia memiliki akal untuk berfikir. Al-Qur’an yang merupakan sumber autentik dan absolut, yang tak diragukan lagi kebenaranya sangat menghargai peranan akal ini. Bahkan, pertanyaan yang berupa seruan “untuk selalu berfikir” bagi seseorang sangat banyak sekali dijumpai dalam berbagai ayat, di antaranya : Al-Baqarah: 44, 76, Ali Imran: 65, Al-An’am: 32, Al-A’raf: 169, Hud: 51, Yusuf: 109, Al-Anbiya’: 67, Al-Mukminun: 80, Al-Qashash: 60, Shaffat: 138 (Lihat. Fathurrahman, pada sub kalimat “afalaa ta’qilun”).
Akal merupakan suatu sarana super canggih, dikaruniai Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya. Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.
Ketika manusia itu masih diberi kehidupan, dan hidup dalam keadaan normal, selama itu pula aktivitas berfikir tidak akan terlepas darinya. Manusia termasuk anda selalu berambisi untuk mencari kebenaran dengan jalan berpikir. Pada saat itulah ilmu logika berperan penting dalam mencari suatu kebenaran.
Rene Descartes, seorang tokoh rasionalisme berkata: “Aku berfikir, karena itu aku ada”. Bahkan dalam teori pensyariatan hukun Islam, teori logika --- yang jelas menggunakan nalar---, sama sekali tak dapat “melepaskan diri” dari apa yang kita sebut sebagai logika tadi. Begitu pula ahlu al-ra’yu (logika/mantiq) dan ahlu al-qiyas (analogi) memandang syariat itu sebagai pengertian yang masuk akal dan dipandangnya sebagai asal yang universal yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an al-Karim. (Lihat tarikh at-Tasyri’, hlm. 366)
Dalam teori ijtihad, Imam Syafi’ie, ketika memahami al-Qur’an maupun Sunnah ada istilah dilalah ghairu mandhum (penunjukan kalimat terhadap makna dengan menggunakan lafdh yang tidak sharih) yang tentunya dibutuhkan analisis ‘berfikir tepat’ dalam memahaminya.(Lih. Modifikasi Hukum Islam, hlm. 35).
Contoh di atas sengaja penulis paparakan, sekali lagi, tak lain hanyalah untuk menekankan bahwa signifikansi akal teramat krusial sebagai langkah untuk memperoleh kredibilitas dan akuntabilitas dalam memecahkan dan membuat kesimpulan pada setiap persoalan kehidupan.
Akan tetapi, hasil pemikiran manusia, meskipun dengan menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan itu bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal itu memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.
Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berfikir dan selamat dari mendapat kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah yang kita kenal ilmu logika atau manthiq. Bahkan, Syeh Abdurrahman al-Akkhdari dalam Al-Mandhumah Sullam al-Munawraq mengatakan bahwa peran ilmu mantiq atau logika seperti halnya “nahwi li allisan” (grammar dalam pegucapan).
Maka setidaknya, itulah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, meskipun di dalamnya hanya menyinggung sebagaian kecil dari ilmu logika itu sendiri, seperti arti, obyek, bagian, dan manfaatnya.
B. Rumusan Masalah
1.apakah pengertian logika itu?
2.apa saja obyek kajian logika?
3.mengapa logika penting untuk dipelajari?
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia memiliki akal untuk berfikir. Al-Qur’an yang merupakan sumber autentik dan absolut, yang tak diragukan lagi kebenaranya sangat menghargai peranan akal ini. Bahkan, pertanyaan yang berupa seruan “untuk selalu berfikir” bagi seseorang sangat banyak sekali dijumpai dalam berbagai ayat, di antaranya : Al-Baqarah: 44, 76, Ali Imran: 65, Al-An’am: 32, Al-A’raf: 169, Hud: 51, Yusuf: 109, Al-Anbiya’: 67, Al-Mukminun: 80, Al-Qashash: 60, Shaffat: 138 (Lihat. Fathurrahman, pada sub kalimat “afalaa ta’qilun”).
Akal merupakan suatu sarana super canggih, dikaruniai Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya. Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.
Ketika manusia itu masih diberi kehidupan, dan hidup dalam keadaan normal, selama itu pula aktivitas berfikir tidak akan terlepas darinya. Manusia termasuk anda selalu berambisi untuk mencari kebenaran dengan jalan berpikir. Pada saat itulah ilmu logika berperan penting dalam mencari suatu kebenaran.
Rene Descartes, seorang tokoh rasionalisme berkata: “Aku berfikir, karena itu aku ada”. Bahkan dalam teori pensyariatan hukun Islam, teori logika --- yang jelas menggunakan nalar---, sama sekali tak dapat “melepaskan diri” dari apa yang kita sebut sebagai logika tadi. Begitu pula ahlu al-ra’yu (logika/mantiq) dan ahlu al-qiyas (analogi) memandang syariat itu sebagai pengertian yang masuk akal dan dipandangnya sebagai asal yang universal yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an al-Karim. (Lihat tarikh at-Tasyri’, hlm. 366)
Dalam teori ijtihad, Imam Syafi’ie, ketika memahami al-Qur’an maupun Sunnah ada istilah dilalah ghairu mandhum (penunjukan kalimat terhadap makna dengan menggunakan lafdh yang tidak sharih) yang tentunya dibutuhkan analisis ‘berfikir tepat’ dalam memahaminya.(Lih. Modifikasi Hukum Islam, hlm. 35).
Contoh di atas sengaja penulis paparakan, sekali lagi, tak lain hanyalah untuk menekankan bahwa signifikansi akal teramat krusial sebagai langkah untuk memperoleh kredibilitas dan akuntabilitas dalam memecahkan dan membuat kesimpulan pada setiap persoalan kehidupan.
Akan tetapi, hasil pemikiran manusia, meskipun dengan menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan itu bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal itu memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.
Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berfikir dan selamat dari mendapat kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah yang kita kenal ilmu logika atau manthiq. Bahkan, Syeh Abdurrahman al-Akkhdari dalam Al-Mandhumah Sullam al-Munawraq mengatakan bahwa peran ilmu mantiq atau logika seperti halnya “nahwi li allisan” (grammar dalam pegucapan).
Maka setidaknya, itulah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, meskipun di dalamnya hanya menyinggung sebagaian kecil dari ilmu logika itu sendiri, seperti arti, obyek, bagian, dan manfaatnya.
B. Rumusan Masalah
1.apakah pengertian logika itu?
2.apa saja obyek kajian logika?
3.mengapa logika penting untuk dipelajari?
C.
Tujuan
1.
mengetahui pengertian logika
2.
mengetahui obyek kajian logika
3.
mengetahui seberapa penting mempelajari logika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Logika
Meskipun di sadari, definisi tidak
pernah dapat menampilkan dengan sempurna pengertian sesuatu yang di kandungnya,
di samping setiap orang selalu berbeda gaya dalam mendefinisikan suatu masalah,
pada setiap penyelidikan permulaan suatu ilmu sudah lazim di buka dengan
pembicaraan definisinya.
Logika adalah bahasa latin berasal dari
kata logos yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain yang di gunakan
sebagai gantinya adalah mantiq, kata arab yang di ambil dari kata kerja naqata
yang berarti berkata atau berucap.
Dalam buku logic and language of
education, mantiq di sebut sebagai “penyelidikan tentang dasar-dasar dan
metode-metode berfikir benar”, sedangkan dalam kamus munjid di sebut sebagai
“hokum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berfikir”. Prof. thaib
thahir A. Mu’in membatasi dengan “ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan
yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran.” Sedangkan Irving M. Copi
menyatakan, “logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hokum-hukum yang di
gunakan untuk
mebedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah”
Kata logika rupa-rupanya di pergunakan
pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum sofis, Socrates dan Plato harus di
catat sebagai perintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa
Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa.[1]
Averroes
mendefinisikan logika sebagai "alat untuk membedakan antara yang benar dan
yang salah;" Richard Whately , "Science, serta Seni, dari penalaran," dan Gottlob Frege , "ilmu tentang hukum umum sebagian besar kebenaran.
"[2]
Kata logika menurut kamus berarti
cabang ilmu pengetahuan yang mengamati tentang prinsip-prinsip pemikiran deduktif
dan induktif. Kata logika menurut istilahnya berarti suatu metode atau teknik
yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Maka untuk memahami apakah
logika itu haruslah mempunyai pengertian yang jelas tentang penalaran,
penalaran adalah suatu bentuk pemikirann yang meliputi tiga unsur, yaitu konsep
pernyataan dan penalaran. [3]
B. OBJEK ILMU LOGIKA
Objek atau Maudhu’ adalah suatu istilah dalam
setiap disiplin ilmu. Pengertian objek adalah sebagai berikut :
Segala
sesuatu berupa esensi dan subtansi yang dikaji dalam berbagai ilmu.
Suatu esensi dan subtansi yang
dibahas oleh suatu disisplin ilmu.
Dengan demikian, objek ilmu mantik
adalah esensi dan subtansinya. Lebih lanjut, yang menjadi objek kajian ilmu
mantik adalah seperti yang dikemukakan oleh beberapa ulama berikut.
·
Menurut Ubaidillah bin Fadh Al- Khabisi,
objek kajian ilmu mantik adalah :
Thashawur
dan tashdiq yang akan menghasilkan takhfir/ definisi ( hujjah ).
·
Menurut Al- Darwis, objeikk kajian ilmu
mantik adalah :
Pemahaman makna suatu variable
objek fikir ( tashawur ) dan pemahaman hubungan
antara dua variable atau lebih ( tashdiq ) untuk menghasilkan suatu pengertian
atau argumentasi.
Objek suatu disiplan ilmu merupakan pembeda
dari disiplin ilmu lainnya. Dalam hal ini, Menurut Al- Ghazali, objek ilmu
mantik berkenaan dengan batasan ( hadd ) dan silogisme ( qiyas ) serta hal- hal yang berkaitan dengan keduanya.
Dengan demikian, kegiatan berfikir
merupakan kesatuan antara pelaku, objek, dan metode yang ditempuh. Sebagai
kesimpulan, penulis berpendapat bahwa objek kajian ilmu mantik adalah
pengkajian terhadap esensi dan subtansi subjek/ pelaku nalar ( nantiq ), objek
nalar ( manthuq bih ), dan metode nalar
( manhaj nanthiq ).[4]
.azas-azas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir seperti
logis, logika menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan hukum-hukum yang harus
ditepati. Hal ini menunjukkan bahwa logika bukanlah sebatas teori, tapi juga
merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam
praktek. Ini sebabnya logika disebut filsafat yang praktis.
Objek material logika adalah berfikir. Yang dimaksud berfikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfkir, manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ia dapat memperoleh kebenaran. Pengolahan dan pegearjaan ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya.[5]
Objek material logika adalah berfikir. Yang dimaksud berfikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfkir, manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ia dapat memperoleh kebenaran. Pengolahan dan pegearjaan ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya.[5]
Oleh karena yang berfikir itu manusia
maka harus dikatakan bahwa lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu
sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu, yakni budinya. Begitu
pula berfikir adalah obyek material logika. Berfikir di sini adalah kegiatan
pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir manusia mengolah, mengerjakan
pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ini
terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan
pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Jika dilihat dari obyeknya, dikenal
sebagai logika formal (Manthiq As-Shuari) dan logika material (al-Manthiq
al-maddi). Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang berbeda
secara radikal, yakni cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir dari
khusus ke umum. Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam
logika formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya
pertentangan) dalam pemikiran dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus,
patokan-patokan berfikir benar. Cara berfikir induktif dipergunakan dalam
logika material, yakni menilai hasil pekerjaan logika formal dan menguji benar tidaknya
dengan kenyataan empiris. Logika formal disebut juga logika minor.
Logika material disebut
logika mayor. [6]
[1]
Mundiri, “Logika”, (PT. Raja Grafindo Persada Jakarta, 1996) 1-2
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Logic
[3] http://rumahmakalah.blogspot.com/2008/11/logika-arti-sejarah-obyek-pembagian-dan.html
[4]
Syukriadi sambas, “Mantik Kaidah Berfikir Islami”, (PT Remaja Rosdakarya
Bandung, 1996) 4-6
[5]
http://best1alone.blogspot.com
[6]
http://rumahmakalah.blogspot.com/2008/11/logika-arti-sejarah-obyek-pembagian-dan.html
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Meskipun di sadari, definisi tidak
pernah dapat menampilkan dengan sempurna pengertian sesuatu yang di kandungnya,
di samping setiap orang selalu berbeda gaya dalam mendefinisikan suatu masalah,
pada setiap penyelidikan permulaan suatu ilmu sudah lazim di buka dengan
pembicaraan definisinya.
Logika adalah bahasa latin berasal
dari kata logos yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain yang di gunakan
sebagai gantinya adalah mantiq, kata arab yang di ambil dari kata kerja naqata
yang berarti berkata atau berucap.
Para ahali berbeda bahasa bahkan
istilah dalam mendefinisikan logika. Diantara contohnya definisi yang di
ungkapkan dalam buku Dalam buku logic and language of education, mantiq di
sebut sebagai “penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berfikir
benar”, sedangkan dalam kamus munjid di sebut sebagai “hokum yang memelihara
hati nurani dari kesalahan dalam berfikir”. Prof. thaib thahir A. Mu’in
membatasi dengan “ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam
memperoleh suatu kebenaran.” Sedangkan Irving M. Copi menyatakan, “logika
adalah ilmu yang mempelajari metode dan hokum-hukum yang di gunakan untuk mebedakan penalaran yang betul dari penalaran
yang salah”
Objek kajian logika adalah manusia
di lihat dari sudut budinya. Jika
dilihat dari obyeknya, dikenal sebagai logika formal (Manthiq As-Shuari) dan
logika material (al-Manthiq al-maddi). Pemikiran yang benar dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yang berbeda secara radikal, yakni cara berfikir dari umum
ke khusus dan cara berfikir dari khusus ke umum.
B. KRITIK
DAN SARAN
Isi makalah ini di buat
sesuai dengan beberapa referensi baik itu dari buku maupun dari internet. Isi
dari makalah ini menyajikan tentang pengertian logika dan objek kajianya. Dalam
makalah ini termuat tentang beberapa definisi baik itu definisi dari para
tokoh-tokoh maupun dari buku yang dimana di dalamnya memuat berbagai macam
definisi logika seperti kamus besar bahasa Indonesia dan buku lainya.
Kami menyajikan makalah ini dengan
cukup sempurna dari berbagai macam referensi dan sumber-sumber lain yang cukup
membantu kami dalam menyajikan makalah ini di hadapan anda. Maka dengan ini
kami berharap makalah kami bisa membantu para pembacanya mengetahui dan
menambah wawasan dalam definisi dan objek kajian logika.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sambas syukriadi.1996. Mantik Kaidah Berfikir. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
-
Mundiri. 1996. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar